Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download
Abu Yusuf cenderung memaparkan berbagai pemikiran ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis qiyas yang didahului dengan melakukan kajian mendalam terhadap al-Qur’an, hadist nabi, atsar shahabi, serta paraktik para penguasa yang saleh.Landasan pemikirinnya adalah mewujudkan al-mashlahah al-’ammah (kemaslahatan umum).Pendekatan ini membuat berbagai gagasannya lebih relevan dan mantap.

A.  Riwayat Hidup Abu Yusuf

Abu Yusuf mempuyai nama lengkap Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad Al-Anshari Al-Jalbi Al-Kufi Al-Baghdadi. Beliau lahir di Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M). Dari nasab ibunya, ia masih mempunyai hubungan darah dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW yaitu Sa’ad al-Anshari.[1]
 Sejak kecil ia mempunyai minat yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan. Abu Yusuf menimba berbagai ilmu kepada ulama besar, seperti Abu Muhammad Atho’ bin as-Said Al-Kufi, Sulaman bin Mahran Al-A’masy, Hisyam bin Urwah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, Muhammad bin Ishak bin Yassar bin Jabbar dan Al-Hajj bin Arthah.
Selama tujuh belas tahun, Abu Yusuf tiada henti-hentinya belajar kepada pendiri Mahdzab Hanafi tersebut.Ia pun terkenal sebagai salah satu murid terkemuka Abu Hanifah. Sepeninggal gurunya, Abu Yusuf bersama Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani menjadi tokoh pelopor dalam menyebarkan dan mengembangkan mahdzab Hanafi.
Berkat bimbingan para gurunya, serta ditunjang oleh ketekunan dan kecerdasannya, Abu Yusuf tumbuh sebagai seorang alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik ulama, penguasa maupun masyarakat umum.  Tidak jarang berbagai pendapatnya
dijadikan acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin belajar kepadanya.  Diantara tokoh besar yang menjadi muridnya adalah Muhammad bi Al-Hasan Al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal, Yazid bin Harun Al-Wasithi, Al-Hasan bin Ziyad Al-Lu’lui, dan Yahya bin Adam Al-Qarasy.
Disisi lain, sebagai salah satu bentuk penghormatan dan pengakuan pemertintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai ketua Mahkamah Agung (Qodhi Al-Qudhah).Sekalipun disibukkan dengan berbagai aktivitas mengajar dan birokrasi, Abu Yusuf masih meluangkan waktu untuk menulis. Beberapa karya tulis diantara karya terpentingnya adalah Al-Jawami’, Al-Radd, ‘Ala Siar Al-Auza’, Al-Atsar, Ikhtilaf al-Hanifah wa Ibn Abi Laila, Adab Al-Qadhi dan Al-Kharaj.

B.  Karya Abu Yusuf
Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah kitab al-Kharaj ( Buku tentang Perpajakan). Kitab yang ditulis oleh Abu Yusuf ini bukanlah kitab pertama yang membahas masalah al-Kharaj (Perpajakan).Penulisan kitab al-Kharaj versi Abu Yusuf didasarkan pada perintah dan pertanyaan khalifah Harun ar-Rasyid mengenai berbagai persoalan perpajakan.
Dengan demikian kitab al-Kharaj ini mempunyai orientasi birokratik karena ditulis untuk merespon permintaan kalifah Harun ar-Rasyid yang ingin menjadikannya sebagai buku petunjuk administratif dalam rangka mengelola lembaga Baitul Mal dengan baik dan benar, sehingga negara dapat hidup makmur dan rakyat tidak terdzalimi.
Kitab Al-Kharaj mencakup berbagai bidang antara lain tentang pemerintahan, keuangan negara, pertanahan, perpajakan dan peradilan.[2]Kitab tersebut tidak hanya mengandung pembahasan tentang al-Kharaj, melainkan juga meliputi berbagai sumber pendapatan negara lainnya seperti Ghanimah, Fai, Kharaj, Ushr, Jizyah dan Sodaqoh yang dilengkapi dengan cara-cara bagaimana mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta tersebut sesuai dengan syariat Islam berdasarkan dalil-dalil naqliyah (Al-Qur’an dan Al-Hadist) dan aqliyah (rasional).
Metode penelitian dengan mengkombinasikan dalil-dalil naqliyah dengan dalil-dalil aqliyah ini menjadi perbedaan antara kitab Al-Kharaj yang muncul pada periode berikutnya, terutama kitab Al-Kharaj karya Yahya bin Ada Al-Quraisy yang menggunakan metode  penulisan berdasarkan dalil naqliyah saja.
Seperti halnya kitab-kitab sejenis yang lahir pada lima abad pertama Hijriyah, penekanan kitab karya Abu Yusuf ini terletak pada tanggung jawab enguasa terhadap kesejahteraan rakyatnya. Secara umum, kitab al-Kharaj berisi tentang berbagai ketentuan agama yang membahas soal perpajakan, pengelolaan pendapatan dan pembelanjaan pubik.
Dengan menggunakan pendekatan pragmatis dan bercorak fiqih, buku ini bukan sekedar penjelasan tentang sistem keuangan Islam.  Lebih daripada itu,  ini merupakan sebuah upaya untuk membangun sistem keuangan yang mudah dilaksanakan sesuai dengan hukum islam dalam kondisi yang selalu berubah dan sesuai dengan persyaratan ekonomi.

