Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Pembinaan Profesi Guru

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download


Hai sahabat pembaca, makalah kali ini adalah tentang pembinaan profesi guru, pembinaan profesi guru ini bertujuan untuk mengembangkan potensi dan eksistensi guru sebagai pendidik. nah perlu diketahui juga oleh sahabat pembaca bahwa bukan cuma siswa yang perlu di dibina tapi juga profesi guru juga harus dibina agar guru dapat memberikan kebutuhan yang proporsional. selamat membaca.


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan sengaja dirancang untuk mencapai tujun yang telah ditetapkan dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu untuk menigkatkan sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di madrasah. Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkansecara terus-menerus. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan guru tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap pencapaian kualitas pendidikan yang diharapkan, pemberian tunjangan profesi bagi guru yang telah memiliki predikat sebagai guru profesional tidak sekaligus menigkatkan kompetensi dirinya.
Peningkatan kesejahteraan bagi guru di madrasah seharusnya diimbangi dengan adanya peningkatan kompetensinya, dimana guru dituntut mengembangkan potensi dirinya. Pengembangan diri adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk meningkatkan profsionalisme diri agar memiliki kompetensi profesi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu mampu melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya dalam melaksanakan proses pembelajaran atau pembibimbingan, termasuk pelaksanaan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah atau madrasah.
 Pembinaan dan pengembagan Professional guru , pada dasarnaya masih dijumpai adanya masalah, sehingga terdapat kontradiksi didalam persepsi atas program-program peningkatan professional guru. Pada dasarnya guru merupakan jabatan profesi, sebagai jabatan profesi guru memiliki tugas utuma dalam mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dalam kompetensi, kemahiran, kecakapan atau keterampilan yang memenuhi standar mutu.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru di madrasah pada dasarnya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang guru, guru sebagai seorang komonikator harus memiliki syarat, yaitu terampil dalam berkomunikasi, memilliki integritas sikap dan kepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan sistem sosial budaya disamping itu guru senatiasa mengembangkan diri dengan pengetahuan ang mendukung profesionalitasnya dengan ilmu pendidikan, menguasai secara penuh materi yang diajarkan, serta  selalu mengembangkan model pembelajaran.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pembinaan profesi guru ?
2.      Bagaimana bentuk pembinaan profesi guru ?
3.      Apa kompetensi guru professionalisme ?
4.      Bagaimana sistem pembinaan dan pelatihan guru profesional?

