Syi'ir seringkali kita mendengar istilah tersebut dalam buku-buku sejarah kebudayaan bangsa arab terutama pra islam. Istilah tersebut secara etimologis diambil dari asal kata شعر يشعر شعرا وشعورا yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi atau mengubah sebuah syair. pada kesempatan kali ini saya akan share makalah tentang "Pengertian Syi'ir dan Sejarah Munculnya Syi'ir serta Macam-macam Syi'ir dalam Kajian Kebudayaan Bangsa Arab". semoga makalah ini bermanfaat bagi sahabat pembaca. selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Menurut pandangan bangsa Arab, Syair merupakan puncak keindahan dalam
sastra, sebab syair itu adalah suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari
kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal, karena itu bangsa Arab lebih
menyenangi syair dibandingkan dengan hasil satra lainnya.
Apabila dibandingkan antara karangan-karangan ataupun khutbah, maka yang
dapat berpengaruh lebih dahulu dihati seseorang adalah gubahan syair, karena
gubahan syair itu dapat langsung dirasakan dalam hati walaupun tidak dipikirkan
terlebih dahulu. Disini dapat kita ketahui dengan jelas bahwa bangsa Arab lebih
menyukai syair daripada bentuk prosa lainnya.
Keistimewaan bangsa Arab adalah meraka mempunyai perhatian yang besar
terhadap bahasa dan keindahan sastra, karena mereka mempunyai perasaan yang
halus dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu. Dua sifat ini menjadi faktor
utama mereka untuk mempunyai kelebihan dan kemajuan dalam bahasa. Karena
keindahan bahasa akan bersandarkan pada perasaan yang halus dan daya khayal
yang tinggi. Dengan kedua sifat ini maka bangsa Arab dapat mengeluarkan segala
yang bergejolak dalam jiwanya dalam bentuk gubahan syair yang indah. Hal ini
pula berkenaan dengan peranan atau kedudukan penyair dalam masyarakat Arab. Seorang
penyair yang hebat mampu membela kehormatan kaum dan keluarga kabilahnya. Oleh
karena itu, Bangsa Arab menganggap betapa pentingnya peranan syiir dan penyair,
sampai mereka sering memperalat seorang penyair sebagai seorang yang dapat
memberi semangat dalam perjuangan, memberi sokongan suara bagi seorang untuk
dapat diangkat sebagai kepala kabilah, dan ada pula yang menggunakan mereka
sebagai perantaraan untuk mendamaikan dua lawan yang saling bermusuhan, bahkan
ada juga yang menggunakan penyair untuk meminta maaf dari seorang penguasa.
Dari pemaparan di atas kami tertarik untuk menggali lebih dalam lagi
mengenai syair dalam kehidupan bangsa Arab dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian syiir?
2.
Bagaimanakah sejarah munculnya syiir?
3.
Apa saja macam-macam syiir?
4.
Apa saja ciri-ciri syiir?
5.
Bagaimanakah analisis syiir jahiliyah (Umruul Qaisy)?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian syiir
2.
Untuk Sejarah munculnya syiir arab
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis syiir
4.
Untuk mengetahui ciri-ciri syiir
5.
Untuk mengetahui analisis syiir jahiliyah (Umruul Qaisy)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Syiir
Syir, seringkali kita mendengar istilah tersebut dalam buku-buku sejarah
kebudayaan bangsa arab terutama pra islam. Istilah tersebut secara etimologis
diambil dari asal kata شعر يشعر شعرا وشعورا
yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi atau mengubah sebuah
syair. Sedangkan menurut Jurji Zaidah, syair berarti nyanyian (Al-Ghina),
lantunan (Insyadz), atau melagukan (Tartil). Asal kata ini telah
hilang dari bahasa arab, namun masih ada dalam bahasa lain seperti syuur dalam
bahasa ibrani yang berarti suara, nyanyian, melantunkan lagu. Diantara sumber
kata syiir adalahشير (syir)
yang berarti kasidah atau nyanyian-nyanyian, yang terdapat dalam kitab taurat
juga menggunakan nama ini.[1]
Menurut Al-Aqqad, kata Syir harus dikembalikan pada makna aslinya, yaitu
bahasa smith. Kata شيرو pada suku
Aqqadi kuno merujuk pada suara nyanyian gereja. Dari kata ini, kemudian pindah
ke dalam bahasa ibrani (شير) dengan arti melagukan (Insyadz) dan ke dalam
bahasa aramiyah yang bersinonim denganشور ,ترنم (menyanyikan)
dan ترتيل (melagukan).
Namun, sejarah menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi lebih dulu berkelud dalam
dunia nadzam dari pada orang Hijaz. Dengan demikian menunjukkan bahwa
pengalaman dan kemahiran mereka telah memperkuat keberadaan Syi’ir yang
berkaitan dengan kasidah dan nyanyian. Berdasarkan sumber itu, orang-orang Arab
dipandang kuat telah mengambil شير dengan huruf ain,
jadilah kata Sy’ir (شعر). Kata inilah kemudian digunakan pada kata syair
secara universal.[2]
Bagi orang arab, kata syi’ir mempunyai arti tersendiri sesuai dengan
pengetahuan, kemampuan, dan kebiasaan mereka. Dalam pandangan mereka, sy’ir
berarti pengetahuan, kemampuan dan kebiasaan mereka. Karena sy’ir mempunyai
arti kepandaian dan pengetahuan, maka pelakunya dikenal dengan al-Fathin(cerdik
pandai). Sedangkansecara Terminologi terdapat beberapa definisi, di antaranya:
- Menurut DR. Ali Badri :
اَلشِّعْرُ هُوَ
كَلاَمٌ مَوْزُوْنٌ قَصْدًا بِوَزْنِ عَرَبِيٍّ.
