Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1), evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelengara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan. untuk mengetahui Pengembangan Evaluasi Pendidikan Islam lebih lanjut, silahkan baca artikel dibawah ini. semoga bermanfaat.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya sadar dan tanggung jawab untuk
memelihara,
membimbing dan
mengarah kan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan peserta didik, agar ia
memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki. Sementara
proses pendidikan bertujuan untuk menimbulkan perubahan perubahan
yang diinginkan pada setiap peserta didik.
Pendidikan
Islam merupakan salah satu disiplin ilmu keislaman yang membahas objek-objek di
seputar kependidikan. Pemahaman hakikat pendidikan islam sebenarnya tercermin
di dalam sejarah dan falsafah islam sendiri, sebab setiap proses pendidikan
tidak terlepas dari objek-objek keislaman.
Perubahan perubahan yang diinginkan pada peserta didik meliputi
tiga bidang yaitu:
(1) tujuan yang
personal dan yang berkaitan dengan individu-individu yang sedang belajar untuk
terjadinya perubahan yang diinginkan, baik perubahan tingkah laku, aktivitas dan
pencapainya,
serta
pertumbuhan yang diinginkan pada peserta
didik; (2) tujuan sosial
yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai unit sosial
berikut dengan dinamika masyarakat umumnya; (3) tujuan tujuan
profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni dan
profesi.
Proses pendidikan yang dimaksud tidak terlepas dari
beberapa komponen yang mendukung. Salah satunya komponen yang urgen dalam melihat
keberhasilan pendidikan adalah evaluasi. Konsep evaluasi dalam diskursus pendidikan memiliki makna
ganda, yaitu evaluasi ditempatkan sebagai salah satu aktivitas epistimologi
pendidikan islam yang berguna untuk mengetahui seberapa banyak hasil yang
diperoleh dalam proses pendidikan, dan evaluasi ditempatkan sebagai aksiologi
pendidikan islam yang berguna untuk memberi muatan nilai dalam setiap komponen
dan proses pendidikan.
Dalam
pendidikan islam evaluasi menjadi salah satu komponen dari system pendidikan
islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk
mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan
islam dan proses pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari evaluasi pendidikan?
2.
Apa tujuan evaluasi pendidikan itu?
3.
Apa saja jenis-jenis evaluasi pendidikan?
4.
Apa saja sifat-sifat, macam-macam, dan teknik dalam
evaluasi pendidikan?
C.
Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian evaluasi pendidikan.
2. Mengetahui tujuan evaluasi pendidikan.
3. Mengetahui jenis-jenis evaluasi pendidikan.
4. Mengetahui sifat-sifat, macam-macam dan teknik dalam evaluasi
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Evaluasi Pendidikan
Istilah evaluasi berasal dari bahasa
Inggris yaitu evaluation yang berarti nilai atau harga.[1] Dalam
bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah “imtihan” yang berarti ujian. Dan
dikenal dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari
proses pendidikan. Beberapa arti yang telah secara luas dikenal antara lain Evaluation
is a process which determines the extent
to which objectives have been achieved (Cross, 1973: 5). Evaluasi merupakan
proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai.[2] Jadi
evaluasi diartikan sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[3]
Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan
seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, mengemukakan
kelemahan-kelemahan yang dilakukan oleh para peserta didik di sebuah
lembaga-lembaga.
Menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brown,
evaluasi adalah the act or process to determining the value of something (Qahar,
1972: 1). Maka, evaluasi pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses
untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Evaluasi
juga diartikan “menetapkan fenomena yang dianggap berarti di dalam hal yang
sama berdasarkan suatu standar” (Depdikbud, 1983: 1).[4]
Menurut Soegarda Poerbawakatja dalam
“Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian pendidikan yang lebih luas,
sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta keterampilannya (orang menamakan ini
juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”. Dapat pula
dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk
meningkatkan pengaruh kedewasaan si anak yang selalu diartikan mampu memikul
tanggung jawab moril dari segala perbuatan yang dilakukannya.