C.    Tujuan Rumusan
1.      Untuk mengetahui pembinaan profesi guru.
2.      Untuk mengetahui bentuk pembinaan profesi guru.
3.      Untuk mengetahui kompetensi guru profesionalisme.
4.      Untuk mengetahui sistem pembinaan dan pelatihan guru profesional.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembinaan Profesi Guru
           Seorang guru di madrasah dikatakan professional bila ia memenuhi kualifikasi akademik minimum dan dan bersertifikat pendidik, guru yang memenuhi criteria professional inilah yang akan mampu menjalankan funsi utamanya secara efektif dan efesien untuk mewujudkan proses pedidikan dan pembelajaran guna mencapai tujuan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha  Esa, berakhlaq mulia, berilmu, cakap kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Tentunya tuntunan ini mengharuskan guru untuk menjalani profesionalisasi atau proses menuju derajat yang sesungguhnya secara terus menerus termasuk kompetensi mengelola kelas.
          Profesionalisme guru di madrasah perlu untuk selalu ditingkatkan supaya mereka memiliki kewenangan profesionalisme sesuai dengan tuntunan zaman. Keberadaan guru dituntut lebih kritis dan aktif dalam menjalankan tugasnya, guru yang professional mempunyai kepekaan terhadap kebutuhan peserta didiknya dan sanggup mencari jalan keluarnya.[1] 
        Tugas guru seharu-hari melaksanakan layanan pembelajaran kepada peserta didik sesuai dengan sistem kerja yang berlaku, sesuai dengantujuan pendidikan pendidikan yang dituangkan kedalam kurikulum, menyajikannya berdasarkan strategi pmbelajaran dan menilai kemajuan untuk untuk mengetahui ketercapainya. Bila mereka tidak dikembangkan profesionalismenya, maka akan larut dalam system yang rutin, sehingga tidak mustahil akan mengalami kejenuhan dan prestasinya menurun karena kreatifitasnya menjadi tidak berkembang.
      Didalam undang-undang nomor 74 tahun 2008 dibedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinngi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan atau program kependidikan nonkependidikan yang terakreditasi.[2]
B.     Bentuk Pembinaan Profesi Guru.
Bentuk pembinaan dan pengemabangan profesi guru di madrasah dapat dilaksanakan melalui:[3]
  1. Kemitraan madrasah, kegiatan melalui kemitraan madrasah dapat dilaksanakan antara madrasah yang baik dengan yang kurang baik, antara madrasah negeri dengan madrasah swasta dan sebagainya.Jadi, pelaksanaannya dapat dilakukan dimadrasah atau ditempat mitra madrasah. Pembinaan lewat mitra madrasah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya, di bidang manejemen madrasah atau manejemen kelas. 
  2. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus, pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi wewenang, dimana program disusun secara berjenjang, mulai dari jenjang ibtidaiyah, sanawiyah, dan aliyah. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingakat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu. 
  3. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti kemampuan melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya. 
  4. Pembinaan internal oleh madrasah. Pembinaan internal dilaksanakan oleh kepala madrasah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya. 
  5. Pendidikan lanjut, pembinaan profesiguru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikut sertaan guru dalampendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberi tugas belajar atau izin belajar, baik di dalam maupun di luar negeri bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru Pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi. 
  6. Diskusi masalah-masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berskala dengan topik diskusi sesuai dengan masalah yang dialami di madrasah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masaah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di madrasah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangaan karirnya. 
  7. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran. 
  8. Penulisan buku atau bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran, modul, Lembar Kerja Siswa (LKS) ataupun buku dalam bidang pendidikan. 
  9. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhan, maupun bahan ajar elektronik atau animasi pembelajaran. 
  10. Diklat funsional guru. Diklat fungsional bagi guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkuatan dalam kurun waktu tertentu. 
  11. Kegiatan kolektif guru. Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau untuk mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru yang bertujuan untuk menuingkatkan keprofesian guru yang bersangkuatan, seperti mengikuti lokakarya atau kegiatan kelompok/musyawarah kerja guru atau in house training untuk penyusunan perangkat kurikulum, pengembangan media pembelajaran, seminar, workskop, symposium, dan atau pertemuan ilmiah lainnya. Pengikutsertaan guru dalam pertemuan ilmiah dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan bagi peningkatan profesinalitas guru. Kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.


C.    Kompetensi Guru Profesional
      Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Sedangkan pengertian dari kompetensi guru profesional yaitu orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[4] 
        Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien, serta mencapai tujuan pembelajaran. Untuk memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara baik, karena fungsi guru adalah membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara profesional dalam proses belajar mengajar.[5]
Untuk mencapai tujuan tersebut, guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi, di antaranya yaitu:[6] 
  1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta pengevaluasian hasil belajar. 
  2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, rapi, serta menjadi uswatun hasanah bagi peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa seorang guru harus ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri hadayani. 
  3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian di bidang pendidikan. Meliputi: penguasaan materi, memahami kurikulum dan perkembangannya, pengelolaan kelas, penggunaan strategi, media, dan sumber belajar, memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan, memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik, dan lain-lain. 
  4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan peserta didik, orang tua peserta didik dan masyarakat, sesama pendidik/teman sejawat dan dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/ komite sekolah, mampu berperan aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan dalam kegiatan sosial.

