Guru
sebagai seorang manajer kelas dituntut pula untuk memiliki keterampilan dalam
membina kedisiplinan peserta didik tersebut. Disiplin berkaitan
pula dengan motivasi, karena dengan disiplin anak terdorong untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu. Disamping itu diartikan sebagai control karena
dalam penerapan disiplin banyak berpegang pada aturan-aturan untuk menilai
perilaku anak.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu kegiatan yang tak kalah
pentingnya dalam kegiatan manajemen kelas adalah membina kedisiplinan peserta
didik. Guru sebagai seorang manajer kelas dituntut pula untuk memiliki
keterampilan dalam membina kedisiplinan peserta didik tersebut.
Disiplin berkaitan pula dengan
motivasi, karena dengan disiplin anak terdorong untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu. Disamping itu diartikan sebagai control karena
dalam penerapan disiplin banyak berpegang pada aturan-aturan untuk menilai
perilaku anak.[1]
Itulah sebabnya kedisiplinan
peserta didik di dalam kelas menjadi hal yang penting dalam menciptakan
perilaku peserta didik yang tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Penulis
melakukan observasi terkait pembinaan disiplin peserta didik di MTs. Tarbiyatun
Nasyiin 1 Grujugan Larangan Pamekasan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
saja teknik pembinaan dan penerapan Disiplin Kelas?
2. Bagaimana
pemeliharaan dan peningkatan perilaku disiplin anank?
3. Bagaimana
penerapan hukuman dan hadiah?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan teknik pembinaan dan
penerapan Disiplin Kelas
2.
Menjelaskan pemeliharaan dan
peningkatan perilaku disiplin anank
3.
Menjelaskan penerapan hukuman dan
hadiah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teknik Pembinaan dan Penerapan Disiplin Kelas
Berdasarkan ketiga konsep disiplin yang telah dibahas, yaitu
konsep otoritarian, konsep permissive, dan konsep terbimbing maka
setidaknya terdapat tiga macam teknik pembinaan disiplin kelas:[2]
a.
Teknik external control
Teknik external control merupakan suatu teknik yang mana disiplin
peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Peserta didik
didalam kelas senantiasa terus diawasi dan dikontrol agar tidak terbawa dalam
kegiatan-kegiatan destruktif dan tidak produktif. Menurut teknik ini, peserta
didik didalam kelas harus terus menerus di disiplinkan dan jika perlu ditakuti
dengan hukuman dan hadiah. Hukuman diberikan kepada peserta didik yang tidak
disiplin didalam kelas, sedangkan hadiah diberikan kepada peserta didik yang
berdisiplin didalam kelas.
b.
Teknik internal control
Teknik internal control merupakan kebalikan dari teknik external
control. Teknik external control mengusahakan agar peserta didik
dapat mendisplinkan diri sendiri didalam kelas. Dalam teknik ini, peserta didik
disadarkan akan pentingnya disiplin. Sesudah peserta didik sadar, ia akan mawas
diri serta berusaha mendisiplinkan diri sendiri.
Teknik ini sangat disarankan untuk digunakan guru-guru dalam
membina disiplin peserta didiknya. Teknik ini menumbuhkan kepekaan / penyadaran
akan tata tertib dari pada akhirnya disiplin harus tumbuh dan berkembang dari
dalam peserta didik itu sendiri (self discipline).
Dengan kata lain peserta didik diharapkan dapat mengendalikan dirinya
sendiri.[3]
Kunci sukses dari penerapan teknik adalah ada pada keteladanan
guru dalam berdisiplin, mulai dari disiplin waktu, disiplin mengajar, disiplin
berkendara, disiplin beribadah, dan lainnya. Guru sebagai manajer kelas tidak
akan dapat mendisiplin peserta didiknya di dalam kelas jika guru sendiri tidak
berperilaku disiplin.
c.
Teknik cooperative control
Dalam teknik cooperative control ini antara guru sebagai
manajer kelas dengan peserta didik harus saling bekerja sama dengan baik dalam
menegakkan disiplin didalam kelas. Guru dan peserta didik lazimnya membuat
semacam kontrak perjanjian yang berisi aturan-aturan kesidiplinan yang harus di
taati bersama, sanksi-sanksi atas indisipliner (ketidakdisiplinan) juga dibuat
serta ditaati bersama. Kontrak perjanjian ini sangatlah penting karena dengan
cara demikian guru dan peserta didik dapat bekerja sama dengan baik. Kerja sama
tersebut akan membuat peserta didik merasa dihargai.