Benjamin Bloom mengartikan evaluasi sebagai
kumpulan realitas yang disusun secara sistematis guna memperoleh pengetahuan
mengenai terjadi tidaknya perubahan dalam prestasi anak didik. Evaluasi
merupakan proses pendeskripsian dan informasi tentang hasil tindakan yang telah
dinilai yang akan dijadikan bahan pertimbangan pengambilan keputusan.[5]
Definisi evaluasi lainnya yaitu penilaian yang
dilakukan secara professional terhadap berbagai proses pelaksanaan kegiatan
tertentu yang terukur, yang hasil pengukurannya akan dijadikan bahan
pertimbangan perbaikan-perbaikan dan atau solusi alternatif terhadap masalah
yang menjadi penyebab hasil tindakan kurang relevan dengan tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.[6]
Definisi yang juga berkaitan dengan proses
pengukuran hasil belajar siswa, yaitu evaluation is a process of making an
assessment of a student’s growth. Evaluasi merupakan proses penilaian
pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar.[7] Jika
kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai
proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap
masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Untuk itu evaluasi pendidikan
sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti
evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan
sebagainya.[8]
Jadi yang dinamakan evaluasi pendidikan Islam
adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktifitas di dalam
pendidikan islam.[9]
Tentunya evaluasi pendidikan islam selalu bersanding dengan beberapa tujuan
yang juga mengarah kepada tujuan evaluasi pendidikan yang bernuansa islam untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Serta
benar-benar bisa mengemban keawajibannya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Selain yang disebutkan diatas, evaluasi pendidikan islam juga harus mampu
bersanding dengan tujuan yang dikeluarkan oleh pendidikan nasional dan tidak
melangkahinya agar dapat diterima oleh semua kalangan.
B.
Tujuan Evaluasi Pendidikan
Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian
sebelumnya bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.[10]
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1), evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelengara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan.[11]
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi telah ditekankan pada penguasaan sikap
(afektif dan psikomotor), ketimbang aspek kognitif. Penekanan ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menempuh pendidikan yang telah
dilaluinya, yang garis besarnya meliputi 4 hal, yaitu:
1.
Sikap dan pengalaman terhadap hubungan
pribadinya dengan Tuhannya.
2.
Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan
dirinya dengan masyarakat.
3.
Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya
dengan alam sekitarnya.
4.
Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri
selaku hamba Allah, anggota masyarakat serta khalifah Allah SWT.[12]
Keempat kemampuan dasar diatas tersebut
dijabarkan satu persatu dalam klasifikasi kemampuan teknis, penjabaran dari
keempatnya tersebut menjadi pembahasan masing-masing sebagai berikut:
1.
Sejauh mana loyalitas dan kesungguhan untuk
mengabdikan dirinya kepada Tuhan dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa
tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan.
2.
Sejauh mana menerapkan nilai-nilai agamanya dan
kegiatan hidup bermasyarakat, seperti berakhlak mulia dalam pergaulan, disiplin
dalam menjalankan norma-norma agama dalam kaitannya dengan orang lain.
3.
Bagaimana ia berusaha mengelola dan memelihara
serta menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar, apakah ia merusak lingkungan
hidup atau malah menjaga lingkungan tersebut dengan baik, apakah ia mampu
mengubah lingkungan sekitar menjadi lebih bermakna bagi kehidupan diri dan
masyarakat atau sebaliknya menjadikannya sia-sia belaka tanpa arti apa-apa.
4.
Bagaimana dan sejauh mana ia sebagai seorang
muslim memandang dirinya sendiri dalam berperan sebagai hamba Allah dalam
menghadapi kenyataan bermasyarakat yang beraneka macam budaya dan suku serta
agama. Bagaimana seharusnya ia mengelola dan memanfaatkan serta memelihara
kelangsungan hidup dalam lingkungan sekitar sebagai anugerah Allah. Apakah ia
memiliki self-concept negative atau positif, memandang dirinya memiliki
kesanggupan untuk berperan positif dan partisipatif dalam pembangunan
masyarakat, apakah ia mempunyai pendirian dan pandangan yang tetap, tak
berubah-ubah, ataukah ia hanya berperan sebagai pengikut, bersikap lemah dan
tak peduli terhadap permasalahan hidup lingkungannya.[13]
Menurut Sumardi Suryabrata (1993: 34-48),
tujuan evaluasi pendidikan dapat dikelompokkan dalam beberapa klasifikasi yang
diantaranya sebagai berikut:
1.
