Dari
perkembangan pesantren tentu sangat mungkin memerlukan proses pengkajian dengan
keilmuan islam dan masalah keilmuan lainnya. Pengembangan dari pesantren
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masyarakat yang semakin hari
semakin maju baik dalam bidang ekonomi, social politik yang memerlukan
ketentuan dan ketetapan hokum agar tidak bertolak belakang dengan kehidupan
masyarakat. penjelasan lebih lanjut silahkan baca makalah dibawah ini. semoga bermanfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang telah dikenal sejak zaman colonial, umur dari
pesantren itu sendiri sudah sangat tua dan tidak pernah lekang diterpa
perubahan zaman. Semakin lama semakin modern dan jumlahnya semakin banyak.
Dalam
sejarahnya perkembangan pesantren terus berkembang seiring dengan perkembangan
zaman di Negara-negara yang mayoritas beragama Islam. Karena itu oleh para
ulama selalu menjadi kajian yang menarik dalam menghasilkan generasi-generasi
yang islami dan mampu menghadapi perubahan social.
Dari
perkembangan pesantren tentu sangat mungkin memerlukan proses pengkajian dengan
keilmuan islam dan masalah keilmuan lainnya. Pengembangan dari pesantren
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masyarakat yang semakin hari
semakin maju baik dalam bidang ekonomi, social politik yang memerlukan
ketentuan dan ketetapan hokum agar tidak bertolak belakang dengan kehidupan
masyarakat.
Pondok yang sederhana hanya terdiri
dari ruangan yang besar yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya
sempurna di mana didapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh
pintu-pintu. Di sebelah kiri kanan gang terdapat kamar kecil-kecil dengan
pintunya yang sempit, sehingga sewaktu memasuki kamar itu orang-orang terpaksa
harus membungkuk, jendelanya kecil-kecil dan memakai terali. Perabot di
dalamnya sangat sederhana. Di depan jendela yang kecil itu terdapat tikar
pandan atau rotan dan sebuah meja pendek dari bambu atau dari kayu, di atasnya
terletak beberapa buah kitab.
Dewasa ini keberadaan pondok pesantren
sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang
dimaksudkan makin lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan
prasarananya.Dalam sejarah pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami
beberapa fase perkembangan, termasuk dibukanya pondok khusus perempuan. Dengan
perkembangan tersebut, terdapat pondok perempuan dan pondok laki-laki. Sehingga
pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri laki-laki dan santri
perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan
peraturan yang ketat.
Maka
dari itu pada pembahasan makalah ini akan membahas pengembangan system
pendidikan pesantren, baik dari segi pengertian pesantren, perkembangan pesantren,
komponen pesantren dan metode pendidikan pesantren.
B.
Rumusan
1.
Bagaimana
pengertian pesantren?
2.
Bagaimanakah
perkembangan pesantren?
3.
Apa komponen
pesantren?
4.
Bagaimana
metode pendidikan dipesntren?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian pesantren
2.
Untuk
mengetahui perkembangan pesantren
3.
Untuk
mengetahui komponen pesantren
4.
Untuk
mengetahui metode pendidikan dipesantren
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pesantren
Pesantren
adalah tempat para santri belajar ilmu agama Islam. Kata pesantren berasal dari
kata “Santri” artinya murid yang belajar ilmu agama Islam. Kemudian,
mendapatkan awalan pe-dan akhiran-an, menjadi pesantrian. Huruf I dan an mengalami perubahan sehinggaa
sebutan pesantrian menjadi pesantren.disebut pesantren karena seluruh murid
yang belajar atau thalabul ‘ilmi dipesantren disebut dengan istilah santri,
tidak dikenal sebutan siswa atau murid. Dalam sebutan santri merupakan konsep
baku, meskipun maknanya sama dengan siswa, murid atau anak didik.
Pesantren atau
pondok menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan
pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.
Disamping itu,
kata pondok berasal dari Bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel
atau asrama.[1]
Sebutan santri
memiliki perbedaan substansial dengan sebutan siswa atau murid, santri hanya
berlaku seseorang yang belajar dipesantren dan objek kajiannya adalah ilmu
agama islam. Sedangkan murid atau siswa berlaku umum untuk semua peserta didik,
yang secara khusus tidak belajar ilmu agama islam.