Jika demikian, manakah teknik pembinaan disiplin kelas yang paling
baik? Tentu saja tidak ada yang paling baik karena setiap teknik pembinaan
disiplin kelas tersebut masing-masing memiliki berbagai kelebihan dan
kelemahan.
Dalam penerapannya guru sebagai manajer kelas dapat mengabungkan
ketiga teknik pembinaan diatas secara efektif dengan melakukan hal-hal berikut
ini:[4]
a.
Guru mencontohkan perilaku yang tertib kepada peserta didiknya
Sebelum
mendisiplinkan peserta didiknya, sebaiknya seorang guru mendisiplinkan dirinya
terlebih dahulu. Guru harus menunjukkan berbagai perilaku yang tertib, baik dikelas,
dilingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Dari perilaku tersebut
diharapkan guru dapat menjadi model bagi peserta didiknya dalam melaksanakan
perilaku disiplin.
b.
Guru memisahkan peserta didik dari perilakunya
Terkadang
seorang peserta didik dengan sengaja berperilaku buruk hanya untuk membuat
jengkel gurunya dan ingin mendapatkan perhatian dari gurunya. Perilaku yang
buruk tersebut dapat disebabkan kekurang-kedewasaannya, ketidaksabarannya,
frustasi, atau karena keinginannya tidak terpenuhi. Saat menghadapi peserta
didik yang berperilaku demikian, guru harus dapat memisahkan peserta didik dari
perilakunya, artinya yang dibenci oleh guru adalah perilaku peserta didik yang
buruk, bukannya peserta didik itu sendiri. Cara pandang yang demikian dapat memfokuskan
guru untuk memecahkan masalah perilaku buruk tersebut dan membantu peserta
didik membuat pilihan perilaku yang lebih baik dari pada hanya menghukumnya.
c.
Guru membuat peserta didik menerima tanggung jawabnya
Jika
ada seorang peserta didik mengganggu kegiatan belajar-mengajar di kelas kemudian
guru langsung memarahinya dan memberinya hukuman atau konsekuensi, pada saat itu guru telah menjadikan semua
peserta didiknya memfokuskan perhatiannya kepada si guru dan beberapa peserta
didik secara otomatis akan bersimpati pada si pembuat onar karena dia berada
daam posisi yang lemah. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru dapat meminta si
pembuat onar untuk menghentikan aksinya tanpa menghukum terlebih dahulu. Jika
hal tersebut belum berhasil, setelah pelajaran selesai guru mengajak si pembuat
onar berbicara empat mata, mengisi lembaran yang menggambarkan perilaku tidak
terpujinya, kemudian menandatangani semacam kontrak, yang mana dia setuju untuk
tidak mengulangi perbuatannya dan bertanggung jawab terhadap kontrak tersebut.
d.
Guru sebaiknya dapat menemukan solusi atas perilaku peserta didik
yang tidak diharapkan daripada memberikan konsekuensi
Jika
terdapat peserta didik yang tidak disiplin dikelas, sebaiknya guru menghindari
untuk memberikan hukuman. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengajak si
peserta didik sharing untuk mengetahui mengapa ia berbuat demikian dan
meyakinkannya bahwa perbuatan itu adalah perbuatan buruk. Setelah itu, guru
memberikan pilihan solusi kepada peserta didik untuk mengatasi perbuatan buruk
tersebut.
e.
Guru memberikan umpan balik yang positif ketika perilaku bertambah
baik
Peserta
didik akan sensitif terhadap perlakuan guru terhadap mereka. Jika peserta didik
telah memperbaiki kesalahannya maka sebaiknya guru memberikan umpan balik
positif dengan memberikan motivasi atau memujinya agar tetap konsisten dalam
melakukan perilaku tersebut.
f.
Guru menghapus bersih daftar kesalahan peserta didik dan mampu
berpikir positif kepada peserta didiknya
Guru
harus meyakinkan terhadap peserta didik agar tidak melakukan kesalahan secara
berulang-ulang. Cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan menghapus
bersih kesalahan setelah ada upaya perbaikan dan berfikir positif terhadap
peserta didiknya.
g.
Guru fokus memberikan penghargaan kepada peserta didik yang
berperilaku baik
Guru
dapat bekerja sama dengan peserta didik untuk dapat mendisiplinkan mereka
dengan cara bersama-sama membuat tata tertib kelas. Setelah selesai dibuat,
tata tertib kelas tersebut menjadi semacam undang-undang kelas yang harus
dipatuhi oleh setip peserta didik.
h.