Syi’ir adalah suatu kalimat yang sengaja disusun dengan menggunakan irama
atau wazan arab.
- Menurut Ahmad Hasan Az-Zayyat :
اَلشِّعْرُ هُوَ
الكَلاَمُ الْمَوْزُوْنُ الْمُقَفَّى الْمُعَبِّرَ عَنِ اْلأَخِيْلَةِ
الْبَدِيْعَةِ وَ الصُّوَرِ الْمُؤَثِّرَةِ الْبَلِيْغَةِ.
Syi’ir adalah suatu kalimat yang berirama dan bersajak yang mengungkapkan
tentang hayalan yang indah dan juga melukiskan tentang kejadian yang ada.[3]
- Menurut Para Ahli Kesusastraan Arab :
أَمَّا الْمُحَقِّقُوْنَ مِنَ اْلأُدَبَآءِ فَيَخُصُّوْنَ الشِّعْرَ بِأَنَّهُ
الْكَلاَمُ الْفَصِيْحُ الْمَوْزُوْنُ الْمُقَفَّى الْمُعَبِّرَ غَالِبًا عَنْ
صُوَرِ الْخَيَالِ الْبَدِيْعِ.
Syi’ir adalah suatu kalimat yang fasih, berirama, bersajak, biasanya
melukiskan tentang khayalan/imajinasi yang indah.
d.
Menurut Stadmon ( Penyair barat ) :
اَلشِعْرُ هُوَ اللُّغَةُ الْخَيَالِيَّةُ الْمَوْزُوْنَةُ الَّتِى تُعَبِّرُ
عَنِ الْمَعْنَى الْجَدِيْدِ وَ الذَّوْقِ وَ الْفِكْرَةِ وَ الْعَاطِفَةِ وَ عَنْ
سِرِّ الرُّوْحِ الْبَشَرِيَّةِ.
Syi’ir adalah bahasa yang mengandung khayalan dan berirama yang
mengungkapkan tentang suatu arti dan perasaan serta ide yang timbul dari dalam
jiwa penya’ir.[4]
Dari definisi tersebut di atas kami menyimpulkan definisi syiir adalah
اَلشِعْرُ هُوَ كَلاَمٌ
يُقْصَدُ بِهِ الْوَزْنُ وَ الْقَافِيَةُ وَ يُعَبِّرُ عَنِ اْلأَخْيِلَةِ
الْبَدِيْعَةِ.
Syi’ir adalah suatu kalimat yang sengaja disusun dengan menggunakan irama
dan sajak yang mengungkapkan tentang khayalan atau imajinasi yang indah.
B.
Sejarah Munculnya Syiir
Keadaan bangsa Arab pada masa sebelum Islam datang dikenal suka berperang,
berfoya-foya dan menyembah berhala, akan tetapi mereka dikenal cukup luas
karena keahliannya dalam bidang sastra. Mereka sangat terkenal karena bahasa
dan syairnya. Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki sejarah panjang sesuai
dengan kekayaan yang didapat sampai saat ini. Bahasa arab yang sekarang kita
tahu adalah kerabat dekat dengan bahasa semitik, misalnya akkad/babylonia,
aram, nabatea, ibrani, feonisia dan dialek kan’an
lainnya. Dari sebagian banyak bahasa semitik pada waktu itu hanya bahasa
Arablah yang masih bertahan sampai sekarang.
Syair pada waktu itu adalah bagian dari kehidupan orang-orang Arab pra
Islam. Apa yang menjadi aktivitas orang-orang pra Islam pada waktu itu menjadi
sebuah manifestasi yang begitu banyak yang diabadikan di dalam puisi. Oleh
karenanya tema-tema yang ada pada waktu itu berkisar hanya pada kegiatan
sehari-hari mereka, terutama yang paling banyak menjadi tema adalah tentang
kesukuan. Syair pada waktu itu bisa menjadi sebuah senjata yang bisa membuat
hasrat manusia berdebar, tersanjung, dan memuji sehingga orang yang
mendengarkannya merasa terbuai.[5]
Bahkan fanatisme orang-orang Arab yang masih akut sekali kesukuannya
menjadi hal paling penting dalam bentuk suatu syair pada waktu itu. Semangat
kepahlawanan ditunjukan di dalam puisi bukan tak lain untuk menyemangati
orang-orang yang akan ikut berperang. Tema dari sy’iir-sy’iir orang Arab pra
Islam menurut Ismail Al-Faruqi terjadi karena disebabkan oleh adanya dua
keadaan yang sangat beragam, yakni hedonisme dan romantisisme. Hedonisme
artinya, bahwa mereka hanya mengejar kehidupan yang bersifat nisbi, mereka
tidak terlalu percaya akan adanya hari pembalasan dan menikmati kehidupan,
mengejar kebahagiaan adalah tujuan mereka. Sementara romantisisme
mungkin lebih pada bagaimana mereka mengagungkan seseorang dalam prihal perang
yang terus menerus atau kepahlawanan.[6]
Dalam bangsa arab ada yang namanya Ayyam Al-Arab yaitu peristiwa-peristiwa penting yang menimpa
masyarakat Arab, dan Al-Ansab (genealogi) secara umum menjadi simbol kebanggan
masyarakat Arab. Ayyam Al-Arab merekam peristiwa-peristiwa atau
peperangan-peperangan yang pernah terjadi antar kabilah atau antar suku.