Namun ada yang
mengatakan bahwa kata santri berasal dari bahasa india yakni shastri artinya
orang-orang yang mengetahui kitab-kitab suci hindu atau seseorang sarjana ahli
kitab-kitab hindu. Kata santri juga berasal dari kata “shastra” yang berarti
buku suci tentang ilmu pengetahuan. Menurut Geertz sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ali Imran kata “santri” berasal dari bahasa Sansakerta, yakni shastri yang
artinya ilmuan hindu yang pandai menulis, yang telah diadaptasi menjadi kata
santri dan dapat diartikan sempit dan luas. Dalam arti yang sempit santri
adalah seorang pelajar sekolah agama yang bermukim disuatu tempat yang disebut
pondok . adapun yang arti yang luas dan lebih umum kata santri mengacu pada
identitas seorang sebagai bagian varian komonitas penduduk jawa yang menganut
islam secara konsekuen yang sholat dan pergi ke masjid jika hari jum’at dan
sebagainnya.[2]
Menurut Kuntowijoyo,
pesantren adalah lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang tidak saja tumbuh
di pedesaan, tetapi juga di perkotaan dan jumlahnya terus meningkat dari tahun
ke tahun.
Menurut Mashutu,
pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari
2.
Perkembangan
Pesantren
Mengenai asal-usul dan latar belakang pesantren
di Indonesia terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah . Pertama,
pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri,
yaitu tradisi tarekat. Pandangan ini dikaitkan dengan fakta bahwa penyebaran
Islam di Indonesia pada awalnya banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat
dengan dipimpin oleh kyai . Salah satu kegiatan tarekat adalah melakukan ibadah
di masjid di bawah bimbingan kyai . Untuk keperluan tersebut, kyai menyediakan
ruang- ruang khusus untuk menampung para santri sebelah kiri dan kanan masjid.
Para pengikut tarekat selain diajarkan amalan-amalan tarekat mereka juga
diajarkan kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Kedua,
menyatakan bahwa kehadiran pesantren di Indonesia diilhami oleh lembaga
pendidikan “ kuttab”, yakni lembaga pendidikan pada masa kerajaan bani Umayyah.
Pada tahap berikutnya lembaga ini mengalami perkembangan pesat, karena didukung
oleh masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik
dan anak didik. Ketiga, pesantren yang ada sekarang merupakan
pengambil alihan dari sistem pesantren orang-orang Hindu di Nusantara pada masa
sebelum Islam. Lembaga ini dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran
agama Hindu serta tempat membina kader-kader penyebar agama tersebut. Pesantren
merupakan kreasi sejarah anak bangsa setelah mengalami persentuhan budaya
dengan budaya pra-Islam. Pesantren merupakan sistem pendidikan Islam yang
memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan Hindu -Budha. Pesantren disamakan
dengan mandala dan asrama dalam khazanah lembaga pendidikan pra-Islam.[3]
Hasil penelusuran sejarah menunjukkan bahwa
cikal bakal pendirian pesantren pada awal ini terdapat di daerah -daerah
sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya),
Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan Cirebon. Kota-kota tersebut pada waktu itu
merupakan kota kosmopolitan yang menjadi jalur penghubung perdagangan dunia,
sekaligus tempat persinggahan para pedagang dan mubalig Islam yang datang dari
Jazirah Arab seperti Persia dan Irak.[4]
Pesantren di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat
pesat. Sepanjang abad ke- 18 sampai dengan abad ke -20, pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam semakin dirasakan keberadaannya oleh masyarakat secara
luas, sehingga kemunculan pesantren di tengah masyarakat selalu direspons positif
oleh masyarakat.
