Pemikiran ekonomi Al-Syaibani dapat dilihat pada Kitab al-Kasb yaitu sebuah kitab yang lahir sebagai respon beliau
terhadap sikap Zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah.
Secara keseluruhan, kitab ini mengungkapkan kajian mikro ekonomi yang bekisar
pada teori Kasb (pendapatan) dan
sumber-sumbernya serta pedoman prilaku produksi dan konsumsi.
A.
Riwayat
Hidup Al-Syaibani
Abu
Abdilah Muhamad Bin Al-Hasan bin Farqad Al Syaibani lahir pada tahun 132
H (750 M) di kota washit, ibu kota Irak pada masa akhir pemerintahan Bani
Umawiyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di jazirah Arab. Bersama orang
tuanya, Al-Syaibani pindah ke kota Kuffah yang ketika itu merupakan salah satu
kegiatan ilmiah. Di kota tersebut, ia belajar fiqih, sastra, bahasa, dan hadits
kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri, Umar bin
Dzar, dan Malik bin Maqhul. Pada usia 14 tahun Al Syaibani berguru kepada Abu
Hanifah selama 4 Tahun. Setelah itu Ia berguru kepoada Abu Yusuf yang merupakan
murid dari Abu Hanifah.[1]
Dalam
menuntut ilmu, Al-Syaibani tidak hanya berinteraksi dengan para ulama ahl al-ra’yu, tetapi juga ulama ahl al-hadits.Hal tersebut memberikan
nuansa baru dalam pemikiran fiqihnya yang membuat ia mengetahui berbagai hadits
yang tidak di peroleh dari Abu Hanifah. Berkat keluasan pendidikannya ini, ia
mampu mengombinasi antara aliran ahl
al-ra’yu di Irak dengan ahl al-hadits
di Madinah.
Al-Syaibani
pernah di angkat menjadi hakim di kota Irak oleh Khalifah Harun Al-Rasyid.
Namun tugas ini hanya berlangsung singkat karena ia mengundurkan diri untuk
berkonsentrasi pada pengajaran dan penulisan fiqih. Al-Syaibani meninggal dunia
pada tahun 189 H (804 M) di kota al_ray, dekat Teheran, dalam usia 58 Tahun.[2]
B.
Karya-Karya
Al-Syaibani
Dalam menulis pokok-pokok pemikiran fiqhnya, Al-Syaibani menggunakan
istihsan sebagai metode ijtihadnya. Ia merupakan sosok ulama yang sangat
produktif. Kitab-kitabnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu:[3]
a. Zhahir al-Riwayah
Yaitu kitab-kitab yang ditulis
berdasarkan pelajaran yang diberikan oleh Imam Abu Hanifah. Kitab Zahir ar-Riwayah terdiri atas enam
judul, yaitu al-Mabsut, al-Jami’
al-Kabir, al-Jami’ as-Sagir, as-Siyar al-Kabir, as-Siyar as-Sagir, dan az-Ziyadat.
Keenam kitab ini berisikan pendapat Imam Abu Hanifah tentang berbagai
masalah keislaman, seperti fikih, usul fikih, ilmu kalam, dan sejarah. Keenam
kitab ini kemudian dihimpun oleh Abi al-Fadl Muhammad bin Muhammad bin Ahmad
al-Maruzi (w.334 H/945 M) salah seorang ulama fikih Mazhab Hanafi, dalam salah
satu kitab yang berjudul al-Kafi.
b. Al-Nawadir
Yaitu
kitab yang ditulis berdasarkan pandangannya sendiri, seperti Amali Muhammad fi al-fiqh, al-Ruqayyat,
al-Makharij fi al-Hiyal , al-Raddad ‘ala Ahl Madinah al-Ziyyah al-Atsar, dan
al-Kasb.
C.