D.    Sistem Pembinaan Guru Profesional
a.    Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Organisasi Profesi
Menurut Gitosudarmo, Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan (Ardana, 2008:1). Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa organisasi memiliki unsur-unsurnya, yakni sebagai berikut : sistem, pola aktivitas, sekelompok orang , tujuan.[7]
Sementara itu, Robbins (1994) mengatakan struktur organisasi adalah kerangka kerja formal suatu organisasi dengan kerangka mana tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Organisasi profesi guru di antaranya yaitu Persatuan Republik Indonesia (PGRI), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Organisasi MGMP bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing (Soetjipto,2007:36). Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi selain PGRI ada organisasi profesi dibidang pendidikan yaitu Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Dengan telah terbentuknya organisasi profesi, guru dapat meningkatkan kemampuan dirinnya dan berlomba dalam kebaikan dengan sesama teman profesi.[8]
b.    Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan yaitu proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada hakikatnya supervisi adalah perbaikan proses pembelajaran.[9]
Berikut merupakan prinsip-prinsip supervisi, di antaranya:[10]
a.    Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
b.    Supervisi harus dilakukan  secara berkesinambungan.
c.    Supervisi pendidikan harus demokratis.
d.   Program supervisi pendidikan harus komprehensif.
e.    Supervisi pendidikan harus konstruktif.
f.     Supervisi pendidikan harus objektif.
Teknik-teknik supervisi pendidikan, di antaranya yaitu:
1. Teknik yang bersifat individual, yaitu teknik yang dilaksanakan untuk seorang guru secara individual. Teknik yang bersifat individual yaitu perkunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, intervisitasi penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar, dan menilai diri sendiri
2. Teknik yang bersifat kelompok yaitu teknik yang dilaksanakan untuk melayani lebih dari seorang guru. Teknik yang bersifat kelompok yaitu; pertemuan orientasi bagi guru baru, panitia penyelenggara, rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman, lokakarya, diskusi panel, seminar, simposium, diskusi mengajar,  perpustakaan jabata, buletin supervisi,  membaca langsung, mengikuti kursus, organisasi jabatan, laboratorium kurikulum, dan perjalanan sekolah untuk staf.
Menurut Soetjipto dan Raflis (2007) ada empat pendekatan supervisi yaitu:[11]
1.    Pendekatan Humanistik. Menempatkan guru sebagai makhluk yang punya pikiran, rasa dan kehendak yang terus bisa tumbuh kembang, dan bahkan sebagai alat semata untuk meningkatkan kualitas belajar-mengajar.
2.    Pendekatan Kompetensi. Pendikatan ini memiliki makna bahwa guru harus mempunyai kompetensi tertentu untuk menjalankan tugasnya.
3.    Pendekatan Klinis. proses tatap muka antara supervisor dengan guru membicarakan masalah mengajar dan yang berhubungan dengannya, oleh karenanya dalam supervisi klinis, supervisor dan guru sebagai teman sejawat dalam memecahkan maslah-maslah pembelajaran. Adapun sasaran supervisi klinis yaitu perbaikan pengajaran, bukan kepribadian guru.
4.    Pendekatan Profesional. Berasumsi bahwa tugas utama profesi guru itu mengajar, sehingga sasaran supevisi harus mengarahkan pada hal yang menyangkut tugas ,mengajar, bukan yang administratif.
Peran supervisi pendidikan dalam peningkatan kemampuan diri guru yakni supervisi bukanlah ajang untuk mengadili, melainkan aktifitas membantu guru untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan sekaigus mendorong untuk menumbuh kembangkan kemampuan dan pekerjaannya. Kegiatan supervisi tujuannya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar.[12]
c.    Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Sertifikasi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.[13]
Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi guru adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal yang terkait langsung yakni pasal 8, pasal 11 ayat 1, pasal 11 ayat 2, pasal 11 ayat 3, dan pasal 11 ayat 4. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 mei 2007.[14]
Ada beberapa tujuan sertifikasi di antaranya:
a.       Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b.      Meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan
c.        Meningkatkan martabat guru
d.      Meningkatkan profesionalisme guru
Selain tujuan yang telah dikemukakan di atas, sertifikasi guru juga memiliki manfaat tertentu sebagai berikut: melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra guru, melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional, dan meningkatkan kesejahteraan guru. Prosedur atau kerangka pelaksanaan sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan S1 kependidikan maupun lulusan S1 non kependidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :[15] 
  1. Lulusan program sarjana kependidkan sudah mengalami Pembentukan Kompetensi Mengajar (PKM). Oleh karena itu, mereka hanya memerlukan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh perpendidikan yang memiliki PPTK terakreditasi dan ditunjuk oleh Ditjen Dikti, Depdiknas. 
  2. Lulusan program sarjana non-kependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses Pembentukan Kompetensi Mengajar (PKM) pada perguruan tinggi yang memiliki Program Pengadaan Tenaga Kependidikan (PPTK) secara terstruktur. Setelah dinyatakan lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan S1 non kependidikan. 
  3. Penyelenggaraan program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga LPTK yang terakreditasi. Untuk pelaksanaan uji kompetensi sebagai sebagai bentuk evaluasi kompetensi mengajar guru harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Ditjen Dikti Depdiknas. 
  4.  Peserta uji kompetensi yang lulus, baik yang berasal dari lulusan program sarjana pendidikan maupun non-pendidikan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bukti yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 
  5. Sertifikasi guru dibagi menjadi dua yakni sertifikasi guru dalam jabatan dan sertifikasi guru pra jabatan. Sertifikasi guru dalam jabatan ada 2 tahapan, yakni:[16] 