Klasifikasi berdasarkan fungsinya, evaluasi
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan.
a.
Psikologis; evaluasi dipakai sebagai kerangka
acuan ke arah mana ia harus bergerak menuju tujuan pendidikan dengan melihat
kejiwaan dari setiap peserta didik itu sendiri.
b.
Didaktik/instruksional; evaluasi bertujuan
memotivasi peserta didik, memberikan pertimbangan dalam penentuan bahan
pengajaran dan metode mengajar bagi para pendidik, serta dalam kerangka mengadakan
bimbingan-bimbingan secara khusus kepada peserta didik.
c.
Administrative/manajerial; bertujuan untuk
pengisian buku rapor; menentukan indeks prestasi, pengisian STTB, dan mengenai
ketentuan kenaikan peserta didik serta layak tidaknya seorang peserta didik
untuk naik ke jenjang yang selanjutnya.
2.
Klasifikasi berdasarkan keputusan pendidikan.
Tujuan evaluasi dapat digunakan untuk mengambil
keputusan individual, institusional, didaktik instruksional, dan
keputusan-keputusan penelitian. Segala keputusan yang diambil dalam lembaga
atau yang lainnya bisa disandarkan pada evaluasi pendidikan tersebut.
3.
Klasifikasi formatif dan sumatif.
a.
Evaluasi formatif diperlukan untuk mendapatkan
umpan balik guna menyempurnakan perbaikan proses belajar mengajar.
b.
Evaluasi sumatif berfungsi untuk mengukur
keberhasilan seluruh program pendidikan yang dilaksanakan pada akhir
pelaksanaan proses belajar-mengajar (akhir semester/tahun).[14]
Dalam buku lain, tujuan evaluasi adalah
mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian
dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan,
dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya. Sasaran evaluasi tidak bertujuan
mengevaluasi peserta didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik,
yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk
mencapai tujuan pendidikan islam.[15]
H. M. Sukardi berpendapat dalam bukunya, tujuan
evaluasi minimal ada 6 yang berkaitan dengan belajar mengajar, antara lain:
1.
Menilai ketercapaian (attainment) tujuan. Ada
keterkaitan antara tujuan belajar, metode evaluasi, dan cara belajar siswa. Cara
evaluasi biasanya akan menentukan cara belajar siswa, sebaliknya tujuan
evaluasi akan menentukan metode evaluasi yang digunakan oleh seorang guru.
2.
Mengukur macam-macam aspek belajar yang
bervariasi. Belajar dikategorikan sebagai kognitif, psikomotor, dan afektif.
Batasan tersebut pada umumnya dieksplisitkan sebagai pengetahuan, keterampilan
dan nilai. Semua tipe belajar sebaiknya dievaluasi dalam proporsi yang tepat.
Jika guru menyatakan proporsi sama maka siswa dapat menekankan dalam belajar
dengan proporsi yang digunakan guru dalam mengevaluasi sehingga mereka dapat
menyesuaikan dalam belajar.
3.
Sebagai sarana (means) untuk mengetahui apa
yang siswa telah ketahui. Setiap orang masuk kelas dengan membawa pengalamannya
masing-masing. Siswa mungkin juga memiliki karakteristik yang bervariasi. Oleh
karena itu, kebutuhan siswa perlu diperhatikan di samping juga kekuatan,
kelemahan, dan minat siswa sehingga mereka termotivasi untuk belajar atas dasar
apa yang telah mereka miliki dan mereka butuhkan.
4.
Memotivasi belajar siswa. Evaluasi juga harus
dapat memotivasi belajar seorang siswa. Dari penelitian menunjukkan bahwa
evaluasi memotivasi belajar siswa sesaat memang betul, tetapi untuk jangka
panjang masih diragukan. Hasil evaluasi akan menstimulasi tindakan siswa. Tujuan
evaluasi yang realistis, yang mampu memotivasi belajar para siswa dapat
diturunkan dari evaluasi.
5.