Pada umumnya,
pondok pesantren memiliki tempat-tempat belajar yang saling berdekatan sehingga
memudahkan para santri melangsungkan proses pembelajaran. Tempat-tempat itu
adalah madrasah sebagai tempat pembelajaran, asrama sebagai tempat tinggal
santri yang mondok, masjid sebagai tempat ibadah para santri dan juga pusat
balajar para santri, perpustakaan sebagai tempat tinggal para kyai, ustad
ustadzah, dapur umum yang digunakan sebagai tempat memasak untuk para santri.
Awalnya pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang umumnya
diberikan dengan cara non klasikal (system pesantren) yakni seorang kyai
mengajar santri berdasarkan kitab yang ditulis bahasa arab oleh ulama besar
dari abad pertengahan (abad ke-12 s.d abad ke-16). Para santri biasanya tinggal
dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. Meskipun demikian pesantren
tidak memiliki pondok atau asrama, sehingga para santri yang belajar harus
tinggal menyebar didesa-desa yang ada disekitar pesantren tersebut. Para santri
itu disebut santri kalong yang mengikuti pelajaran dipesantren secara watonan.
Mereka datang berduyun-duyun kepesantren pada waktu yang telah ditentukan untuk
mengikuti pelajaran agama dari kyai.
Secara
faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat :
Pondok
Pesantren Tradisional, pondok pesantren ini masih mempertahankan
bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh Ulama’
abad 15 dengan menggunakan bahasa Arab.
Pondok
Pesantren Modern, pondok pesantren ini merupakan pengembangan
tipe pesantren. Penerapan sistem modern ini nampak pada penggunaan kelas-kelas
seperti dalam bentuk sekolah, perbedaan dengan sekolah terletak pada pendidikan
agama dan bahasa Arab yang lebih menonjol.
Pondok
Pesantren Komprehensif, pondok pesantren ini disebut komprehensif
karena sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara tradisional dan modern.
Selain diterapkan pengajaran kitab kuning, sistem persekolahan terus
dikembangkan. Bahkan pendidikan keterampilan juga diberikan pada santri.[5]
Besarnya arti
pesantren dalam perjalanan bangsa Indonesia, khususnya Jawa, tidak berlebihan
jika pesantren dianggap sebagai bagian historis bangsa Indonesia yang harus
dipertahankan.[6]
Perkembangan
pondok pesantren pada saat ini semakin baik. Pesantren merupakan lembaga
gabungan antara system pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan
pengajaran agama islam dengan system non klasikal. Adapun santrinya dapat
bermukim dipondok yang disediakan atau merupakan santri kalong (santri yang
tidak tinggal dipondok). Pondok pesantren ini pada gilirannya menyelenggarakan
system pendidikan klasikal baik yang bersifat pendidikan umum maupun maupun
agama yang lazim disebut madrasah. Pengertian pesantren tidak lagi bersifat
tradisionaal, berkembang semakin modern dan menyesuaikan kebutuhan.
Istilah
pesantren digunakan secara umum bukan hanya dalam arti tempat pendidikan ilmu
agama islam. Pada zaman modern ini, semua diperbolehkan mempergunakan istilah
pesantren. Misalnya perbengkelan dinamai pesantren perbengkelan, pesantren
lingkungan, pesantren pertanian, pesantren politik, pesantren kebudayaan,
pesantren seni rupa, pesantren kepemimpinan, pesantren bisnis,dan masih banyak
istilah yang menggunakan istilah pesantren.
Perkembangan
system pendidikan pesantren mengikuti pola pendidikan nasional. Dulu pesantren
menyelenggarakan pendidikan tanpa ada administrasi yang jelas. Santri belajar
tidak mengenal jenjang dan jenis, tidak berijazah, dan tidak menjadi pegawai
negeri sipil ini semua merupakan cirri pesantren tradisional namun sekarang
sudah musnah. Dipesantren modern santri mengikuti pendidikan secara klasikal,
dan berjenjang.
Pendidikan yang
dikembangkan dipesantren mengikuti perkembangan zaman dan siap berkompetisi
dengan lembaga pendidikan pada umumnya. Ilmu keislaman bukan lagi merupakan
ilmu yang “asing” dan “kurang laku” dipasaran, ilmu keislaman terus berkembang
dengan cara menggali sedalam mungkin ayat-ayat alqur’an. Oleh karena itu semua
ilmu pengetahuan yang berkembang setelah diteliti dengan seksama yaitu pada
dasarnya berasal dari Al-qur’an.