    a. Sertifikasi melalui penilaian portofolio
    Para guru dalam jabatan yang akan mengikuti sertifikasi diharuskan mengumpulkan dokumen-dokumen portofolio yang mencakup pencapaian, prestasi, pengalaman kerja atau pendidikan, dan pelatihan yang diikuti sebelumnya. Portofolio adalah dokumen atau bukti-bukti fisik yang memperlihatkan prestasi dan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki oleh guru dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru. Secara spesifik, terdapat 10 komponen yang dinilai dalam rangka uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik melalui jalur portofolio yakni:[17] 
  1. Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai oleh peserta sertifikasi yang dibuktikan melalui ijazah atau diploma yang dimiliki. 
  2. Pendidikan dan Pelatihan, yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. 
  3. Pengalaman mengajar, yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang. 
  4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, perencanaan pembelajaran yakni persiapan pembelajaran yang dibuat guru sebelum melaksanakan pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau topik tertentu. Sedangkan pelaksanaan pembelajaran yakni, kegiatan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas dan pembelajaran individual. 
  5.  Penilaian dari atasan dan pengawas, yaitu penilaian atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keteladanan, etos kerja, inovasi, dll. 
  6. Prestasi akademik, yaitu prestasi yang dicapai guru, utamanya yang terkait dengan bidang keahliannya yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara. 
  7.  Karya pengembangan profesi, yaitu suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. 
  8.  Keikutsertaan dalam forum ilmiah, yaitu berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah yang relevan dengan bidang tugasnya. Bukti fisik yang dilampirkan berupa makalah dan setifikat/piagam bagi narasumber, dan sertifikat/piagam bagi peserta. 
  9.  Pengalaman organisasi, yaitu pengalaman guru menjadi pengurus organisasi kependidikan, organisasi sosial, dan/atau mendapat tugas tambahan. 
  10. Penghargaan yang relevan dalam bidang pendidikan, yaitu penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif, kualitatif, dan relevansi.
    b. Sertifikasi melalui PLPG 
    Bagi guru yang belum lulus penilaian portofolio, dalam arti belum mencapai skor minimal yang dipersyaratkan untuk kelulusan portofolio, terdapat 2 kemungkinan :[18] 