Pemikiran
Ekonomi Al-Syaibani
Pemikiran ekonomi Al-Syaibani
dapat dilihat pada Kitab al-Kasb
yaitu sebuah kitab yang lahir sebagai respon beliau terhadap sikap Zuhud yang
tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini
mengungkapkan kajian mikro ekonomi yang bekisar pada teori Kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman prilaku
produksi dan konsumsi. Kitap ini merupakan kitab pertaman di dunia Islam yang
membahas permasalahan ini. Dr. al-Janidal menyebut al-Syaibani sebagai salah
satu perintis ilmu ekonomi dalam islam. Hal-hal yang di kemukakan di antaranya adalah :[4]
1. Al-Kasb
(Kerja)
Menurut Al-Syaibani al-Kasb (kerja) yaitu sebagai mencari perolehan
harta melaui berbagai cara yang halal. Kerja merupakan hal yang paling penting
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Allah telah menjadikan dunia ini
dengan berbagai ciptaannya temasuk manusia. Manusia diciptakan sebagai khalifah
dan bekerja keras untuk memenuhi kehidupanya. Dan manusia disuruh menyebar
untuk mencari karunia Allah.Dalam ilmu ekonomi, aktivitas ini termasuk dalam
aktivitas produksi
Dalam ekonomi islam berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi
konvensional. Perbedaannya adalah jika dalam ekonomi islam, tidak semua
aktivitas yang menghasilkan barang atua jasa disebut sebagai aktivitas
produksi, karena aktivitas produksi sangat erat kaitannya dengan halal haramnya
suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. Maksudnya aktivitas menghasilkan
barang dan jasa yang halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi.
Dalam memproduksi, kita harus mengetahi apa produk yang akan diproduksi,
bagaimana cara memproduksi barang tersebut, apa tujuan dari produk yang
diproduksikan, dan kepada siapa produk akan dituju. Hal itu harus kita ketahui agar terhindar dari produksi yang dilarang oleh Islam.
Produksi barang atau jasa dalam ilmu ekonomi yaitu barang atau jasa yang
mempunyai utilitas (nilai guna). Dalam isalm, barang dan jasa mempunyai nilai
guna jika dan hanya mengandung kemaslahatan. Seperti yang di ungkapkan oleh Imam
asy-Syatibi yang mengatakan bahwa kemaslahatan hanya dapat dicapai dengan
memelihara lima unsur pokok kehidupan yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta.[5]Dengan
demikian seorang muslim termotivasi untuk memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki
maslahat tersebut.
Dalam pandangan islam,
aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban akan ‘Imarul Kaum, yaitu menciptakan kemakmuran semesta untuk semua
makhluk. Asy-Syaibani menegaskan kerja merupakan unsur utama produksi mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan
ibadah kepada Allah SWT dan karenanya hukum bekerja adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil, yaitu:[6]
1.
Firman Allah
QS. Al-Jumu’ah: 10
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
2.
Hadits
Rasulullah Saw,
“ Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim.”
3.
Amirul
Mukminin Umar ibn al-Khattab r. a. Lebih mengutamakan derajat kerja daripada jihad. Sayyidina Umar
menyatakan, dirinya lebih menyukai meninggal pada saat berusaha mencari
sebagian karunia Allah Swt di muka bumi daripada terbunuh di medan perang,
karena Allah Swt mendahulukan orang-orang yang mencari sebagian karunia-Nya
daripada para mujahidin melalui firman-Nya:
“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah….”( QS. Al-Muzammil: 20).
Berdasarkan hal tersebut, Al-Syaibani menyatakan bahwa sesuatu yang
dapat menunjang terlaksananya yang wajib, maka sesuatu itu menjadi wajib pula
hukumnya. Untuk menunaikan berbagai kewajiban tersebut,
seseorang memelukan kekuatan jasmani yang akan diperoleh melalui mengonsumsi
makanan dan kerja keras. Dengan demikina, hokum bekerja wajib.Selain itu,
bekerja merupakan ajaran para Rasul terdahulu yang mana sebagai kaum muslimin
di perintahkan untuk meneladani hidup mereka.
Dari
penjelasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa bekerja dalam pandangan
Al-Syaibani adalah hidpu untuk meraih keridhaan Allah SWT., dan juga merupakan
usaha untuk mengaktofkan roda perekonomian termasuk produksi, konsumsi, dan
distribusi.
2.
Kekayaan dan Kefakiran
Menurut Al Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan
sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia
menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan
kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan
akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka.
Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir diartikannya sebagai kondisi yang
cukup (kifayah), bukan kondisi meminta-minta (kafalah). Di sisi lain, ia
berpendapat bahwa sifat-sifat kaya berpotensi membawa pemiliknya hidup dalam
kemewahan. Sekalipun begitu, ia tidak menentang gaya hidup yang lebih dari
cukup selama kelebihan tersebut hanya digunakan untuk kebaikan.
