Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Makalah Pendidikan Karakter, Pilar dalam Pendidikan Karakter serta Pengaplikasian Pendidikan Karakter

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download
Secara ringkas, karakter menurut Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai sifatnya jiwa manusia, melalui dari angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi pekerti manusia akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan dapat mengendalikan diri sendiri.

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah terletak pada aspek moral. Terbukti dengan banyaknya berita tentang tawuran antar pelajar, kasus-kasus narkoba yang sering kita lihat ditelevisi tidak jarang pemakainya masih menyandang status pelajar, karena menganiaya gurunya sendiri, tidak lagi mempunyai sopan santun pada orang tua, dan yang sangat parah lagi ada anak yang berani membunuh orang tuanya sendiri. Kita harus tegaskan lagi bahwa tujuan pendidikan adalah memperbaiki moral yaitu “memanusiakan manusia”. Terjadinya berbagai penyelewengan dan kejahatan tersebut menandakan rendahnya akhlak, budi pekerti dan karakter bangsa.
Kalau kita perhatikan dalam Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti Sekolah dan Madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya. Dalam penyelenggaraan pendidikan, proses belajar merupakan unsur yang sangat fundamental. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar  yang dialami peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Karenanya, persoalan karakter anak didik atau karakter bangsa ini menjadi isu terpenting bagi dunia pendidikan di tanah air. Anak didik yang mempunyai karakter yang tangguh tidak di ragukan lagi, bahwa hal itu merupakan sebagai ‘solusi’ bagi beragam persoalan sosial yang sedang dan akan dihadapi bangsa ini.
Guna untuk memperbaiki moralitas dan karakter peserta didik, maka sudah semestinya pendidikan karakter diimplementasikan sekaligus menjadi ruh dalam suatu lembaga pendidikan. Benar saat ini sudah ada sebagian sekolah ataupun perguruan tinggi yang telah melaksanakan pembelajaran karakter dengan baik. Umumnya sekolah tersebut memiliki mutu dan kualitas manajemen yang baik pula. Namun masih banyak juga sekolah yang sebagian guru atau stafnya tidak peduli dengan perilaku siswanya. Mereka terkesan abai, cuek, dan beranggapan  jika tugasnya hanya mengajar, perkara moralitas siswa amburadul dan bobrok itu urusan lain. Ironis lagi, mungkin diantara pengajar tidak saling mengenal dengan baik, nyaris tidak ada kepedulian dan penghormatan.
Pendidikan yang baik itu mestinya mampu mengalahkan dasar-dasar jiwa manusia yang jahat, menutupi, bahkan mengurangi tabiat-tabiat yang jahat tersebut. Pendidikan dikatakan optimal, jika tabiat luhur lebih menonjol dalam peserta didik ketimbang tabiat jahat. Manusia berkarakter seperti  inilah yang beradab, sosok yang menjadi ancangan sejati pendidikan. Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan yang sejati adalah menghasilkan manusia yang beradab, bukan mereka yang cerdas secara kognitif dan psikomotorik tapi miskin karakter atau budi pekerti luhur.
Dengan demikian, sudah saatnyalah sekarang, tidak hanya di tingkat dasar dan menengah pendidikan karakter diefektifkan. Tetapi juga nanti ketika diperguruan tinggi yang nantinya membentuk karakter peserta didik yang kokoh dan kuat guna menghadapi aneka tantangan zaman dimasa yang akan datang. Melalui pendidikan karakter ini pula diharapkan dapat mendorong para peserta didik menjadi intelektual muda bangsa yang memiliki kepribadian unggul, sebagaimana rancangan mulia pendidikan  nasional.   
  
B.            Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
2.      Apa saja pilar dalam pendidikan karakter?
3.      Seperti apa strategi dalam mangaplikasikan pendidikan karakter?
4.      Apa saja penyebab kemerosotan pendidikan karakter?

C.           Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi pendidikan karakter.
2.      Untuk mengetahui strategi dalam mengaplikasikan pendidikan karakter.
3.      Untuk mengetahui penyebab kemerosotan pendidikan karakter.