Tujuan
pengembangan system pendidikan pesantren tidak dapat dilepaskan dari keadaan
situasi zaman yang terus berubah. Para santri tidak bias bersembunyi dari
berbagai pengaruh kuat globalisasi dan modernisasi sehingga para santri
termotivasi untuk mengikuti arus zaman. Para kyai dipesantren kenyataan itu.
Pondoknya ingin dikembangkan dan tidak ada cara lain untuk mengembangkan pondok
pesantren yang diasuhnya, kecuali dengan membangun pondok yang modern dan
mengembangkan system pendidikan pesantren dengan menggabungkan antara tradisi
pesantren dengan system pendidikan modern. Tradisi warisan para wali tetap
dipelihara, tetapi pengaruh kemajuan system pendidikan modern diadopsi dan dikompromosikan
sehinnga muncullah pesantren modern.
3.
Komponen
Pesantren
Pesantren
sebagai lembaga pendidikan tidak bias lepas dari beberapa unsure dasar yang
membangunnya. Menurut Zamahsyari Dhofier dalam bukunya tradisi pesantren ada
lima komponen yaiitu pondok, mesjid, santri, pengajaran kitab kuning klasik,
dan kyai.[7]
a.
Pondok (asrama
untuk para santri)
Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduq (فندق) yang berarti hotel atau tempat penginapan. Istilah pondok juga
diartikan asrama, dengan demikian pondok juga diartikan tempat tinggal. Sebuah
pesantren pasti memiliki asrama (tempet tinggal kyai dan santri).
Ada beberapa alasan pokok pentingnya pondok dalam suatu pesantren,
yaitu; banyaknya santri yang berdatangan
dari tempat yang jauh untuk menuntut ilmu kepada kyai yang sudah masyhur
keahliannya, pesantren-pesantren tersebut berada didesa-desa, ada hubungan
timbal balik antara kyai dan santri dimana para santri menganggap kyai sebagai
orang tuanya.
b.
Masjid
Masjid secara harfiah adalah tempat sujud karena tempat ini
setidaknya seorang muslim 5 kali sehari semalam melaksanakan ibadah. Fungsi
masjid tidak hanya sebagai pusat beribadah tapi juga untuk perkembangan
kebudayaan lama yang pada khususnya dan kehidupan pada umumnya termasuk
pendidikan. Masjid sebai tempat pendidikan agama Islam berlangsung sejak zaman
Rasulullah, dilanjutkan khulafaur Rasyidin sampai ke dinasti-dinasti, tradisi
menjadikan masjid dijadikan tempat pendidikan Islam tetap dipegang oleh para
kyai sebagai pimpinan pesantren sampai sekarang ini.
c.
Santri
Istilah santri hanya
terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus
akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang kiai yang memimpin sebuah
pesantren. Oleh karena itu, santri pada dasarnya berkaitan erat dengan
keberadaan kiai dan pesantren.
Cara interaksi
antara santri dengan kiai sangat beda bahkan merepresentasikan sikap “taken for
granted” tanpa sikap “kritis-logis”. Indikasinya adalah sikap loyalitas yang
tinggi terhadap seorang kiai itulah yang salah satu ciri yang mengakar kuat
dalam nuansa pondok pesantren.
Pada awalnya pesantren diselenggarakan untuk mendidik santri agar
menjadi taat dan menjalankan agamanya dan berakhlaq mulia.tetapi dalam
perkembangan selanjutnya santri di tuntut memiliki kejelasan profesi maka
banyak dari pesantren membuka pendidikan kejuruan dan umum dari sekolah,
madrasah bahkan perguruan tinggi.
d.