Guru bekerja sama dengan kepala sekolah dan wali peserta didik
untuk mengatasi perilaku buruk peserta didik
Jika
terdapat peserta didik yang sulit untuk diperbaiki perilakunya meskipun guru
sudah berupaya semaksimal mungkin, guru dapat bekerja sama dengan kepala
sekolah untuk mengatasi perilaku buruk peserta didik tersebut. Kemudian, jika
kepala sekolah tidak dapat mengatasinya, maka langkah selanjutnya adalah
bekerja sama dengan wali peserta didik untuk mengatasinya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas VIII MTs.
Tarbiyatun Nasyiin 1 Grujugan, bahwa teknik pembinaan disiplin yang digunakan masing-masing
guru ialah berbeda. Karena disekolah tersebut ada guru yang memang alumni sana
yang biasanya disebut guru tetap yayasan, ada juga guru yang dari luar yang
disebut guru tidak tetap (GTT). Hasil amatan penulis pada guru mata pelajaran
B. Indonesia yang dibina oleh bapak Fahrur Rosi, S.Pd. yang kebetulan juga merangkap
sebagai kepala TU dan merupakan Guru Tetap di madrasah tersebut. Pertama, guru meminta
ketua kelas untuk memimpin doa sebelum pelajaran dimulai, setelah itu guru
menyapa peserta didik dengan menanyakan kabar peserta didik. Setelah itu guru
memberikan peringatan terkait kontrak yang sudah disepakati oleh peserta didik bahwa
ketika proses belajar mengajar dimulai tidak boleh ada yang terlambat, serta
harus mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan tidak boleh bergurau
dengan teman sebelahnya. Hal ini membuahkan hasil, peserta didik focus
mendengarkan penjelasan guru, dan memang tidak ada peserta didik yang terlambat
pada saat itu.
Dengan hal ini, penulis mengamati bahwa teknik yang digunakan oleh
bapak rosi (guru b. indoensia) adalah teknik cooperative control. Karena disitu ada semacam perjanjian bahwa
siapa yang melanggar akan mendapatkan hukuman. Menurut bapak rosi, ketika
bagiannya mengajar tidak ada peserta didik yang terlambat, mereka (peserta
didik) takut untuk datang terlambat karena ketika ada yang terlambat maka
hukumannya adalah berdiri didepan kelas sampai pelajaran selesai dan nanti
harus bisa menjawab pertanyaan jika ingin duduk, sesuai dengan perjanjian yang
mereka sepakati.[5]
Berbeda dengan ibu nikmatul fitriyah (guru mata pelajaran
sejarah). Hasil amatan penulis guru tidak memberikan kontrak/perjanjian dengan
peserta didik. Ketika ada peserta didik yang bergurau, ibu fitri tidak langsung
menegurnya, namun ketika sudah diulang tiga kali maka ibu fitri langsung
menyuruh anak tersebut maju kedepan dan mempertanyakan apa yang dilakukan
peserta didik. Setelah itu peserta didik disuruh kembali ketempat duduknya dan tidak
diberikan hukuman namun diberikan ancaman kalau mengulangi lagi akan diberikan
hukuman. Dari hasil amatan penulis maka ibu fitri menggunakan teknik external control. Karena guru senantiasa
mengontrol kedisiplinan peserta didik. Menurut ibu fitri, sebelumnya beliau dalam
mendisiplinkan peserta didik menggunakan internal
control, artinya ibu fitri membiarkan peserta didik untuk mengendaikan
dirinya sendiri. Namun karena cara tersebut dirasa tidak efektif dan juga
karena mendapat teguran dari waka kesiswaan karena tidak kondusifnya suatu
pelajaran, maka ibu fitri merubah teknik tersebut dengan selalu mengontrol
peserta didik dalam menegakkan kedisiplinan.[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kelas VIII MTs. Tarbiyatun
Nasyiin 1 Grujugan terdapat perbedaan teknik guru dalam pembinaan disiplin
kelas, bahwasanya pada guru mata pelajaran Indonesia menggunakan teknik cooperative control, dimana guru dan
peserta didik bekerja sama dalam menegakkan disiplin kelas. Sedangkan pada guru
mata pelajaran sejarah menggunakan teknik external
control, artinya guru senantiasa selalu mengontrol kedisiplinan peserta
didik.