Menyediakan informasi untuk tujuan bimbingan
dan konseling. Informasi diperlukan jika bimbingan dan konseling yang efektif
diperlukan, informasi yang berkaitan dengan problem pribadi seperti data
kemampuan, kualitas pribadi, adaptasi social, kemampuan membaca, dan skor hasil
belajar. Informasi juga diperlukan untuk bimbingan karir yang efektif.
6.
Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar
perubahan kurikulum. Keterkaitan evaluasi dengan instruksional adalah sangat
erat. Hal itu karena evaluasi merupakan salah satu bagian dari intruksional. Di
samping itu, antara intruksional dengan kurikulum juga saling berkait seperti
intruksional dapat berfungsi sebagai salah satu komponen penting suatu
kurikulum. Pengalaman kerja siswa, analisis kebutuhan masyarakat, dan analisis
pekerjaan merupakan teknik konvensional yang sering digunakan untuk mengubah
kurikulum.[16]
C.
Jenis-Jenis Evaluasi Pendidikan
Ada enam jenis evaluasi yang dapat diterapkan
dalam pendidikan Islam, yaitu:
1.
Evaluasi formatif, yang menetapkan tingkat
penguasaan manusia didik dan menentukan bagian-bagian tugas yang belum dikuasai
dengan tepat. Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai peserta didik setelah ia menyelesaikan program dalam satuan bahan
pelajaran pada suatu bidang studi tertentu.
2.
Evaluasi sumatif yaitu penilaian secara umum
tentang keseluruhan hasil dari proses belajar mengajar yang dilakukan pada
setiap akhir periode belajar mengajar secara terpadu. Evaluasi yang dilakukan
terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu
caturwulan, satu semester, atau akhir tahun untuk menentukan jenjang
berikutnya.
3.
Evaluasi penempatan. Evaluasi yang dilakukan
sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar untuk kepentingan penempatan
pada jurusan atau fakultas yang diinginkan. Evaluasi ini menitik beratkan pada
penilaian tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan:
a.
Ilmu pengetahuan dan keterampilan murid yang
diperlukan untuk awal proses belajar mengajar.
b.
Pengetahuan murid tentang tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan sekolah.
c.
Minat dan perhatian, kebiasaan bekerja, corak
kepribadian yang menonjol yang mengandung konotasi kepada suatu metode belajar
tertentu misalnya, bekerja kelompok dan lain sebagainya.
4.
Evaluasi diagnosis ialah penilaian yang
dipusatkan pada proses belajar mengajar dengan melokalisasikan suatu titik awal
yang sesuai. Evaluasi terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta
didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam
situasi belajar mengajar. Disamping itu, evaluasi diagnosis ini juga bertujuan
untuk membentuk dan mengembangkan suatu pengertian yang telah dikuasai murid
serta untuk menetapkan tahap-tahap program berikutnya.[17]
5.
Evaluasi kokurikuler, yaitu kegiatan yang
dilakukan di luar jam pelajaran yang telah ditetapkan dalam kalender akademik,
semisal pemberian PR, tugas kelompok dan sejenisnya.
6.
Evaluasi ekstrakurikuler, adalah kegiatan di
luar jam pelajaran yang dilakukan di sekolah atau di luar sekolah. Tujuan
kegiatan ini adalah memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan antara
berbagai mata pelajaran atau bidang pengembangan, menyalurkan bakat dan minat
yang menunjang pencapaian tujuan instruksional, serta melengkapi upaya
pembinaan manusia seutuhnya. Kegiatan ini dilakukan secara berkala pada waktu
ke waktu.[18]
D.
Sifat-Sifat, Macam-Macam, Dan Teknik Evaluasi
Pendidikan
Sifat-sifat evaluasi yang dapat diterapkan
dalam pendidikan islam adalah sebagai berikut:
1.
Kuantitatif yaitu hasil evaluasi yang diberikan
skor atau nilai dalam bentuk angka. Dapat dilakukan untuk menilai aspek-aspek
tingkah laku peserta didik dalam bidang kognitif. Jenis evaluasi ini umumnya
dilakukan oleh pendidik apabila ingin memberikan nilai akhir terhadap hasil
belajar peserta didik untuk ditulis dalam sebuah rapor sekolah.
2.