Sedangakan Al-Ansab memuat silsilah keturunan, dan mereka merasa bangga apabila
berasal dari keturunan yang terhormat. Dua jenis pengetahuan ini banyak
tersimpan dalam karya sastra, baik berupa syair maupun prosa.
Dalam sejarah kesusasteraan Arab, munculnya prosa
lebih awal dari pada syi’ir, karena prosa tidak terikat dengan aturan-aturan
sebagaimana yang ada dalam syair. Pernyataan ini berbeda dengan Thaha Husein
yang menyatakan sebaliknya, bahwa syair lebih dahulu dari pada prosa, karena
syair terikat dengan rasa sastra dan imajinasi yang tinggi.[7]
Perkembangan ini baru berkembang dengan perkembangan setiap individu dan
kelompok masyarakat. Sementara Ulama Lughah dan para kritikus sastra
berpendapat bahwa keberadaan prosa lebih dulu dari pada syi’ir. Karena prosa
merupakan karya sastra yang bebas, tidak terikat (muthlaq), sedangkan
syair adalah karya sastra yang terikat dengan aturan (muqayyad).
Syi’ir Arab itu muncul dan berkembang menuju
kesempurnaan mulai dari bentuk ungkapan kata yang besar (mursal) menuju sajak
dan dari sajak menuju syi’ir yang berbahar ramal, kemudian menuju syi’ir yang
berbahar rajaz. Mulai fase inilah syi’ir Arab dikatakan sempurna dan dalam
tempo yang cukup lama berkembang menjadi susunan kasidah yang terikat dengan
aturan wazan dan qafiah.[8]
C.
Macam-macam Syiir
Jika
puisi Arab ditinjau dari segi bentuk dan isinya, maka terbagi menjadi
bermacam-macam, antara lain:
1.
Puisi Multazim/ Tradisional, Puisi Tradisional
adalah puisi yang masih terikat dengan aturan wazan qafiyah. Seperti pada
syi’ir Kasidah Imrul Qais:
قضانبك
من ذكرى حبيب رمنزل
بسقط
اللوى بين الدخول فحومل
2. Puisi
Mursal/ Mutlak, Puisi Mursal adalah puisi yang terikat dengan satuan irama atau
ta’filah, dan tidak terikat oleh wazan dan qafiyah tertentu.
3. Puisi
Mantsur/ bebas, Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan wazan
dan qafiah yang ada. Contoh:
شكوى
شاك إلى البحرى اضطرب
خواطر فيجيبنى برياحه
الهوجاء
ثاو على صخر أصم وليت لي قلبا كهذي الصخرة
الصماء
Sedangkan puisi ditinjau dari segi maknanya:
a.
Puisi Qashashi
Yaitu
puisi yang materinya menyebutkan tentang beberapa kejadian dan peristiwa yang
ada dalam satu bentuk kisah, dengan di sertai pembukuannya, pandangan-pandangan
atau arahnya, dan diceritakan pula pelaku-pelakunya. Contohnya seperti kisah
“Ilyadzah Humirus bagi bangsa Yunani”
الياذة هو ميروس عند اليونا ن
b. Puisi
Tamsili
Puisi
Tamsili adalah puisi yang isinya melukiskan suatu kejadian atau kisah, dengan
mengemukakan padangan-pandangan dan peranan-peranan yang dilakukan oleh para
pelakunya, serta ditamppilkan di depan penonton. Biasanya dilakukan dengan cara
bercakap-cakap atau berdialog antara para pelaku tersebut.
Sedangkan unsur-unsur syiir yaitu: adanya Kalimat/ bahasa, bahar, Qofiyah, Kesengejaan bersyiir, khayalan/ imajinasi. Qafiyah, adalah sebuah ilmu yang membahas
ujung kata di dalam bait syiir yang terdiri dari huruf akhir yang mati di ujung bait sampai dengan
huruf hidup sebelum huruf mati.
Bahar, adalah wazan (timbangan) tertentu yang dijadikan pola dalam
menggubah syi'ir arab. Menurut Imam Kholil, jumlah bahar ada 15,
sedangkan menurut imam Akhfasy jumlah bahar ada 16, dengan
menambahkan satu bahar lagi, yakni bahar mutadarik.