B. Pemeliharaan
dan Peningkatan Disiplin Peserta Didik
Setelah guru sebagai manajer kelas mampu
menerapkan berbagai teknik dalam membina kedisiplinan peserta didik, langkah selanjutnya adalah guru dituntut
untuk dapat memelihara dan meningkatkan disiplin pada diri peserta didik. Lou
Anne Johnson, sebagaimana dikutip oleh Wiyani, ada sepuluh langkah yang dapat
ditempuh oleh guru sebagai manajer kelas dalam memelihara dan meningkatkan
disiplin peserta didik, sebagai berikut:[7]
a. Abaikan
si pelanggar
Peserta didik sering kali berperilaku buruk untuk mendapatkan
perhatian dari guru atau bahkan menguji reaksi guru. Jika guru mudah marah,
terganggu atau terpancing, peserta didik akan mengambil keuntungan dari sikap
guru tersebut. Sebaliknya, jika guru mengabaikan perilaku buruk yang tidak
terlalu parah, peserta didik akan capek sendiri dan menjauhi perbuatan buruk
tersebut.
b. Kirimkan
pesan-pesan nonverbal
Pesan-pesan nonverbal dapat diistilahkan dengan bahasa
tubuh. Guru dapat menggunakan kontak mata, melakukan perubahan-perubahan
dalam suara dan gerak tubuh ketika peserta didik berperilaku yang tidak
diperbolehkan atau melanggar aturan guru. Misalnya, menatap dengan tajam
peserta didik yang berbuat gaduh, menggeleng-gelengkan kepala terhadap perilaku
peserta didik yang mengganggu temannya belajar, mendekati peserta didik yang
berbuat onar, atau dapat bergerak mengelilingi kelas agar peserta didik tetap
tertib dalam mengikuti kegiatan-kegiatan mengajar.
c. Memberikan
kartu perilaku
Sebagian besar peserta didik bertipe visual atau kinestetik,
sehingga kemungkinan mereka kurang kuat dalam merespon permintaan verbal guru
atau bahkan mereka akan mudah cepat lupa terhadap peringatan-peringatan yang
guru berikan kepadanya agar mereka mau duduk dengan tenang di dalam kelas.
Solusinya, guru dapat membuat kartu perilaku yang
berwarna-warni yang berisi pesan guru kepada peserta didik yang tidak disiplin
atau berperilaku buruk. Bagi peserta didik yang masih muda, seperti ditingkat
SD dan SMP, tulislah pesan seperti ini:
BERHENTI DAN PIKIRKANLAH !
KAMU SEHARUSNYA LEBIH SOPAN
SAYA INGIN BERBICARA DENGANMU TENTANG HAL INI
NANTI
|
Sementara bagi peserta didik yang lebih tua, seperti di
tingkat SMA atau tingkat perguruan tinggi, misalnya tulislah pesan seperti ini:
PERILAKUMU KALI INI TIDAK DAPAT DITERIMA
MOHON LEBIH SOPAN
KEMBALIKAN KARTU INI-SENDIRI-SETELAH JAM
SEKOLAH
|
Jika seorang peserta
didik mulai mengganggu kegiatan belajar-mengajar didalam kelas, guru dapat
berjalan ke arahnya kemudian memberikan kartu perilaku diatas mejanya. Biasanya
si peserta didik akan menghentikan perilaku buruknya saat itu. Meninggalkan
kartu perilaku di atas meja dapat berfungsi sebagai peringatan visual bagi
peserta didik yang mudah lupa.
d. Ajak
berbicara cepat
Jika kartu perilaku gagal digunakan oleh guru dalam mengatasi
ketidakdisiplinan peserta didik di dalam kelas, guru dapt mengajaknya keluar
kelas. Setelah mengajak peserta didik yang tidak disiplin keluar kelas, dengan
cepat guru menanyakan alasan mengapa ia berbuat demikian. Jika alasannya masuk
akal, guru secepatnya memberikan solusi untuk menanganinya.
e. Ambil
waktu istirahat
Jika terdapat peserta didik yang tidak disiplin didalam kelas
dan guru sudah mencoba untuk mendisiplinkannya, tetapi perilakunya tidak
berubah, guru dapat pergi sejenak menjauhi semua peserta didik. Hal tersebut
akan membuat semua peserta didik berpikir mengapa guru mereka bersikap demikian
kuemudian peserta didik saling introspeksi diri untuk memperbaiki perilakunya
jika memang perilakunya tersebut dianggap buruk.
Setelah keadaan kelas kondusif, guru dapat memasuki kelas
kembali. Namun jika keadaan kelas tak kunjung kondusif, maka guru mengajak si
peserta didik yang berperilaku buruk untuk keluar kelas dan memintanya
memikirkan apa kesalahannya dan meminta untuk memperbaikinya. Jika ia sudah
dianggap sudah memperbaiki kesalahnnya maka guru mempersilakannya masuk
kembali.
f. Telepon
orang tua si pelaku
Jika suatu saat guru menemukan peserta didik yang
indisipliner meskipun guru sudah berusaha untuk memperbaikinya, guru dapat
menelepon orang tuanya untuk memberitahukan perilaku anaknya didalam kelas.