Kualitatif yaitu hasil evaluasi yang diberikan
dalam bentuk pernyataan verbal. Dinyatakan dengan ungkapan dan dilakukan untuk
menilai aspek-aspek afektif. Evaluasi ini umumnya dilakukan oleh pendidik
apabila ingin memperbaiki hasil belajar peserta didik serta biasanya dilakukan
pendidik pada saat pelajaran-pelajaran harian sedang berlangsung.[19]
Sedangkan macam-macam evaluasi yang dapat
diterapkan dalam pendidikan islam ada beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Tes tertulis.
2.
Tes lisan, dan
3.
Perbuatan. [20]
Teknik yang dapat digunakan dalam evaluasi
pendidikan islam dapat dibedakan menjadi dua macam bentuk, yaitu:
1.
Teknik tes yaitu teknik yang digunakan untuk
menilai kemampuan peserta didik, meliputi pengetahuan dan keterampilan sebagai
hasil belajar, serta bakat khusus dan intelegensinya. Teknik yang semacam ini
lebih bersifat formal. Teknik evaluasi ini biasanya direalisasikan dengan tes
tertulis, namun tes ini dapat dibedakan lagi yang terdiri dari:
a.
Uraian, baik uraian bebas maupun uraian
terbatas. Evaluasi yang dibuat dengan menggunakan pertanyaan uraian biasanya
digunakan untuk menerangkan, mengontraskan, menunjukkan hubungan, memberikan
pembuktian, menganalisis perbedaan, menarik kesimpulan, dan menggeneralisasi
pengetahuan peserta didik.
b.
Objektifitas tes, dalam bentuk betul-salah,
pilihan ganda, menjodohkan, isian, dan jawaban singkat. Tes objektitas ini
disebut juga sebagai alat evaluasi guna mengungkap atau menghafal kembali dan
mengenal materi yang telah diberikan.k tes ini biasanya diberikan dengan item
pertanyaan menghafal yang diantaranya sebagai jawaban bebas, melengkapi, dan
identifikasi (Cross 1973: 19).
c.
Bentuk tes lain, seperti bentuk ikhtisar,
laporan, dan bentuk dalam pelajaran bahasa. Tes tertulis yang terakhir ini biasanya lebih banyak digunakan oleh peserta
didik yang sudah tingkat atas.
2.
Nontes yaitu teknik yang digunakan untuk
menilai karakteristik lainnya, misalnya minat, sikap, dan kepribadian siswa.
Ketepatan alat nontes perlu diperhatikan oleh guru, karena seringkali dalam
penggunaan evaluasi memerlukan pertimbangan subjektivitas yang dapat
menghasilkan penilaian yang mungkin bervariasi di antara dua orang guru.[21]
Menurut Chabib Thaha (1996: 46-64), teknik tes
dapat dibedakan menjadi Sembilan, yaitu: (1) tes penempatan; (2) tes pembinaan;
(3) tes sumatif; (4) tes diagnostic; (5) tes standar, yaitu tes yang disusun
oleh tim ahli atau lembaga khusus yang menyelenggarakan secara professional;
(6) tes non-standar kebalikan dari tes standar; (7) tes tulis, disajikan dalam
bentuk bahasa tulisan; (8) tes lisan, disajikan dengan menggunakan bahasa
lisan; dan (9) tes tindakan, yaitu tes yang respons atau jawabannya berupa
tindakan atau tingkah laku konkret peserta didik.[22]
Kalau guru PAI mau mengadakan tes atau
pengukuran keberhasilan belajar, maka yang perlu dipertimbangkan lebih dahulu
adalah: masalah apa yang akan dites atau dievaluasi? Jawaban terhadap masalah
ini akan terkait dengan ketiga acuan di atas, yaitu sebagai berikut:
1.
Jika yang akan dites adalah kemampuan dasar (aptitude),
maka digunakan evaluasi acuan norma/kelompok (Norm/Group Referenced
Evaluaton).
2.
Jika yang akan dites adalah prestasi belajar (achievement),
maka digunakan evaluasi acuan patokan (Criterian Referenced Evaluation).
3.
Jika yang akan dites adalah kepribadian (personality),
maka digunakan evaluasi acuan etik. Pendidikan agama islam banyak terkait
dengan masalah ini.
Untuk lebih jelasnya dapat dipetakan sebagai
berikut:
1.
Penilaian Acuan Kelompok
a.