Kyai
Kyai di dalam dunia
pesantren sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren. Dengan
demikian, kemajuan dan kemunduran pondok pesantren benar-benar terletak pada
kemampuan kiai dalam kiai dalam mengatur pelaksanaan pendidikan di dalam
pesantren. Hal ini disebabkan karena besarnya pengaruh seorang kiai yang tidak
hanya terbatas dalam pesantrennya, melainkan juga terhadap lingkungan
masyarakat.
e. Pengajian kitab kuning
Kitab kuning sebagai
kurikulum pesantren ditempatkan pada posisi istimewa. Karena keberadaannya
menjadi unsur utama dan sekaligus menjadi ciri pembeda antara pesantren dan
lembaga pendidikan lainnya. Berdasarkan catatan sejarah, pesantren telah
mengajarkan kitab-kitab klasik, khususnya karangan karangan madzhab syafi’iyah.
Pengajaran kitab kuning berbahasa Arab dan tanpa harakat atau sering disebut
dengan kitab gundul merupakan metode yang secara formal diajarkan dalam
pesantren di Indonesia.
Sejarah perkembangan
pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat non klasikal,
yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorongan dan
wetonan atau bendungan. Sorongan, disebut juga sebagai cara mengajar per kepala
yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh
pembelajaran secara langsung dari Kiai. Sedangkan metode Bendungan atau Halaqah
dan sering juga disebut Wetonan, para santri duduk di sekitar kiai dengan
membentuk lingkaran, dengan cara bendungan ini kiai mengajarkan kitab tertentu
pada sekelompok santri. Karena itu metode ini biasa juga dikatakan sebagai
proses belajar mengaji secara kolektif. Di mana baik kiai maupun santri dalam
halaqah tersebut memegang kitab masing-masing.
4.
Metode
Pendidikan di Pesantren
Sebagai lembaga
pendidikan Islam, pesantren mengajarkan materi pengajaran yang berkaitan dengan
hal berikut ini:
·
Pelajaran
akidah yaitu pelajaran yang materinya berisi ilmu tauhid, keyakinan kepada
Allah dengan mengesakan-Nya dalam ilmu tauhid dikembangkan subtansi materi yang
berhubungan dengan rukun iman
·
Pelajaran
syari’ah yang berhubungan dengan hokum islam atau fiqih.
·
Pelajaran
bahasa arab yaitu nahwu, sharraf, bayan, balaghah dan ilmu ma’ani.
·
Pelajaran ilmu
alqur’an (‘ulumul qur’an)
·
Pelajaran ilmu
musthalah al hadist
·
Pelajaran ilmu
fiqh dan ushul fiqh
·
Pelajarana ilmu
mantiq.
·
Pelajaran Etika
Islam dalam pergaulan sehari-hari.
·
Pelajaran
kerisalahan Nabi Muhammad SAW.
·
Pelajaran
tarikh tasyri’ Islam.
·
Bahasa inggris
·
Ilmu kimia,
fisika, matematika
·
Ilmu waris
Islam.
·
Ilmu falak
·
Bahasa
Indonesia.
·
Pendidikan
kewarganegaraaan.
·
Keterampilan.
·
Muthala’ah
·
Fiqh lima
mazhab.
·
Ilmu tafsir.
·
Ilmu tajwiz.
·
Bahtsul kutub.
Metode
pembelajaran yang dilaksanakan dipondok pesantren adalah:
a)
Metode watonan
yaitu kyai membacakan kitab didepan para santri yang juga memegang dan
memperhatikan kitab yang sama. Santri yang mengikuti metode pembelajaran system
watonan adalah santri yang bersifat campuran yakni santri mukim, santri kalong
dan santri umum. Kedatangan santri hanya menyimak, memperhatikan dan
mendengarkan pembacaan pembahasan isi kitab yang dilakukan oleh kyai.
Dalam system watonan digunakan salah satu kitab yang dibahas sampai
kitab itu selesai atau tamat, yang disebut khataman, sebutan bagi yang telah
selesai mengikuti watonan disebut khatam artinya sempurna, dalam proses
belajarnya biasanya kyai dikelilingi
oleh santri yang membentuk lingkaran yang disebut halaqah.
b)
Metode sarogan
adalah metode pembelajaran system private yang digunakan santri kepada kyai.