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Definisi Pendidikan Karakter
Banyak orang memaknai sebuah kata, tetapi kadang tidak paham sepenuhnya terhadap makna atau penggunaanya pada konteks yang tepat. Orang-orang semacam ini biasanya sekedar ikut-ikutan menggunakan sebuah kata karena mendengar, tahu dari televisi, maupun lewat cara-cara lainnya. Kata-kata kontemporer yang biasanya diadaptasi dari bahasa asing, terutama bahasa inggris, menjadi daya tarik tersendiri. Menggunakan kata-kata bernuansa inggris ini biasanya menjadikan penggunaanya seolah-olah ikut modern dan terpelajar. Sebab, secara salah kaprah orang umumnya memahami ciri modern dan terpelajar salah satunya lewat kemampuan menggunakan kata-kata ilmiah yang dalam pendengaran orang awam sulit untuk dipahami.[1]
Istilah pendidikan karakter muncul ke permukaan pada akhir-akhir ini, setelah terjadi degradasi moral yang melanda bangsa Indonesia. Pendidikan karakter terambil dari dua suku kata yang berbeda, yaitu pendidikan dan karakter. Kedua kata ini mempunyai makna sendiri-sendiri. Pendidikan lebih merujuk pada kata kerja, sedangkan karakter lebih pada sifatnya. Artinya, melalui proses pendidikan tersebut, nantiya dapat dihasilkan sebuah karakter yang baik. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan didefinisikan satu persatu.
Pendidikan sendiri merupakan terjemahan dari education, yang kata dasarnya educate atau bahasa latinnya educo. Educo berarti mengembangkan dari dalam; mendidik, melaksanakan hukum kegunaan. Ada pula yang mengatakan bahwa kata education berasal dari bahasa latin educare yang memiliki konotasi melatih atau menjinakkan (seperti dalam konteks manusia melatih hewan-hewan yang liar menjadi semakin jinak sehingga bisa diternakkan).[2]
Sedangkan karakter berarti to mark (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.[3]
Secara ringkas, karakter menurut Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai sifatnya jiwa manusia, melalui dari angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi pekerti manusia akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan dapat mengendalikan diri sendiri.
Dari pengertian diatas, antara pendidikan dan karakter dapat diambil pengertian bahwa pendidikan karakter ialah suatu pendidikan yang mengajarkan tabiat, moral, tingkah laku maupun kepribadian. Maksudnya proses pembelajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan harus mampu mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menrut Fakry Gaffar, pendidikan karakter ialah suatu proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh-kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. David Elkind dan Freddy Sweet menambahkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha sengaja atau sadar untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti.[4]

B.            Pilar Penting Dalam Pendidikan Karakter
Ada enam karakter utama (pilar karakter) pada diri manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya dalam hal-hal khusus. Adapun enam pilar karakter tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Respect (Penghormatan), adalah untuk menunjukkan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Dengan memperlakukan orang lain secara hormat, berarti membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka aman, bahagia. Rasa hormat biasanya ditunjukkan dengan sikap sopan dan juga membalas dengan kebaik hatian.
2.    Responsibility (Tanggung Jawab), sikap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawabnya sering tidak disukai, artinya bahwa orang tersebut berkarakter buruk.
3.    Citizenship-Civic Duty (Kesadaran Berwarga-Negara), karakter yang diperlukan untuk membangun warga negara ini meliputi berbagai tindakan untuk mewujudkan terciptanya masyarakat sipil yang menghormati hak-hak individu. Hak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan mendasarnya, hak untuk memeluk agama dan keyakinan masing-masing, hak untuk mendapat informasi dan mengeluarkan informasi, dll.
4.    Fairness (Keadilan dan Kejujuran), sikap adil merupakan kewajiban moral, kita diharapkan memperlakukan semua orang secara adil. Kita harus mendengarkan orang lain dan memahami apa yang mereka rasakan dan fikirkan, atau setidaknya yang mereka katakan. 
5.    Caring (Kepedulian dan Kemauan Berbagi), kepedulian adalah perekat masyarakat. Kepedulian adalah sifat yang membuat pelakunya merasakan apa yang dirasakan orang lain, mengetahui bagaimana rasanya jadi orang lain.
6.    Trustworthiness (Kepercayaan), kepercayaan mahal harganya saat ini, kepercayaan yang semakin hilang juga ikut membentuk karakter manusia. Misalnya ketika kepercayaan hilang, orang akan berinteraksi dengan kebohongan. Biasanya, kebohongan muncul sedikit demi sedikit, dan kaetika terpelihara, hal itu akan membentuk karakter.[5]