Kemudian, meminta kepada orang tua untuk memperingatkan anaknya agar tidak
mengulangi kesalahannya.
g. Tanda
tangani kontrak
Seperti kartu perilaku yang berfungsi sebagai pengingat
visual bagi peserta didik yang mudah lupa terhadap perintah verbal atau lisan,
kotrak bagi peserta didik yang tidak disiplin juga dapat digunakan sebagai
pengingat tertulis yang efektif bagi peserta didik yang telah berjanji untuk
bekerja sama dan menegakkan tata tertib kelas.
h. Meminta
penguatan-penguatan
Penguatan ini dilakukan apabila solusi-solusi diatas tidak bisa
memberikan efek jera kepada peserta didik yang tidak disiplin. Guru dapat
bekerja sama dengan guru konseling atau kepala sekolah dalam memecahkan masalah
peserta didik. Jika hal ini belum berhasil, maka pihak sekolah dapt melibatkan
orang tua yang bersangkutan untuk menangani masalah ini.
i. Meminta
perpindahan
Jika beberapa langkah diatas masih mengalami kegagalan,
langkah selanjutnya adalah memindahkan peserta didik yang indisipliner ke kelas
lain.
j. Pindahkan
pelaku
Jika kesembilan upaya diatas masih saja mengalami kegagalan,
baik karena kekurangan dukungan rekan sejawat maupun pimpinan, pengaruh orang
tua yang berlebihan dalam komunitas sekolah, serta peraturan-peraturan sekolh
yang tidak fleksibel, guru harus memindahkan si peserta didik dari kelas secara
tidak resmi agar peserta didik yang lain tidak terganggu bahkan terpengaruh
oleh perilaku buruknya. Tempat lain yang dapat digunakan untuk memindahkannya
seperti ruang konseling atau perpustakaan.
Dari hasil amatan penulis, pemeliharaan dan peningkatan disiplin peserta didik di
kelas VIII pada guru mata pelajaran B. Indonesia yang dalam hal ini bapak rosi,
adalah dengan selalu memberikan peringatan terkait kontrak yang sudah
disepakati bersama, artinya ketika kontrak itu sudah selalu diingat, maka peserta
didik senantiasinya akan disiplin terhadap semua aturan yang ada dikelas. Selain
itu bapak rosi dalam pemeliharaan dan peningkatan disiplin peserta didik juga mengirimkan
pesan-pesan nonverbal ketika ada peserta didik yang tidak disiplin, yaitu dengan
mendekati peserta didik saat mulai tidak focus atau tidak memperhatikan pada
penjelasan yang disampaikannya.
Begitupun
juga pemeliharaan dan peningkatan disiplin peserta didik pada mata pelajaran
sejarah (Ibu Nikmatul Fitriyah) adalah dengan cara mengirimkan pesan-pesan
nonverbal. Ketika ada peserta didik yang dianggapnya tidak memperhatikan
penjelasannya, maka disitu ibu fitri diam seketika itu dan menatap kepada
peserta didik yang tidak memperhatikan itu, cara ini ampuh untuk mengembalikan
peserta didik supaya bisa memperhatikan penjelasannya. Karena cara ini tidak
hanya berdampak pada peserta didik yang tidak memperhatikan itu melainkan juga
kepada semua peserta didik yang ada di dalam kelas tersebut.
Jadi
penulis simpulkan, bahwa pemeliharaan dan peningkatan disiplin peserta didik yang
ada dikelas VIII sudah berjalan cukup baik dimana kedua guru sudah sama-sama
menggunakan pesan-pesan nonverbal untuk memelihara kedisiplinan yang ada di
dalam kelas. Selain menggunakan pesan nonverbal, bapak rosi juga selalu
mengingatkan tentang kontrak yang sudah disepakti bersama dengan peserta didik.
C.
Penerapan Hukuman dan Hadiah
Membahas
tentang disiplin maka tidak dapat lepas dengan hukuman. Pada pokonya segala
hukuman diberikan karena ada kesalahan dan bertujuan agar siswa jangan berbuat
salah lagi, dengan demikian mengandung nilai positif. Menghukum tidak sama
dengan balas dendam atau bertindak sewenang-wenang.