Macam-macam Bahar
dalam 'Ilmu 'Arudh:
1. Bahar Thowil
Juz Tafa'ilnya adalah: فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن # فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن
2. Bahar Madid
Juz tafa'ilnya adalah: فاعلاتن فاعلنفاعلاتن
فاعلن # فاعلاتن فاعلنفاعلاتن
فاعلن
3. Bahar Basit
Juz tafa'ilnya adalah: مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن # مستفعلن فاعلنمستفعلن
فاعلن
4. Bahar Wafir
Juz tafa'ilnya adalah: مفاعلتن مفاعلتن مفاعلتن # مفاعلتن مفاعلتن مفاعلتن
5. Bahar Kamil
Juz tafa'ilnya adalah: متفاعلن متفاعلن متفاعلن # متفاعلن متفاعلن متفاعلن
6. Bahar Hazj
Juz tafa'ilnya adalah: مفاعيلن مفاعيلن مفاعيل # مفاعيلن مفاعيلن مفاعيلن
7. Bahar Rajaz
Juz tafa'ilnya adalah: مستفعلن مستفعلن مستفعلن # مستفعلن مستفعلن مستفعلن
8. Bahar Raml
Juz tafa'ilnya adalah: فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن # فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن
9. Bahar Sari'
Juz tafa'ilnya adalah: مستفعلن مستفعلن مفعولات # مستفعلن مستفعلن مفعولات
10. Bahar Munsarah
Juz tafa'ilnya adalah: مستفعلن مفعولات مستفعلن # مستفعلن مفعولات مستفعلن
11. Bahar Khofif
Juz tafa'ilnya adalah:فاعلاتن مستفعلن فاعلاتن # فاعلاتن مستفعلن فاعلاتن
12. Bahar Mudhori'
Juz tafa'ilnya adalah:مفاعيلن فاعلاتن مفاعيلن # مفاعيلن فاعلاتن مفاعيلن
13. Bahar Muqtadhob
Juz tafa'ilnya adalah: مفعولات مستفعلن مستفعلن # مفعولات مستفعلن مستفعلن
14. Bahar Mujtats
Juz tafa'ilnya adalah: مستفعلن فاعلاتن فاعلاتن # مستفعلن فاعلاتن فاعلاتن
15. Bahar Mutaqarib
Juz tafa'ilnya adalah: فعولن فعولن فعولن فعولن # فعولن فعولن فعولن فعولن
16. Bahar Mutaqarib
Juz tafa'ilnya adalah: فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن # فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن
Dibawah ini adalah beberapa
contoh syi'ir dengan bahar-bahar di atas:
(البحر الطاويل)
اَلاَلاَتَنَمْ فِي اْلفَصْلِ وَاسْمَعْ مُدَرِّسًا # وَسَكِّتْ
كَنَحْوِالْجُنْدِ وَالْمَالِكِ الْمَلاَ
“Ingat ! Jangan tidur
di kelas, dengarkanlah bapak ibu guru, dan diamlah seperti prajurit dihadapan
seorang raja yang berwibawa”
(البحر الهزج)
تَوَضَّعْتُمْ عَلَى الْشَّيْخِ # بِحُرْمَاتٍ وَاِخْلاَصٍ
“Kalian semua telah
bertawadhu terhadap sang guru dengan hormat dan ikhlas”
(البحر الطاويل)
وَاِنْ كَانَ عَالِمً فَحُسْنَى بِقَائِلٍ # وَاِنْ كَانَ جَاهِلاً فَحُسْنَى
بِسَاكِتٍ
“Ketika engkau adalah
seorang alim maka lebih baik berbicara, Ketika engkau adalah orang bodoh maka
lebih baik diam”
(البحر الهزج)
تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللّه # اِذَاكُنْتُمْ بِلاَحَوْلٍ
“Kalian semua telah
bertawakkal kepada Allah SWT ketika kalian semua sudah tak ada daya upaya”
(البحر الرجز)
اِجْعَل لِسَانِيْ سَالِمً # لاَكِذْبَ بَلْ بِاالصِّدْقِ كُلْ
“Ya Allah, jadikanlah
lisanku penyelamat, tiada berbohong melainkan penuh dengan kebenaran”
(البحر الرمل)
كُلْ طَعَامًا بِحَلاَلٍ طَيِّبٍ # كُلْ اِذَاكَانَ بِجَا ئِعٍ شَابِعًاقِفْ
“Makanlah makanan
dengan cara yang halal lagi baik, makanlah ketika lapar dan ketika sudah
kenyang berhentilah”
(البحر البسيط)
يَاصَاحِبِيْ قُلْ كَلاَمً فَضِلاً # وَانْقِصْ كَلاَمًا بِمَا لاَنَافِعًا
“Hai Kawan, Bicaralah
pembicaraan yang utama, dan kurangilah pembicaraan yang tiada manfaat”
(البحر الكامل)
وَاِذَا نَظَرْتَ مَرْأَةً لَكَ نِعْمَةٌ # وَكَمَا نَظَرْتَ بِبَعْدِهِ لَكَ
عَاصِيًا
”Tatkala kamu melihat
wanita (yang pertama) adalah nikmat bagimu # Sebagaimana kamju melihat
setelahnya, kamu adalah orang yang bermaksiyat”
(البحر الوافر)
لَقَدْعَمَلَتْ حَبِيْبَةُ عَنْ # وَظِيْفَتُهَا بِكَامِلَةٍ
“Sungguh, sang
kekasih telah melakukan peranya dengan begitu sempurna”
(البحر الطاويل)
وَحَرِّسْ لِسَانَكَ مِنَ الْكِذْبِ وَالْحِقْدِ # لِسَانٌ كَلَحْمٍ فِيهِ
سَيْفٌق شَدِيدٍحَدْ
“Jagalah lisanmu dari
bohong dan hasut, karena lisan seperti daging yang di dalamnya terdapat pedang
yang sangat tajam
D.
Ciri-ciri Syiir
Di antara cir-ciri
syiir adalah sebagai berikut:
a.
Setiap bait terdiri dari emat baris,
b.
Setiap baris terdiri dari 8-14 suku kata,
c.
Semua baris adalah isi dan
d.
menggunakan bahasa kiasan
E.