3.
Klasifikasi Usaha-usaha
Perekonomian
Al-syaibani, membagi usaha-usaha
perekonomian atas empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan
perindustrian. Sedangkan para ekonom kontemporer membagi menjadi tiga, yaitu
pertanian, perindustrian, dan jasa. Menurut para ulama tersebut usaha jasa
meliputi usaha perdagangan. Diantara keempat usaha perekonomian tersebut,
Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian dari usaha lain. Menurutnya,
pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang
dalam melaksakan berbagai kewajibannya. Dalam perekonomian, pertanian merupakan
suatu usaha yang mudah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Allah telah menyediakan
sawah dan ladng untuk bercocok tanam. Dan makanan yang kita makan merypakan
hasil dari pertanian.
Dari segihukum, Al-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi
dua, yaitu :
a.
Fardu kifayah. Berbagai
usaha perekonomian dihukum fardu kifayah apabila telah ada orang yang
mengusahakannya atau menjalankannya, roda perekonomian akan terus berjalan dan
jika tidak seorang pun yang menjalankannya, tata roda perekonomian akan hancur
berantakan yang berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam
kesengsaraan. Maka dari itu kita disuruh untuk bekerja dan berusa di muka bumi
ini.
b.
dan fardu
‘ain. Berbagai usaha perekonomian dihukum fardu ‘ain karena usaha-usaha
perekonomian itu mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan kebutuhan orang-orang yang ditanggunganya. Bila tidak dilakukan
usaha-usaha perekonomian, kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula
orang yang ditanggungnya, sehingga akan menimbulkan akan kebinasaan bagi
dirinya dan tanggungannya.
4.
Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al-Syaibani
mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu
ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu
makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Para ekonom lain mengatakan bahwa
keempat hal ini adalah tema ilmu ekonomi. Jika keempat hal tersebut tidak
pernah diusahakan untuk dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak
akan dapat hidup tanpa keempat hal tersebut.
5. Spesialisasi
dan Distribusi Pekerjaan
Manusia tidak akan bisa hidup sendirian tanpa memerlukan orang lain. Begitupula
pendapat yang di kemukakan oleh Al-Syaibani yang menyatakan bahwa manusia dalam
hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Seseorang
tidak akan menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya
dan manusia berusaha keras, usia akan membatasi dirinya. Oleh karena itu, Allah
SWT memberi kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu
diantaranya, Allah tidak akan mempersulit makhluknya yang mau berusaha tetapi
akan memberikan jalan atau petunjuk untuk dirinya. sehingga manusia dapat
bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT berfiman dalam surat
az-Zukhruf ayat:32
“dan kami telah meninggikan sebagian mereka ats
sebagian yang lain beberapa derajad........”
Al-Syaibani
menandaskan bahwa seorang yang fakir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan
membutuhkan orang kaya sedangkan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.
Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah dalam
menjalankan aktivitas ibadah kepada-Nya. Dan Allah mengatakan dalam Qur’an
surat al-Maidah ayat : 2
“….dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa…”
Rasulullah
saw bersabda:
“sesungguhnya Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya
tersebut menolong saudara muslimnya.” (HR
Bukhari-Muslim)
Selain itu Al-syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan
niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu suadaranya tersebut niscaya
akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, distribusi
pekerjaan seperti di atas merupakan objek ekonomi yang mempunyai dua aspek
secara bersamaan, yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.
Suatu pekerjaan yang baik merupakan suatu ibadah, agar kita bisa hidup
lebih sederhana dalam memenuhi kebutuhan hidup. Jika manusia hanya menunggu
karunia dari-Nya, niscaya itu tidak akan perna ada rezeki untuk dirinya karna
tidak mau berusaha. Dan bersyukurlah atas rezeki yang telah Allah berikan.
Karna Allah akan menambahkan rezeki bagi orang yang mau mensyukurinya.
[1] Adiwarman Azwar
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
(Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 254
[2] Ibid, hlm.255
[3] Ditulis oleh Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 107
[4] Adiwarman Azwar
Karim, Sejarah Pemikiran
....................hlm. 257
[5]Ibid, hlm. 254