1. Pengertian
Hukuman dan Hadiah
Menurut tokoh pendidikan Islam,
Abdurrahman An-Nahlawi yang dikutip oleh Wiyani menyebut hukuman dengan istilah
tarhib yang berarti ancaman atau intimidasi terhadap seseorang karena
perilaku yang dilarang. Kemudian Amir Daien Indrakusuma mengartikan hukuman
sebagai tindakan yang dijatuhkan kepada peserta didik secara sadar dan sengaja
sehingga menimbulkan efek jera. Tujuannya agar peserta didik menjadi sadar dan
berjanji tidak akan mengulanginya.[8]
Sementara Ngalim Purwanto mendifinisikan
hukuman sebagai penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
seorang guru sesudah terjadi pelanggaran atau kesalahan. Kemudian Ali Imron
mengartikan hukuman sebagai suatu sanksi yang diterima oleh peserta didik
sebagai akibat dari pelanggaran terhadap aturan yng telah ditetapkan.[9]
Dari deskripsi diatas, dalam konteks
manajemen kelas, hukuman dapat didefinisikan sebagai upaya guru secara sadar
dan disengaja untuk memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan kepada peserta
didiknya yang melanggar tata tertib didalam kelas agar ia tidak mengulanginya
lagi.
Berlawanan dengan hukuman, hadiah merupakan
kenang-kenangan, penghargaan, penghormatan. Hadiah juga dapat berarti ganjaran,
yang diartikan sebagai upaya memberikan sesutau yang menyenangkan (penghargaan)
bagi peserta didik yang berprestasi baik dalam belajar maupun berperilaku.[10]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hadiah dalm
konteks manajemen kelas adalah upaya sadar dan sengaja yang dilakukan oleh guru
untuk memberikan penghargaan atau sesuatu yang menyenangkan kepada peserta
didik yang berprestasi dalam belajar atau berperilaku sesuai dengan tata
tertib. Pemberian hadiah ini bertujuan agar peserta didik dapat mempertahankan
prestasinya atau mempertahankan perilaku baiknya tersebut.
2. Macam-macam
Hukuman dan Hadiah
Beberapa macam hukuman yang umumnya diberikan
oleh guru kepada peserta didik, sebagai berikut:[11]
a. Menatap
tajam peserta didik
Jika ada seseorang atau beberapa peserta didik yang melanggar
tata tertib di kelas, guru dapat memberikan hukuman ringan yakni dengan menatap
tajam mata peserta didik kemudian mendiamkannya.
b. Menegur
peserta didik
Jika dengan cara menatap tajam dan mendiamkan peserta didik
tidak ada perbaikan perilaku, maka guru dapat menegur atau memperingatkan
peserta didiknya agar tidak melakukan perilaku buruk tersebut.
c. Menghilangkan
privelege
Jika peserta didik masih melakukan perilaku buruk, maka guru
dapat meghilangkan privelege (hak-hak istimewa) si peserta didik
tersebut. Misalnya tidak boleh mengikuti pelajaran untuk beberapa saat.
d. Penahanan
di kelas
Guru dapat menghukum peserta didiknya yang melanggar tata
tertib kelas dengan menahannya didalam kelas. Biasanya guru memanggil peserta
didik kemudian memintanya untuk berdiri di depan peserta didik lainnya selama
pelajaran berlangsung.
e. Hukuman
badan
Hukuman badan ini misalnya, menjewer, mencubit, dan
sebagainya. Namun sebaiknya guru menghindari hukuman badan ini karena dapar
menimbulkan cedera bagi peserta didik.
f. Memberikan
skor pelanggaran
Hukuman dapat diberikan kepada peserta didik dengan
memberikan skor pelanggaran. Biasanya penyekoran tersebut diatur dengan
kriteria-kriteria dan prosedur tertentu. Untuk dapat memberikan hukuman ini,
guru dapat bekerja sama dengan perwakilan peserta didik untuk menentukan
kriteria pemberian skor dan prosedur pemberiannya kemudian menyosialisasikan.
g. Hukuman
denda[12]
Hukuman denda dikenakan kepada peserta didik sepanjang hal
tersebut dalam batas kewajaran/kemampuan peserta didik. Dengan adanya denda
diharapkan peserta didik tidak akan mengulangi kesalahannya, dan pembayaran
denda tersebut harus diikuti dengan pemberian kwitansi/tanda terima.
Sedangkan pemberian hadiah ditujukan untuk
memotivasi peserta didik agar mereka berperilaku sesuai dengan tata tertib
kelas. Hadiah biasanya berbentuk ucapan dan penghargaan dalam bentuk
sertifikat.
3.