Analisis syiir
Dijelaskan oleh Sukron Kamil dalam bukunya Teori Kritik Sastra Arab Klasik
dan Modern bahwa kritik sastra (dalam istilah Arabnya naqd adab) adalah mengkaji terhadap karya sastra yang menganalisis
dan menjelaskannya agar bisa dipahami dan dinikmati pembaca dan kemudian
menilainya secara objektif.[9] Kritik sastra juga diartikan sebagai
penilaian yang benar yang beranjak dari pemikiran yang baik dan indah dalam
aktifitas sastra, yang dengan pemikiran indah itu kita dapat menilai suatu
karya sastra itu bagus atau tidaknya.[10] Berikut ini adalah analisis sastra dari
Umru-Al Qaisy
a Puisi Umru al-Qais
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
غَـدَائِرُهُ مُسْتَشْزِرَاتٌ إلَى العُــلاَ # تَضِلُّ العِقَاصُ فِي مُثَنَّى وَمُرْسَــل
Kepang rambutnya menjulang keatas, terselip madari (sisir hias) saat diurai
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
وتُضْحِي فَتِيْتُ المِسْكِ فَوْقَ فِراشِهَـا # نَئُوْمُ الضَّحَى لَمْ تَنْتَطِقْ عَنْ تَفَضُّـلِ
Terbangun di pagi hari dengan taburan minyak kasturi di atas kasur melewati pagi tanpa arus disibukkan dengan baju tidur
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
كَبِكْرِ المُقَـانَاةِ البَيَاضَ بِصُفْــرَةٍ # غَـذَاهَا نَمِيْرُ المَاءِ غَيْرُ المُحَلَّــلِ
Bagaikan telor burung unta yang baru menetes putih kemerah-merahan bercampur kuning, dialiri air yang sangat bening
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
غَـدَائِرُهُ مُسْتَشْزِرَاتٌ إلَى العُــلاَ # تَضِلُّ العِقَاصُ فِي مُثَنَّى وَمُرْسَــل
Kepang rambutnya menjulang keatas, terselip madari (sisir hias) saat diurai
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
وتُضْحِي فَتِيْتُ المِسْكِ فَوْقَ فِراشِهَـا # نَئُوْمُ الضَّحَى لَمْ تَنْتَطِقْ عَنْ تَفَضُّـلِ
Terbangun di pagi hari dengan taburan minyak kasturi di atas kasur melewati pagi tanpa arus disibukkan dengan baju tidur
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
كَبِكْرِ المُقَـانَاةِ البَيَاضَ بِصُفْــرَةٍ # غَـذَاهَا نَمِيْرُ المَاءِ غَيْرُ المُحَلَّــلِ
Bagaikan telor burung unta yang baru menetes putih kemerah-merahan bercampur kuning, dialiri air yang sangat bening
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib
b Arti Mufradat
1 مُهَفْهَفَـة حفيفة اللحم = Langsing 13 تنتبه من نومها فى صخوة = Bangun pagi
2 مُفَاضَــةٍ المسترخية البطن = Ramping 14ببنان لطيف = ujung jari lentik
3 مَصْقُولَة مجلوة = berkilau 15 غَيْرَ شَثْن لبس بكز ولاغليظ = Lembut
4 السَّجَنْجَــل = Cermin 16 شجر = Pohon
5 تَـصُد تعرض عنا = Berpaling 17 بِكْر بيضة النعامة = Telor burung
6 تُبْدِي خد = Tatapan mata 18 صفرة و حمرة = Kuning & merah
7 وجِـيْد العنق = Leher 19 نَمِيْرُ المَاء الصافي = Bening
8 الرِّئْمِ الظبي الابيض = Rusa putih 20 مَنَـارَةُ سراج الراهب = Bersinar
9 فَـرع الشعر التام = Rambut 21 المُذَلَّـل المحروث = Subur
10 غَـدَائِر الدوائب = Kepang 22 فَاحِــمٍ الشديد السواد = Hitam kelam
11 مرتفعات =Menjulang keatas 23 مُطْفِـل أطفال = Beranak
12 كَشْحٍ = Pinggang 24 كَقِـنْوِ العذق = Rentetan
c.
Analisis
Unsur-Unsur Struktur
·
Ekstrinsik
(الخارجية)
Sebab Pembuatan Puisi dan hubungan dengan
masyarakat (Asbab al-Wurud).
Apabila kita analisis syi’ir umru al-Qais, ia melukiskan kecantiakan dada
pujaanya (Unaizah) bagaikan kaca tanpa cacat dan juga keindahan rambutnya
terurai bagaikan mayang kurma, dari sini kelihatan Umru al-Qais termasuk aliran
romantisme (al-madrasah al-rumantikiyyah) karena ia mengungkapkan perasaan
sebagai dasar perwujudan.
Untuk mengungkapkan hal tersebut, sastrawan
selalu berusaha menggambarkan realitas kehidupan dalam bentuk yang
seindah-indahnya dan sehalus-halusnya, sehingga terlihat tanpa cela. Gambaran
gadis yang cantik, misalnya, selalu diupayakan sesempurna mungkin, tanpa ada
cacat sedikitpun juga. Begitu pula keindahan alam atau mungkin kesedihan
biasanya digambarkan sedetail-detailnya sampai tuntas.
Syi’ir-syi’ir yang digubah oleh Umru al-Qais
di atas adalah rayuan (Ghazal) yang
mengindikasikan ia mengenal dengan baik berbagai karakter perempuan yang
berasal dari berbagai suku dan bangsa termasuk Romawi dan Persia. Umru al-Qais
yang dianggap sebagai tokoh pelopor syair Arab Jahiliyah yang berasal dari
kalangan Istana dan bangsawan, sangat terkenal dengan syi’ir-syi’ir
percintaanya. Di dalam syi’ir-syi’irnya, nuansa pencitraan perempuan secara
fisik terasa sangat kantal. Untuk itu ia memiliki konsep tersendiri tentang
perempuan ideal. Baginya perempuan ideal haruslah seorang yang muhafhafah yang
berarti bertubuh langsing dengan kulit perut yang tipis, tidak tebal juga tidak
kendor. Selain itu, ia juga harus berkulit putih, memiliki perut yang lembut,
dada yang menawan dan tampak bersinar, memiliki pipi yang ranum, berleher
jejang dan rambut hitam mayang mengurai
dengan berbagai hiasan.