C.  Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
Abu Yusuf cenderung memaparkan berbagai pemikiran ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis qiyas yang didahului dengan melakukan kajian mendalam terhadap al-Qur’an, hadist nabi, atsar shahabi, serta paraktik para penguasa yang saleh.Landasan pemikirinnya adalah mewujudkan al-mashlahah al-’ammah (kemaslahatan umum).Pendekatan ini membuat berbagai gagasannya lebih relevan dan mantap.[3]
Kekuatan ekonomi pemikiran Abu Yusuf adalah masalah keuangan publik.Dengan daya observasi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukkan beberapa kebijakan yang harus diadopsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Suatu studi komparatif tentang pemikiran Abu Yusuf dalam kitab ini menunjukkan bahwa berabad-abad sebelum adanya kajian yang sistematis mengenai keuangan publik di Barat, Abu Yusuf telah berbicara tentang kemampuan dan kemudahan para pembayar pajak dalam  pemungutan pajak. Ia menolak tegas pajak pertanian dan menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap para pemungut pajak untuk menghidari korupsi dan tindakan penindasan.
Selain di bidang keuangan publik, Abu Yusuf juga memberikan pandangannya seputar mekanisme pasar dan harga. Dalam kedua hal tersebut, berdasarkan  hasil observasinya sendiri, Abu Yusuf mengungkapkan teori yang justru berlawanan dengan teori dan asumsi yang berlaku di masanya.
Abu Yusuf banyak memberikan kontribusi pemikirannya dalam ekonomi terutama dalam hal-hal berikut :[4]
1)   Negara dan Aktivitas Ekonomi
Dalampandangan AbuYusuf,tugasutamapenguasaadalahmewujudkanserta menjaminkesejahteraan rakyatnya.Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum.Dengan mengutip pernyataan Ibnu Umar bin Khattab, ia mengungkapkan bahwa sebaik-baiknya penguasa adalah mereka yang peka terhadap kondisi rakyatnya yang sedang mengalami kesulitan.
Abu Yusuf menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab untuk memenuhi pengadaan fasilitas infrastruktur agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat serta pertumbuhan ekonomi.Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan proyek publik harus ditanggung oleh negara.
Persepsi  Abu Yusuf tentang pengadaan barang-barang publik muncul dalam teori konvensional  tentang keuangan publik  yang mengilustrasikan bahwa barang-barang sosial yang bersifat umum harus disediakan secara umum oleh negara dan dibiayai oleh kebijakan anggaran. Pemikiran ekonomi Abu Yusuf yang berkaitan dengan pengadaan barang-barang publik tersebut jelas menyatakan bahwa proyek irigasi di sungai-sungai besar yang manfaatnya digunakan untuk kepentingan umum harus dibiayai oleh negara.
Dalam hal pemungutan pajak, Abu Yusuf menganjurkan agar negara menunjuk pejabat yang jujur dan amanah dalam bebagai tugas.Dalam hal pendistribusian pendapatan negara, Abu Yusuf mengingatkan bahwa hendaknya hal tersebut ditunjukkan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.Al-Qur’an sendiri telah memerintahkan agar pendistribusian harta dilakukan secara adil dan tidak menumpuk di tangan segelintir orang.
2)      Teori Perpajakan
Dalam hal perpajakan Abu Yusuf telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Kesanggupan  membayar, pemberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak  dan  sentralisasi   pembuatan  keputusan  dalam  administrasi   pajak  adalah beberapaprinsipyangditekankannya.