Asumsi:
1)
Mengakui perbedaan individual.
2)
Normalitas distribusi populasi.
3)
Isomorphisme: adanya kesejahteraan antara
matematik dan alam semesta.
b.
Implikasinya terhadap:
1)
Tujuan pembelajaran: kemampuan berkembang
peserta didik lebih diutamakan daripada penguasaan materi.
2)
Proses belajar mengajar: CBSA, mengembangkan
kompetensi sehat antar siswa.
3)
Criteria: berkembang sesuai dengan kelompoknya.
2.
Penilaian Acuan Patokan
a.
Asumsinya dalam hal ini ada harapan:
1)
Beda sebelum dan sesudah belajar.
2)
Homogenitas hasil belajar/mereduksi keragaman.
3)
Mempunyai kemampuan sesuai dengan yang
dipelajari.
b.
Implikasinya terhadap:
1)
Tujuan pembelajaran: kemampuan penguasaan
materi dan kemampuan menjalankan tugas tertentu lebih diutamakan.
2)
Proses belajar mengajar: belajar tuntas,
modulasi, paket belajar, belajar mandiri.
3)
Criteria: sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3.
Penilaian Acuan Etik
a.
Asumsi:
1)
Manusia asalnya fitrah/baik.
2)
Pendidikan berusaha mengembangkan fitrah
(aktualisasi).
3)
Satunya iman, ilmu dan amal.
b.
Implikasinya terhadap:
1)
Tujuan pembelajaran: menjadikan manusia baik,
bermoral, beriman dan bertaqwa.
2)
Proses belajar mengajar: system mengajar
berwawasan nilai.
3)
Criteria: criteria benar/baik bersifat mutlak.[23]
Dalam uraian tentang teknik evaluasi pendidikan
islam akan dikaji secara mendalam dan detail terhadap berbagai ayat-ayat
Al-Qur’an yang dapat dipandang dan digolongkan sebagai teknik evaluasi Allah
terhadap perilaku manusia di dunia yang menjabat sebagai khalifah. Kemudian,
dibuat semacam logical framework yang dapat dijadikan landasan pemikiran
bagi pentingnya pengembangan teknik evaluasi pendidikan islam yang berbasis
pada ajaran-ajaran islam baik secara tekstual maupun kontekstual.
Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Hujurat
ayat 12 yang berbunyi:
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌج
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًاج
اَيُحِبُّ اَحَدَكُمْ اَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُج
وَاتَّقُوا اللهَج
اِنَّ اللهَ تَوَّابَ رَّحِيْمٌ. (الحجرات:12)
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing
sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daing
saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah,
sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat:12)
Hikmah yang dapat dipetik dari ayat
tersebut adalah pelajaran berharga tentang kebebasan umat islam mengambil
pelajaran dari setiap manusia. Ayat ini secara tekstual melarang saling
menggunjing dan berburuk sangka terhadap sesama muslim. Sedangkan secara kontekstualnya
buruk sangka dan saling menggunjing dilarang bukan hanya kepada sesama muslim
akan tetapi juga dilarang meskipun dilakukan terhadap nonmuslim.
Pesan yang dapat ditangkap dari
surat Al-Hujurat ayat 12 dikaitkan dengan pengembangan teknik evaluasi dalam
pendidikan islam adalah tentang pelaksanaan ajaran-ajaran islam sebagai sumber
pendidikan islam dan pengembangan metode pembelajaran yang mampu memberikan
perubahan terhadap prestasi akademik bahkan non-akademik anak didik serta
akhlak mulia yang dapat mencerminkan kemajuan islam.[24]
Dalam surat Al-hujurat ayat 13,
Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
يَآيُّهَا النَّاسُ اِنَّا
خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثَى
وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْاج
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ اَتْقَكُمْج
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. (الحجرات:13)
Artinya:
“Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti. (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Ayat 13 surat Al-Hujurat dapat
dipandang sebagai ayat yang lengkap tentang teknik evaluasi. Berkaitan dengan
pengembangan teknik evaluasi, ayat tersebut memberikan pelajaran bahwa kebudayaan
manusia di dunia tidak ada yang tunggal, tetapi penuh dengan kemajemukan dan
kebersamaan.[25]
System evaluasi Tuhan terhadap
manusia yang menghadapi berbagai kesulitan hidup, menurut Nur Uhbiyati adalah
firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 155 yang berbunyi:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرَتِقلى
وَبَشِّرِ الصَّبِرِيْنَ. (البقرة: 155)
Artinya:
“Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 155)
Sasaran evaluasi dengan teknik testing
tersebut adalah ketahanan mental beriman dan takwa kepada Allah bagi peserta
didik. Jika mampu bertahan terhadap uji coba (tes) Tuhan, mereka akan
mendapatkan kegembiraan atau kesenangan dalam segala bentuk, terutama
kegembiraan yang bersifat mental-rohaniah sehingga menyebabkan ketenangan hati.[26]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah evaluasi berasal dari bahasa
Inggris yaituevaluation yang berarti nilai atau harga.