·
Intrinsik
(الداخلية)
1. Bahr
Bahr
adalah Ilmu yang mempelajari pola-pola bentuk puisi Arab Klasik adalah Ilmu
Arudh. Setiap bait puisi Arab Klasik terdiri dari 2 Syatr ( bagian) yaitu Syatr
1 dan Syatr 2. Syatr 1 disebut Ash-Shadr
dan Syatr 2 disebut Al-ajz , dan setiap bait terdiri dari 6 sampai 8 Taf‟iilat.
Taf‟iilat adalah potongan- potongan dalam bait puisi Arab Klasik yang bisa
berupa gabungan antara kata dan
sebahagian kata atau gabungan sebahagian kata dan kata sesuai pola puisi Arab
Klasik.
Berdasarkan
penggunaan ilmu al-aruudh, puisi Umru al-Qais ini termasuk ke dalam Bahr
al-Thawil, karena terdiri dari 8 taf‟iilat, bentuknya lengkap (taam) dan jenis
qaafiyanya Mutawaatir. Al qaafiya menurut Al Khalil didefinisikan sebagi “kumpulan
dua huruf al-Saakin (huruf mati) yang berada di akhir bait, yang di tengahnya
terdapat huruf al-mutaharrik (huruf hidup), dan sebelum huruf mati yang pertama
terdapat huruf yang hidup. (0/0/) Tanda “/” untuk huruf yang berharakat/hidup
(al-Mutaharik) sedangkan tanda “0” untuk huruf mati (al-saakin). Dengan
analisis sebagai berikut:
مهفهفة بيضاء غير مفاضة
Al-kitab al-‘Arudhiya مفاضتن ئغير تبيضا مهفهف
مهفهفة بيضاء غير مفاضة
Al-kitab al-‘Arudhiya مفاضتن ئغير تبيضا مهفهف
Al-Isyarah
(al-Rumuz) //0//0 //0/ //0/0 //0/0
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن
تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Al-kitab al-‘Arudhiya سجنجلن لتنكس همصقو ترائبن
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن
تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Al-kitab al-‘Arudhiya سجنجلن لتنكس همصقو ترائبن
Al-Isyarah
(al-Rumuz) //0//0 //0/0 //0/0 //0//0
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن
Bentuk pola diatas disebut dengan pola bahr. Jadi hasil analisis bentuk yang penulis lakukan terhadap syi’ir umru al-Qais itu terdapat bahr al-Thawwil
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن
Bentuk pola diatas disebut dengan pola bahr. Jadi hasil analisis bentuk yang penulis lakukan terhadap syi’ir umru al-Qais itu terdapat bahr al-Thawwil
2. Diksi (Pilihan kata)
Puisi
ini dianggap sebagai contoh sebagai puisi ghazal umru al-Qais yang bertemakan
ghazal yang merupakan campuran dari kehalusan kata-kata dan ungkapan, seperti مهفهفة,
غير مفاضةmempunyai
arti yang ramping, tipis atau tidak tebal. Penggambaran ini kemudian diperkuat
dengan ungkapan yang maknanya sama. Yaitu :
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــر
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit.
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــر
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit.
3. Imajinasi
Ahmad
sl-Syayib mengatakan bahwa Khayal adalah kekuatan jiwa yang dapat membangkitkan
rasa, secara mutlak khayal merupakan kelengkapan bagi seorang penulis, penyair,
orator, novelis dan seniman.
Dari
beberapa bait di atas, kita bisa mengatakan umru al-Qais selalu menggunakan
kata-kata yang berimajinasi dalam ugungkapnya, seperti yang terdapat pada bait
di bawah ini.
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak.
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak.
Jadi
jelas dari ungkapan yang digaris bawahi ia berimajinasi bahwa tatapan mata
disamakan dengan tatapan mata sapi setelah beranak.
4. Tema Puisi
Tema
puisi Umru al-Qais adalah tentang Ghazal yang berisi ungkapan si penyair
tentang kecantikan perempuan dengan ungkapan yang berlebihan, seperti yang
terdapat pada bait syair dibawah ini:
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin.
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin.
Mungkin
kalau kata orang zaman sekarang, ungkapan tersebut termasuk ungkapan/kata
gombal yang sering diungkapkan peria yang sedang jatuh cinta kepada wanita yang
dicintainya sering mengungkapkan kata-kata yang berimajinasi, berlebihan dalam
menggambarkan wanita yang dicintainya. Begitu pula Umru al-Qais terhadap
perempuan yang dicintainya sebagaimana yang tergambar dalam bait-bait syair
dibawah ini:
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib.
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib.
Jadi,
jelas dari ungkapan Umru al-Qais yang tertuang dalam syair-syair diatas adalah
bertemakan Ghazal
5. Emosi
Emosi
yaitu perasaan pengarang yang tertuang dalam puisi tersebut, atau keadaan batin
yang kuat yang memperlihatkan kegembiraan, kesedihan, kecintaan, keharuan, atau
keberanian yang bersifat subjektif. Dari syair tersebut umru al- Qais
memperlihatkan ketertarikan atau kecintaannya terhadap perempuan sehingga
beliau menyanjung perempuan yang dicintainya. Seperti yang terdapat pada salah
satu bait puisi dibawah ini:
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
6. Aspek retorika / Balagah
Aspek retorika yang dipakai dalam syair umru al-Qais sebagai berikut
Aspek retorika yang dipakai dalam syair umru al-Qais sebagai berikut
1. Tasybih
Tasybih
menurut bahasa bermakna tamsil, yang artinya penyerupaan atau perumpamaan,
sedangkan menurut ahli ilm al-bayan adalah suatu istilah yang di dalamnya
terdapat pengertian penyerupaan atau perserikataan antara dua perkara (musyabah
dan musyabah bih). Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna
dan sarana untuk menjelaskan sifat. Dengan tasybih, maka kita dapat dapat
menambah ketingian makna dan kejelasannya serta juga dapat membuat makna tampak
lebih indah dan bermutu.