    1. Melengkapi dokumen portofolio yang diperkirakan dapat mempengaruhi peningkatan skor kelulusan portofolio atau 
    2. Diharuskan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Pelaksanaan PLPG dimulai dengan pre test secara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi pedagogis dan profesional awal peseta. Dilanjutkan dengan pembelajaran yang mencakup penyampaian materi secara teoritis (30 JP) dan implementasi teori ke dalam praktik (60 JP). Pada akhir PLPG dilakukan uji kompetensi yang mencakup ujian tulis dan ujian praktik. Adapun butir-butir penilaian yang terkait dengan kompetensi tersebut adalah : kedisiplinan, penampilan, kesantunan dalam berprilaku, kemampuan dalam bekerjasama, kemampuan berkomunikasi, komitmen, keteladanan, semangat, empati, dan tanggung jawab.[19]
Model sertifikat guru lainnya adalah sertifikasi guru pra-jabatan. Mungkin sedikit rancu istilah sertifikasi guru pra jabatan, karena calon-calon guru pra jabatan yang ingin menjadi guru sudah diseleksi melalui proses pendidikan di lembaga pendidikan guru (LPTK) dan sudah mengantongi ijazah keguruan tertentu. Akan tetapi perjuangan untuk menjadi guru tidak sampai di sini saja, perlu diberikan suatu proses pemantapan khusus bagi calon yang ingin memasuki sebuah profesi setelah menyelesaikan program kualifikasi akademik. sertifikasi untuk model ini diterapkan dalam sebuah program pendidikan khusus yang disebut pendidikan profesi.[20]
Istilah pendidikan profesi ini tersurat dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian khusus. Karena itu Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk lulusan S1 kependidikan dan S1 non kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar mereka dapat menjadi guru yang profesional.
Mengingat Input untuk PPG meliputi lulusan S1 kependidikan dan S1 non-kependidikan maka kurikulum yang diterapkan dibuat secara berdiferensiasi dimana lulusan S1 kependidikan lebih berorientasi pada pemantapan dan pengemasan materi bidang studi untuk pembelajaran bidang studi yang mendidik dan program PPL kependidikan. Sedangkan lulusan S1 non-kependidikan memiliki struktur kurikulum yang mencakup: kajian tentang teori pendidikan dan pembelajaran, kajian tentang peserta didik, pengemasan materi bidang studi yang mendidik, pembentukan kompetensi kepribadian pendidik, dan PPL kependidikan.[21]
d . Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Kualifikasi dan Pembinaan Guru
           Program kualifikasi guru adalah prakarsa inovatif dan efisien untuk memberikan layanan pendidikan yang memungkinkan tidak mengganggu pelaksanaan tugas-tugas keseharian masing-masing guru. Departemen Agama menyelenggarakan program kualifikasi sarjana (S1) bagi guru MI dan PAI pada sekolah dengan menggunakan dual mode system bertujuan untuk :[22]
a.       Menghasilkan lulusan yang berkualifikasi akademik sarjana pendidikan untuk guru MI dan guru PAI pada sekolah.
b.      Memberikan layanan peningkatan kualifikasi sarjana (S1) bagi guru MI dan guru PAI pada sekolah lulusan PGA (SLTA) dan D-II sebagaimana diamanatkan perundang-undangan.
Berikut merupakan kurikulum program kualifikasi, yaitu:[23]
a.       Kompetensi lulusan
Program peningkatan kualifikasi akademik sarjana (S1) bagi guru pada sekolah dengan menggunakan pendekatan duel mode system mengarahkan lulusannya untuk memiliki kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
b.      Struktur kurikulum dan sebaran mata kuliah
Struktur kurikulum program ini terdiri dari kelompok mata kuliah dasar, mata kuliah utama dan mata kuliah lainnya, dengan keseluruhan sks yang harus ditempuh sejumlah 144 sks dengan rincian 80% (116 sks) kurikulum inti dan 20% (28 sks) kurikulum lokal. Kurikulum inti diterapkan oleh direktorat jendral pendidikan islam, sedangkan kurikulum lokal ditetpkan oleh PTAI yang tunjuk sebagai penyelenggara oleh Direktorat Jendral Pendidikan Islam.
c.       Beban studi dan lama program
Beban studi (satuan kredit semester) dan lama program yang harus ditempuh mahasiswa disesuaikan dengan latar belakang pendidikan calon mahasiswa dengan mengacu pada Surat Keputusan Mendiknas Republik Indonesia.