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah
dapat dicapai. Maka, evaluasi pendidikan berarti seperangkat tindakan atau
proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
Jadi yang dinamakan evaluasi pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu aktifitas di dalam pendidikan islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi telah
ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor), ketimbang aspek
kognitif. Dalam buku lain, tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman
peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak
peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan
mengetahui tingkat perubahan perilakunya. Sasaran evaluasi tidak bertujuan
mengevaluasi peserta didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik,
yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk
mencapai tujuan pendidikan islam.
Ada enam jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam
pendidikan Islam, yaitu: Evaluasi formatif, Evaluasi sumatif, Evaluasi
penempatan, Evaluasi diagnosis, Evaluasi kokurikuler, dan Evaluasi
ekstrakurikuler.
Sifat-sifat evaluasi yang dapat diterapkan
dalam pendidikan islam adalah kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan macam-macam
evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan islam adalah tes tertulis, tes
lisan dan perbuatan. Teknik yang dapat digunakan dalam evaluasi pendidikan
islam dapat dibedakan menjadi dua macam bentuk, yaitu: teknik tes dan teknik
nontes.
Menurut Chabib Thaha (1996: 46-64), teknik tes
dapat dibedakan menjadi Sembilan, yaitu: (1) tes penempatan; (2) tes pembinaan;
(3) tes sumatif; (4) tes diagnostic; (5) tes standar, yaitu tes yang disusun
oleh tim ahli atau lembaga khusus yang menyelenggarakan secara professional;
(6) tes non-standar kebalikan dari tes standar; (7) tes tulis, disajikan dalam
bentuk bahasa tulisan; (8) tes lisan, disajikan dengan menggunakan bahasa
lisan; dan (9) tes tindakan, yaitu tes yang respons atau jawabannya berupa
tindakan atau tingkah laku konkret peserta didik.
B.
Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sajikan,
kami berharap makalah ini dapat berkembang dengan berjalannya diskusi yang akan
dijalankan oleh kita semua. Kurang dan lebihnya kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, untuk itu kepada para pembaca dan penikmat makalah ini mohon
kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah kami ini.
[1]
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
ALFABETA, 2011), hlm., 71.
[2]
H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.,
1.
[3] Abdul
Mujib & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana,
2006), hlm., 211.
[4] Moh.
Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hlm., 241.
[5]
Hasan Basri & Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), hlm., 203.
[6] Ibid.
[7]
H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan…… hlm., 2.
[8]
Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam…… hlm., 211.
[9] Ibid.
[10]
Hasan Basri & Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam…… hlm., 206
[11] H.M.
Sukardi, Evaluasi Pendidikan…… hlm., 1.
[12]
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam…… hlm., 73.
[13]
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.,
163.
[14]
Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam…… hlm.,
250.
[15]
Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam…… hlm., 211.
[16]
H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan…… hlm., 9-10.
[17] H.M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam….. hlm., 167.
[18]
Hasan Basri & Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam…… hlm., 223.
[19] Moh.
Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam…… hlm.,
255.
[20] Abdul
Mujib & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam…… hlm., 218.
[21]
H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan…… hlm., 11.
[22] Moh.
Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam…… hlm.,
256.
[23]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012, cet. 5),
hlm., 53-55.
[24]
Hasan Basri & Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam……hlm., 213.
[25] Ibid,
hlm., 215.
[26] Ibid,
hlm., 217.