Cara Memberikan Hukuman dan Hadiah
Hukuman yang diberikan oleh guru sebagai manajer kelas terhadap
peserta didiknya yang melanggar tata tertib kelas hendaknya dapat memberikan
efek jera. Oleh karena itu, hendaklah ketika memberikan hukuman guru harus
memberikan hukuman sebagai jawaban atas suatu pelanggaran, hukuman tersebut
harus bersifat tidak menyenangkan, diberikan semata-mata untuk kepentingan
peserta didik agar memperbaiki diri, bukan karena kebencian.
Ngalim purwanto yang dikutip wiyani, memberikan enam cara yang
dapat digunakan oleh guru sebagai manajer kelas saat memberikan hukuman kepada
peserta didiknya.[13]
1.
Guru harus menghukum kesalahan-kesalahan yang benar-benar terjadi jika
ia sudah tidak menemukan jalan lain untuk mendisiplinkan peserta didik.
2.
Guru menghindari tindakan mengancam dan menakut-nakuti. Jika
peserta didik diancam dan merasakan ketakutan, yang ada malah peserta didik
akan enggan belajar dikelas.
3.
Saat menghukum, hendaklah guru berperasaan halus. Pada saat
menghukum, sebaiknya guru tidak menghukum si peserta didik di hadapan banyak
orang.
4.
Dalam menghukum guru hendaknya bersikap adil. Ini berarti bahwa:
a). guru tidak membeda-bedakan peserta didik, b). hukuman harus sepadan dengna
kesalahan yang dilakukan. c). hukuman diberikan dengan menyesuaikan kepribadian
peserta didik.
5.
Hukuman dan pelanggaran sebaiknya harus ada hubungannya.
6.
Hukuman yng diberikan guru hendaknya dapat menimbulkan rasa
tanggung jawab kepada peserta didik. Peserta diberikan kesadaran bahwa
senantiasa berani memikul tanggung jawab atas segala perbuatan yang sudah
dilakukannya.
Berbeda dengan pemberian hukuman, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan oleh guru dalam memberikan hadiah:[14]
1.
Untuk memberikan hadiah yang mendidik guru harus mengenal betul
peserta didiknya dan mengerti bagaimana caranya menghargai mereka dengan tepat.
2.
Hadiah yang diberikan kepada peserta didik hendaknya tidak
menimbulkan iri hati atau cemburu bagi peserta didik lainnya yang merasa
perilakunya juga lebih baik darinya, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
3.
Memberi hadiah hendaklah hemat. Jika terlalu sering memberikan
hadiah akan menjadi kurang bermakna.
4.
Jangan memberi hadiah dengan menjanjikannya terlebih dahulu
sebelum peserta didik menunjukkan perilaku baiknya. Hadiah yang telah
dijanjikan terlebih dahulu hanya akan membuat peserta didik berperilaku
semata-mata hanya untuk mendapatkan hadiah.
5.
Guru harus berhati-hati dalam memberikan hadiah. Jangan sampai
hadiah yang diberikan guru dianggap oleh peserta didik sebagai upah.
Berdasarkan hasil amatan yang dilakukan oleh penulis
dikelas VIII MTs. Tarbiyatun Nasyiin 1 Grujugan, pada guru mata pelajaran B.
Indonesia (Bapak Rosi) dalam memberikan hukuman disesuaikan dengan kontrak yang
dibuatnya bersama peserta didik, missal ketika ada peserta didik yang datang
terlambat maka hukumannya adalah hukuman badan yaitu dengan berdiri di depan
kelas sampai pelajaran selesai. Meskipun kenyataannya Datang Terlambat adalah
termasuk kategori pelanggaran ringan. Karena memang bapak rosi sudah ada
kontrak khusus dengan peserta didik. Menurut bapak rosi ketika peserta didik
melakukan pelanggaran yang berat maka yang berwenang disitu adalah waka
kesiswaan, karena untuk guru BK di MTs. Tarbiyatun Nasyiin masih belum ada
pengganti ibu yuni yang berhenti karena ingin memfokuskan pada 1 lembaga
pendidikan negeri. Misalya kalau siswa bertengkar maka yang memberi hukuman
adalah waka. Kesiswaan yang dalam hal ini, bapak juhari, S.Pd. Beliaulah yang
nanti akan memutuskan hukumannya, berbeda juga ketika peserta didik yang
melakukan pelanggaran berat, seperti Hamil atau menghamili maka nanti yang
memutuskan adalah kepala sekolah, namun sampai saat ini tidak ada yang
melakukan pelanggaran seperti itu.[15]
Demikian juga dengan ibu fitri (guru mata
pelajaran sejarah) dalam memberikan hukuman juga menyesuaikan dengan tingkat
pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik, ketika masuk pada pelanggaran
ringan, maka hukumannya hanya teguran lisan. Seperti yang dilakukan pada
peserta didik yang bergurau, ibu fitri memberikan hukuman teguran kepada
peserta didik yang melakukan pelanggaran, karena memang pelanggarannya hanya
sebatas kewajaran.