Suatu
ungkapan dinamakan tasybih jika memenuhi unsur-unsurnya. Menurut Fadilah
al-Syaikh al-‘Alamah al-Lugawiyah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimain sebuah
tasybih harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:
1) Adanya Musyabah, adalah sesuatu yang hendak diserupakan,
1) Adanya Musyabah, adalah sesuatu yang hendak diserupakan,
2)
Adanya Musyabah bih, adalah sesuatu yang diserupai, dan kedua unsur ini
disebutTharafai tasybih.
3)
Adanya Wajh al- Syibh, adalah sifat khusus yang terdapat pada tharafain.
4)
Adanya Adat al-Tasybih adalah
huruf atau kata yang digunakan untuk penyerupaan seperti kaf dan ka-anna
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Apabila
kita analisis syi’ir di atas dari segi ilm al-Balaghah ini termasuk
tasybih/penyerupaan, dalam ilmu bayan tasybih yang disebut adatnya adalah
tasybih mursal, dan tasbih yang dibuang wajh sibhnya adalah tasybih adalah
tasybih mujmal, secara lengkapnya tasybih tersebut adalah tasybih mursal mujmal
karena disebut adatnya dan dibuang wajh sibhnya .
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
Bait diatas mengandung tasybih sperti :
Musyabbah : جِـيْد
Musyabbah bih: جِيْدِ الرِّئْمِ
Adat Tasybih: ك
Wajh syibh: فَاحِـشٍ
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
Musyabbah: فَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ
Musyabbah bih: قِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــل
Adat Syibh : ك
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
Musyabbah: سَـاقٍ
Musyabbah bih:أُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــل
Adat Syibh: ك
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
Musyabbah: وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ
Musyabbah bih: أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ
Adat Syibh: ك
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib
Musyabbah: تُضِـيءُ الظَّلام
Musyabbah bih: مَنَـارَةُ
Adat Syibh: ك
Musyabbah : جِـيْد
Musyabbah bih: جِيْدِ الرِّئْمِ
Adat Tasybih: ك
Wajh syibh: فَاحِـشٍ
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
Musyabbah: فَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ
Musyabbah bih: قِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــل
Adat Syibh : ك
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
Musyabbah: سَـاقٍ
Musyabbah bih:أُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــل
Adat Syibh: ك
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
Musyabbah: وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ
Musyabbah bih: أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ
Adat Syibh: ك
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib
Musyabbah: تُضِـيءُ الظَّلام
Musyabbah bih: مَنَـارَةُ
Adat Syibh: ك
Jadi, dari hasil analisi penulis umru al-Qais
mengungkapkan suatu ide dengan menggunakan model Tasybih/penyerupaan, namun
dari sekian banyak tasybih yang ia gunakan adalah tasybih mursal mujmal karena
disebutkan adat tasybih dan dibuang wajh syibh dan Ia selalu menggunakan
penyerupaan/tasybihnya selalu memakai adat huruf kaf.
2. Majaz
Majaz
pada garis besarnya ada dua jenis, yaitu majaz lughawi dan aqli. Majaz lughawi
adalah majaz yang alaqahnya ditinjau dari aspek bahasa, sedangkan majaz aqli
adalah penisbatan suatu kata fi’il (kata kerja ) kepada fa’il yang tidak
sebenarnya. Dari hasil analisis penulis terhadap puisi umru al-Qais, ia mengungkapkan
idenya dengan menggunakan majaz isti’arah seperti yang terdapa pada bait
berikut:
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
Pada syair diatas kita menemukan ungkapan “وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـل ” (menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak).
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
Pada syair diatas kita menemukan ungkapan “وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـل ” (menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak).
Dari
perkataan tersebut, kita
dapat mengetahui bahwa ada penyamaan matanya dengan buasnya mata sapi yang
beranak.Ia menyerupakan tatapan matanya dengan tatapan mata sapi setelah
beranak, jika kita telaah kata ini “dari buasnya tatapan mata sapi” merupakan
makna majazi, makna yang sebenarnya adalah tatapan matanya umru al-Qais yang
diserupakan dengan tatapan matanya sapi. Ungkapan yang seperti ini adalah majaz
istia’arah tashrihiyyah karena yang ditegaskannya adalah musta’ar minhu (dari
buasnya tatapan mata sapi) sedangkan musta’arnya (tatapan matanya umru al-Qais)
dibuang.
3. Badi’
Al-muhasanat
al-Badi’iyat yang berjenis Tibaq seperti yang terdapat pada bait berikut ini تُضِـيءُ
الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ, dalam bait itu terdapat kata (الظَّلامَ) yang berarti gelap dan
kata(مَنَـارَةُ) yang berati terang atau bersinar, yang keduanya merupakan dua
hal yang berlawanan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syir, seringkali kita mendengar istilah tersebut dalam buku-buku sejarah
kebudayaan bangsa arab terutama pra islam. Istilah tersebut secara bahasa
diambil dari asal kata شعر يشعر شعرا وشعورا
yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi atau mengubah sebuah
syair. Sedangkan menurut istilah definisi syiir adalah
اَلشِعْرُ هُوَ
كَلاَمٌ يُقْصَدُ بِهِ الْوَزْنُ وَ الْقَافِيَةُ وَ يُعَبِّرُ عَنِ اْلأَخْيِلَةِ
الْبَدِيْعَةِ.