Dalam metode sarogan santri mendatangi kyai yang membawa kitab kuning atau
kitab gundul lalu membacakannya didepan kyai dan menterjemahkannya. Jika cara
pembacaannya kurang tepat dari sisi sudut pandang ilmy nahwu dan sarraf
terjemahannya pun keliru. Lalu kyai menanyakan alasan santri membacanya
demikian hingga santri memahaminya dan mengulang pembacaannya sampai
benar-benar sesuai menurut ilmu nahwu dan sarrafnya.
c)
Metode
muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih bercakap-cakap dengan bahasa Arab yang
diwajibkan oleh pesantren kepada santri selama mereka tinggal dipondok.
Beberapa pesantren latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan setiap
hari, tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang digabungkan
dengan latihan muhadharah atau khitabah yang tujuannya melatih keterampilan
para santri untuk berpidato.
d)
Metode
mudzakarah yaitu suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah
diniyah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada umumnya, dalam
mudzakarah terdapat dua tingkat kegiatan yaitu mudzakarah yang dilakukan santri
untuk membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para santri dalam memecahkan
persoalan dengan mempergunakan kitab yang tersedia, yang kedua mudzakarah yang
dipimpin oleh kyai dan hasil mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan
nilai seperti dalam suatu seminar.
e)
Metode
bandungan (bahasa sunda) berlaku dipesantren yang terdapat di jawa barat.
Istilah bandungan artinya memperhatikan dengan seksama ketika kyai membaca dan
membahas isi kitab.
f)
Metode majelis
taklim adalah suatu media penyampaian ajaran islam yang bersifat umum dan
terbuka. Para jema’ah terdiri atas bebagai lapisan yang memiliki latar belakang
pengetahuan bermacam-macam yang tidak dibatasi oleh tingkatan usia maupun
perbedaan kelamin. Pengajian seperti ini diadakan pada waktu tertentu.[8]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pesantren
adalah tempat para santri belajar ilmu agama Islam. Kata pesantren berasal dari
kata “Santri” artinya murid yang belajar ilmu agama Islam. Kemudian,
mendapatkan awalan pe-dan akhiran-an, menjadi pesantrian. Huruf I dan an mengalami perubahan sehinggaa
sebutan pesantrian menjadi pesantren.disebut pesantren karena seluruh murid
yang belajar atau thalabul ‘ilmi dipesantren disebut dengan istilah santri,
tidak dikenal sebutan siswa atau murid. Dalam sebutan santri merupakan konsep
baku, meskipun maknanya sama dengan siswa, murid atau anak didik.
Pesantren
sebagai lembaga pendidikan tidak bias lepas dari beberapa unsure dasar yang
membangunnya. Menurut Zamahsyari Dhofier dalam bukunya tradisi pesantren ada
lima komponen yaiitu pondok, mesjid, santri, pengajaran kitab kuning klasik,
dan kyai.
Metode
pembelajaran yang dilaksanakan dipondok pesantren:
·
Metode watonan
·
Metode sarogan
·
Metode
muhawarah
·
Metode
mudzakarah
·
Metode
bandungan (bahasa sunda)
·
Metode majelis
taklim
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Basri, ilmu
pendidikan islam (jilid II), Bandung: pustaka setia, 2010
Abuddin Nata, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Bandung; Angkasa,2003
Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi
tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta ,LP3S, 1983
Ghazali M. Bahri, Pendidikan Pesantren
Berwawasan Lingkungan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001
Mundzirin
Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia Yogyakarta; Pustaka,2006
Sudjono
Prasodjo, Profil Pesantren Jakarta: LP3S, 1982
[1] Sudjono Prasodjo, Profil Pesantren,
(Jakarta: LP3S, 1982), hlm. 6
[2] Hasan Basri, ilmu
pendidikan islam (jilid II), (Bandung: pustaka setia, 2010) hlm,227
[4] Mundzirin
Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta; Pustaka,2006) hlm,141
[5] M. Bahri Ghazali, Pendidikan
Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hlm.
14-15
[6] Abuddin Nata, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, (Bandung; Angkasa,2003), hlm, 114
[7] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta ,LP3S, 1983), hlm.18
[8] Ibid, hlm
236-238