Hasil amatan yang penulis lakukan di kelas VIII
MTs. Tarbiyatun Nasyiin 1 Gurujugan, mengenai cara memberikan hukuman adalah
pertama, guru memberikan peringatan atau teguran terlebih dahulu, setelah itu
guru memberikan hukuman kepada peserta didik karena dinilai tidak mengindahkan
perjanjian yang sudah dibuat. Lain lagi ketika ada pelanggaran siswa membawa
hp, maka disitu hukumannya adalah membuat perjanjian tidak akan membawa hp
lagi, dan hpnya disita selama 3 hari, kemudian ketika melanggar lagi maka
hukumannya di sita 1 minggu, melanggar lagi hukumannya disita 1 bulan, dan
melanggar lagi hukumannya 3 bulan terus ketika diulangi lagi maka hukumannya
disita selama 1 semester.
Penulis menganilis hukuman sudah dilakukan
dengan baik oleh MTs. Tarbiyatun Nasyiin, namun kekurangannya tidak ada hadiah
yang bisa menarik untuk melakukan disiplin. Penulis menganalisis, bahwa peserta
didik menegakkan kedisiplinan karena takut dihukum oleh guru. Hadiah yang
diberikan hanya sebatas nilai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembinaan disiplin kelas pada kelas VIII MTs. Tarbiyatun Nasyiin 1
Grujugan terdapat perbedaan teknik guru dalam pembinaan disiplin kelas,
bahwasanya pada guru mata pelajaran Indonesia menggunakan teknik cooperative control, dimana guru dan
peserta didik bekerja sama dalam menegakkan disiplin kelas. Sedangkan pada guru
mata pelajaran sejarah menggunakan teknik external
control, artinya guru senantiasa selalu mengontrol kedisiplinan peserta
didik.
Pemeliharaan
dan peningkatan disiplin peserta didik yang ada dikelas VIII sudah berjalan
cukup baik dimana kedua guru sudah sama-sama menggunakan pesan-pesan nonverbal
untuk memelihara kedisiplinan yang ada di dalam kelas. Selain menggunakan pesan
nonverbal, bapak rosi juga selalu mengingatkan tentang kontrak yang sudah
disepakti bersama dengan peserta didik.
Penerapan
hukuman pada kelas VIII MTs. Tarbiyatun Nasyiin 1 Grujugan, sudah berjalan
cukup baik, namun pada pemberian hadiah dirasa tidak sebanding dengan hukuman
yang sudah ada pada lembaga tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz Muliani. Manajemen Kelas. Surabaya: CV
Bintang, 2011.
Prihatin Eka. Manajemen
Peserta Didik. Bandung: Alfabeta, 2011.
Wiyani, Novan Ardy. Manajemen Kelas:
Teori dan Aplikasi untuk Menciptakan Kelas yang Kondusif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2013.
[1]
Muliani Aziz, Manajemen Kelas (Surabaya:
CV Bintang, 2011), hlm. 74
[2] Novan Ardy Wiyani, Manajemen Kelas: Teori
dan Aplikasi untuk Menciptakan Kelas yang Kondusif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 162-168
[3] Eka Prihatin, Manajemen
Peserta Didik (Bandung: Alfabeta,
2011), hlm. 96
[5]
Fahrur Rosi, S.Pd. Guru Bahasa Indonesia, (wawancara di ruang TU pada tgl.
15/05/2016 pukul 10.00 Wib)
[6]
Ibu Nikmatul Fitria, Guru Sejarah, (Wawancara diruang guru, pada tgl.
15/05/2016 pukul 11.00 Wib
[7]
Novan Ardy Wiyani, hlm. 169-173
[8] Novan Ardy Wiyani, hlm. 175
[9] Ibid, hlm. 175
[10] Ibid, hlm. 176
[11] Ibid, Novan Ardy Wiyani, hlm. 176-178
[12]
Ibid, Eka Prihatin, hlm. 105
[13]
Ibid, Novan Ardy Wiyani, hlm.
178-179
[14] Ibid, Novan Ardy
Wiyani, hlm. 180
[15]
Fahrur Rosi, S.Pd. Guru Bahasa Indonesia, (wawancara di ruang TU pada tgl.
15/05/2016 pukul 10.00 Wib)