Syi’ir adalah suatu kalimat yang sengaja disusun dengan menggunakan irama
dan sajak yang mengungkapkan tentang khayalan atau imajinasi yang indah.
Syi’ir Arab itu muncul dan berkembang menuju kesempurnaan mulai dari bentuk
ungkapan kata yang besar (mursal) menuju sajak dan dari sajak menuju syi’ir
yang berbahar ramal, kemudian menuju syi’ir yang berbahar rajaz. Mulai fase
inilah syi’ir Arab dikatakan sempurna dan dalam tempo yang cukup lama
berkembang menjadi susunan kasidah yang terikat dengan aturan wazan dan qafiah.
Jika
puisi Arab ditinjau dari segi bentuk dan isinya, maka terbagi menjadi
bermacam-macam, antara lain: Puisi Multazim/ Tradisional, Puisi Tradisional
adalah puisi yang masih terikat dengan aturan wazan qafiyah. Puisi Mursal/
Mutlak, Puisi Mursal adalah puisi yang terikat dengan satuan irama atau
ta’filah, dan tidak terikat oleh wazan dan qafiyah tertentu.Puisi Mantsur/
bebas, Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan wazan dan qafiah
yang ada.
Sedangkan puisi ditinjau dari segi maknanya:
pertama, Puisi Qashashi. Yaitu puisi yang materinya menyebutkan tentang
beberapa kejadian dan peristiwa yang ada dalam satu bentuk kisah, dengan
disertai pembukuannya, pandangan-pandangan atau arahnya, dan diceritakan pula
pelaku-pelakunya. Puisi Tamsili. Kedua
Puisi Tamsili adalah puisi yang isinya melukiskan suatu kejadian atau kisah,
dengan mengemukakan padangan-pandangan dan peranan-peranan yang dilakukan oleh
para pelakunya, serta ditamppilkan didepan penonton. Biasanya dilakukan dengan
cara bercakap-cakap atau berdialog antara para pelaku tersebut. Ketiga Puisi
Ghina-I, Yaitu penyairnya mensifati apa yang sedang terasa didalam hati,
sanubarinya, dan apa yang terasa didalam jiwanya, baik gejolak tersebut berupa
kesenangan, kebencian, kegembiraan, kesusahan, kemarahan maupun kerelaan
Sedangkan Ciri-ciri Syiir : Setiap bait terdiri
dari emat baris, Setiap baris terdiri dari 8-14 suku kata, Semua baris adalah
isi dan menggunakan bahasa kiasan. dijelaskan oleh Sukron Kamil
dalam bukunya Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern bahwa kritik sastra
(dalam istilah Arabnya naqd adab)
kritik sastra adalah mengkaji terhadap
karya sastra yang menganalisis dan menjelaskannya agar bisa difahami dan
dinikmati pembaca dan kemudian menilainya secara objektif. Kritik sastra juga diartikan sebagai
penilaian yang benar yang beranjak dari pemikiran yang baik dan indah dalam
aktifitas sastra, yang dengan pemikiran indah itu kita dapat menilai suatu
karya sastra itu bagus atau tidaknya. Berikut ini adalah analisis sastra dari
Umru-Al Qaisy.
DAFTAR
PUSTAKA
Muzakki,Akhmad,Kesusastraan Arab;
PengantarTeoridanTerapan, Yogyakarta :Ar-Ruzz Media, 2006
Ali, Affandi,Adang,StudiSejarah
Islam, Jakarta: Binacipta, 1995
Maksum, Pengaruh Islam Terhadap Sastra Arab:
StudiAnalisisTerhadapSyi`ir Hassan BinTsabit,Jakarta: NuansaMadani, 2002
Hamid,Mas`an, IlmuArudl
dan qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas,
1995
Sayyid,
Al-Hasyimi, Ahmad, Jawahirul Adab, juz II, DArul-Fikri, cet. ke 26, Mesir, 1965
Kamil, Sukron,Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan
Modern,Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Aidia,Zakii, Muallaqat yang tersisa dari sejarah ada pada
syair,2012
http://zakiiaydia.com/2012/07/29/muallaqat-yang-tersisa-dari-sejarah-ada-pada-syair/
diakses 11/06/2013
[1]Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab;
Pengantar Teori dan Terapan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2006), h. 41
[4]Maksum, Pengaruh Islam Terhadap Sastra Arab: Studi
Analisis Terhadap Syi`ir Hassan Bin Tsabit, (Jakarta: Nuansa Madani, 2002),
hal. 18
[5]Ali dan Adang Affandi, Studi
Sejarah Islam, (Jakarta: Binacipta, 1995), h. 45-46
[6]Zakii Aidia,, 2012, Muallaqat
yang tersisa dari sejarah ada pada syair,
http://zakiiaydia.com/2012/07/29/muallaqat-yang-tersisa-dari-sejarah-ada-pada-syair/
diakses 11/06/2013.
[8]Mas’an Hamid, yang dikutib dari
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Jawahirul Adab, juz II, DArul-Fikri, cet. ke 26,
Mesir, 1965, hal.24
[9]Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern,
( Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Hal.52.