C.           Strategi Dalam Mangaplikasikan Pendidikan Karakter
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa karakter terbenttuk dari internalisasi nilai yang bersifat konsisten, artinya terdapat keselarasan antar elemen nilai. Sebagai contoh karakter jujur, terbentuk dalam satu kesatuan utuh antara tahu makna jujur (apa dan mengapa jujur), mau bersikap jujur, dan berperilaku jujur.
Zamroni menawarka tujuh strategi pendidikan karakter yang menurut hemat penulis relevan untuk dilaksanakan dalam suatu pendidikan:
1.    Tujuan, sasaran dan target yang dicapai harus jelas dan konkret.
2.    Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efesien jika dikerjakan tidak hanya dalam lingkup suatu lembaga pendidikan, akan tetapi harus ada kerja sama antara lembaga pendidikan dengan orang tua.
3.    Menyadarkan pada semua guru/dosen akan peran yang penting dan tanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter.
4.    Kesadaran guru/dosen akan perlunya “hidden curriculum” dan merupakan instrumen yang amat penting dalam pengembangan karakter peserta didik. Misalnya dalam berinteraksi dengan peserta didik, yang disadari atau tidak akan berpengaruh besar terhadap peserta didik.
5.    Dalam melaksanakan pembelajaran guru/dosen hendaknya menekankan pada daya kritis dan kreatif peserta didik, kemampuan bekerja sama, dan keterampilan mengambil keputusan.
6.    Kultur dalam suatu lembaga pendidikan harus dimanfaatkan dalam pengembangan karakter. Misalnya nilai, keyakinan, norma, dll.
7.    Pada hakikatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.[6]

D.           Penyebab Kemerosotan Karakter 
Dewasa ini negara-negara yang memiliki power dan lebih maju dalam bidang iptek dan sains, dengan berbagai cara berusaha menguasai umat islam dalam semua aspek. Mereka berusaha menguasai wilayah, kekayaan, pemikiran, kekarakteran, dan kekuatan militer umat islam.
Dekadensi moral sekarang menjangkiti setiap pelajar di bumi Indonesia dan mengikis loyalitas mereka kepada ajaran agamanya. Loyalitas umat sedikit demi sedikit berpindah kepada karakter barat yang sangat bertentangan dengan agama. Berikut beberapa penyebab kemerosotan karakter:
1.    Dekadensi Moral
Di negara Islam gelombang dekadensi moral semakin meningkat. Gelombang yang berasal dari barat tersebut sama sekali tidak mengindahkan urgensi aagama dalam menjaga moral. Tidak berlebihan jika kami menyebutkan hal ini, sesuai dengan pendapat semua orang yang pernah ke barat ataupun menetap, bahwa disana (orang barat) menghalalkan perzinahan, meskipun zina adalah perbuatan sangat keji dan termasuk dosa besar dilarang didalam agama manapun, menghalalkan homoseks, minuman keras, perjudian, dll.
Dosa besar yang kami sebut di atas merupakan penyebab kehancuran bagi masyarakat maupun individu. Dosa besar ini juga dapat menimbulkan munculnya berbagai tindakan kriminal.
Dengan demikian, kita sebagai orang muslim harus menghadapi badai gelombang dekadensi moral tersebut dengan berbagai cara disertai dengan keimanan yang kuat,  sehingga mereka dapat menyelamatkan diri, generasi, dan masyarakat mereka yang muslim.
2.    Hilangnya Loyalitas Terhadap Agama yang di Anut
Jika loyalitas agama sudah hilang, maka selanjutnya rasa cinta pun akan pudar. Sehingga keinginan untuk berkorban dan mempertahankan agama akan sirna. Loyalitas sebagaimana yang kita ketahui adalah pembelaan yang diberikan setelah timbulnya rasa cinta, kemudian berkorban karena kuatnya keimanan serta kepasrahan. Jika loyalitas adalah keterikatan terhadap setiap individu tanpa paksaan, maka loyalitas sorang muslim terhadap agamanya juga demikian.
Adapun orang muslim yang loyal terhadap akidah islam adalah orang yang tahu bahwa loyalitas tersebut akan membawa mereka kepada puncak kemuliaan di dunia dan akhirat, serta membuat merek mampu menghadapi serangan dan tipu daya musuh.   
3.    Merebaknya Tuduhan Terhadap Islam
Dewasa ini tuduhan buruk terhadap islam sedang menggejala dan mewabah. Hal ini dimaksudkan untuk membendung penyebaran islam dan melemahkan gerakan kebangkitan dan pembaruan dalam diri umat islam. Tuduhan buruk tersebut juga bertujuan untuk menghilangkan rasa percaya umat terhadap agama mereka.  
4.    Fanatisme yang Berlebihan
Fanatisme yang dimaksudkan disini adalah fanatisme buta terhadap pendapat, mazhab, dan sebagainya yang didasarkan pada hawa nafsu. Fanatisme ini merupakan salah satu akibat dari kemerosotan moral umat islam, karena fanatisme seperti ini menjadi pemicu terjadinya pertentangan umat. Jika umat islam berpegang teguh pada agama dan ajaran akhlaknya, maka sifat fanatik mereka dapat terkendali. Sedangkan jika mereka jauh dari ajaran agama mereka, maka sifat fanatik itu akan menggelora dan membahayakan mereka sendiri.
5.    Terlalu Ekstrem atau Terlalu Memudahkan Ajaran Agama
  Terlalu keras atau ekstrem adalah melampaui batas yang telah ditetapkan oleh agama dengan berlebih-lebihan dan menambahkankan hal-hal yang sebenarnya tidak ada di dalamnya. Perbuatan ini dicela oleh agama karena ia menampilkan sesuatu yang tidak asli. Sedangkan terlalu memudahkan juga dicela oleh islam, karena dengan sikap ini ajaran islam banyak ditinggalkan dan dikurangi. Sikap ini hampir sama dengan meremehkan terhadap ajaran islam. Dengan demikian, kedua sikap  ini juga menandakan bahwa orang tersebut pada hakikatnya adalah melanggar dan jauh dari aturan Allah.[7]

BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Pendidikan Karakter ialah suatu pendidikan yang mengajarkan tabiat, moral, tingkah laku maupun kepribadian. Maksudnya proses pembelajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan harus mampu mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada enam karakter utama (pilar karakter) pada diri manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya dalam hal-hal khusus, yaitu:
1.    Respect (Penghormatan).
2.    Responsibility (Tanggung Jawab).
3.    Citizenship-Civic Duty (Kesadaran Berwarga-Negara).
4.    Fairness (Keadilan dan Kejujuran)
5.    Caring (Kepedulian dan Kemauan Berbagi)
6.    Trustworthiness (Kepercayaan).
Salah satu strategi pendidikan karakter yang menurut hemat penulis relevan untuk dilaksanakan dalam suatu pendidikan:
1.    Tujuan, sasaran dan target yang dicapai harus jelas dan konkret.
2.    Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efesien jika dikerjakan tidak hanya dalam lingkup suatu lembaga pendidikan, akan tetapi harus ada kerja sama antara lembaga pendidikan dengan orang tua.
3.    Menyadarkan pada semua guru/dosen akan peran yang penting dan tanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter.
Berikut penyebab kemerosotan karakter diantaranya,  Dekadensi Moral, Hilangnya Loyalitas Terhadap Agama yang di Anut, Merebaknya Tuduhan Terhadap Islam, Fanatisme yang Berlebihan, Terlalu Ekstrem atau Terlalu Memudahkan Ajaran Agama
 
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrohman, Pupuh. dkk, Pengembangan Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Refika Aditama. 2013.
Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Muin, Fatchul. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2011.
Naim, Ngainun. Character Building, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Wibowo, Agus. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi; Membangun Karakter Ideal Mahasiswa di Perguruan Tinggi,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.


[1]Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2012), hlm.49.
[2]Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2013), hlm.16-17.
[3] Ibid, hlm.20.
[4] Ibid, hlm.22.
[5] Fatchul Muin, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2011), Hlm. 211-243
[6] Agus Wibowo, Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi; Membangun Karakter Ideal Mahasiswa di Perguruan Tinggi,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013),Hlm. 143-145
[7] Pupuh Fathurrohman dkk, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Refika Aditama. 2013), Hlm. 88-92