Dalam hal penetapan pajak ini, Abu Yusuf cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian. Menurutnya, cara ini lebih adil dan tampaknya akan meberikan hasil produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan. Dengan kata lain, ia lebih merekomendasikan penggunaan sistem Muqasamah (Proporsional Tax) dan sistem Misahah (Fixed Tax) yang telah berlaku sejak masa pemerintahan Khalifah Umar hinga periode awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah.[5]
Perubahan sistem penetapan pajak  dari sistem misahah menjadi sistem muqasamah :
a.        Misahah yaitu pemungutan pajak berdasrkan banyak lahan yang dmiliki rakyat. Semakin banyak lahan yang dimilikinya, maka semakin banyak juga pajak yang harus ditanggungnya.
b.      Muqasamah yaitu pemungutan pajak yang didasarkan pada tingkat produktivitas dari tanah yang dimiliki masyarakat . Kalau sebelumnya pajak dipungut dengan menggunakan konsep misahah yang didasarkan pada banyak lahan yang dimilikinya, Abu Yusuf lebih menekankan berdasarkan tingkat produkrifitas tanah tersebut.
Abu Yusuf menekankan bahwa metode penetapan pajak secara proporsional dapat meningkatkan pendapatan negara dari pajak tanah dan disisi lain mendorong para petani untuk meningkatkan produksinya. Oleh karena itu, Abu Yusuf sangat merekomendasikan penyediaan fasilitas infrastruktur bagi para petani.
Untuk mencapai prinsip keadilan dalam administrasi pajak, Abu Yusuf menyarankan agar para penguasa membedakan antara tanah yang tandus dengan tanah yang subur. Selain itu, untuk menjamin efisiensi dalam pengumpulan pajak, ia menyarankan agar pajak dipungut tanpa penundaan. Abu Yusuf  memberikan perhatian tentang efisiensi  dalam administrasi pajak untuk menjamin barang-barang yang dapat dikenai pajak. Ia juga menyarankan agar bahan makanan dijual dan harganya dibagi secara proporsional, sehingga tidak berdampak negatif terhadap  para pembayar pajak dan perbendaharaan negara.

3)      Mekanisme Harga
     Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar. Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah. Dengan kata lain, pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memerhatikan kurva demand.
Fenomena yang berlaku pada masa Abu Yusuf dapat dijelaskan dalam teori permintaan. Teori ini menjelaskan hubungan antara harga  dengan banyaknya quantity yang diminta. Hubungan harga dan kuantitas dapat diformulasikan sebagai berikut:
    D=Q=f(P)
    
Dalam hukum penawaran terhadap barang dikatakan bahwa hubungan antara harga dengan banyaknya komoditi yang ditawarkan mempunyai kemiringan positif.  Dalam sebuah formulasi yang sederhana, hubungan antara  harga dengan jumlah komoditi adalah sebagai berikut :

 S+Q+f(P)
             +  

Para penguasa pada periode itu umumnya memecahkan masalah kenaikan harga dengan menambah supply bahan makanan dan mereka menghindari kontrol harga. Kecenderungannya yang ada dalam pemikiran ekonomi islam adalah membersihkan pasar dari praktik penimbunan, monopoli, dan praktek korup lainnya. Dan kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran          



[1]Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 231

[2]Ditulis oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 107


[3]Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 235

[4]Fadllan, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Surabaya: Pena Salsabila, 2003), hlm.52
[5]Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 243