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Didalam undang-undang nomor 74 tahun 2008 dibedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinngi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan atau program kependidikan nonkependidikan yang terakreditasi.
Bentuk pembinaan dan pengemabangan profesi guru di madrasah dapat dilaksanakan melalui: 1. Kemitraan madrasah, 2. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus, 3. Kursus singkat di perguruan tinggi/lembaga pendidikan lainnya, 4. Pembinaan internal oleh madrasah, 5. Pendidikan lanjut, 6. Diskusi masalah-masalah pendidikan, 7.Penelitian, 8. Penulisan buku/bahan ajar, 9. Pembuatan media pembelajaran, 10. Diklat fungsional guru, 11. Kegiatan kolektif guru.
Guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi, di antaranya yaitu: 1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, 2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian, 3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian di bidang pendidikan, 4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan baik.
Sistem Pembinaan Guru Profesional: a. Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Organisasi Profesi, b. Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Supervisi Pendidikan, c. Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Sertifikasi, d. Peningkatkan Kemampuan Guru melalui Kualifikasi dan Pembinaan Guru.

B.     Penutup
Materi pembinaan profesi PAI ini di tujukan kepada tenaga profesi yaitu pendidik/guru/dosen, dll. Agar lebih memahami, mengetahui, melatih bagaimana kompetensi dan konsep-konsep dalam pembinaan profesi tersebut untuk mencapai tujuan yang baik. Seorang guru di madrasah dikatakan professional bila ia memenuhi kualifikasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik, guru yang memenuhi criteria professional inilah yang akan mampu menjalankan funsi utamanya secara efektif dan efesien untuk mewujudkan proses pedidikan dan pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN

B. Uno, Hamzah, Profesi Kependidikan. (Jakarta : Bumi Aksara, 2007).
,A. Sahertian, Piet , Profil Pendidikan Profesional. (Yogyakarta: Andi Offset, 1994).
Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010)
Samana. Profesionalisme Keguruan. (Yogyakarta: Kanisius, 1994).
E, Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA, 2007).
Abu Bakar Yunus , Syarifan Nurjan, Profesi Keguruan, (Surabaya:AprintA,2009).
Ibrahim, Bafadal,  Peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar.(Jakarta:Bumi Aksara, 2006).
R. Payong, Marselus, Sertifikasi Profesi Guru , (Jakarta:PT Indeks,2011).
Muslich, Mansur, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik, (Jakarta:2007, Bumi Aksara).



[1] Umiarso dan Imam Gojoli, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan  (Yogyakarta: IRCISOD, 2010), hlm. 203
[2] Ibid, hlm. 205
[3] Mohammad Muchlis Solichin, Memotret  Guru Ideal- Profesional, (Surabaya, Pena Salsabila: 2013), hlm 198-200.
[4] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007) hlm. 22.
[5] Ibid, hlm. 23.
[6] Ibid, hlm. 24-25.
[7] Piet, A. Sahertian, Profil Pendidikan Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994) hlm. 30.
[8] Ibid, hlm. 31
[9] Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) hlm. 22.
[10] Ibid, hlm. 23-24.
[11] Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994) hlm. 7.
[12] Ibid, hlm. 9.
[13] Mulyasa. E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2007), hlm. 47.
[14] Ibid, hlm. 48-49.
[15] Yunus Abu Bakar, Syarifan Nurjan, Profesi Keguruan, (Surabaya: AprintA, 2009) hlm. 9.
[16] Ibid, hlm. 10.
[17] Bafadal, Ibrahim.,  peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, (Jakarta:Bumi Aksara, 2006),  hlm.  46.

[18] Ibid, hlm. 47.
[19] Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru , (Jakarta: PT Indeks,2011) hl m. 76-78.
[20] Ibid, hlm. 80.
[21] Ibid, hlm. 83.
[22] Mansur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik, (Jakarta:2007, Bumi Aksara) hlm. 19-20.
[23] Ibid, hlm. 21