BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
hukum adalah masalah pembuktian di pengadilan. Demikian yang sering dikatakan
orang. Oleh karena itu pesan dari pembuktian dalam suatu proses hukum di
pengadilan sangatlah penting. Banyak cerita ataupun sejarah hukum yang
menunjukkan kepada kita berapa karena salah dalam menilai pembuktian, seperti
karena salah dalam menilai pembuktian, seperti karena sanksi berbohong maka
pihak yang sebenarnya tidak bersalah harus meringkuk di dalam penjara karena
dinyatakan bersalah oleh hakim. Sebaliknya, banyak juga karena salah dalam
menilai alat bukti, atau tidak cukup kuat alat bukti, orang yang sebenarnya
bajingan dan telah melakukan kejahatan bisa diputuskan bebas oleh pengadilan.
Dengan
demikian untuk menghindari atau setidaknya-tidaknya meminimalkan putusan-putusan
pengadilan yang tersesat tersebut, kecematan dalam menilai alat bukti di
pengadilan yang tersesat tersebut, kecermatan dalam menilai alat bukti di
pengadilan yang tersesat tersebut kecermatan dalam menilai alat bukti di
pengadilan sangat diharapkan, baik dalam kasus pidana maupun kasus perdata.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
dan Bagaimana Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata?
2. Apa
saja alat bukti yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata?
C.
Tujuan
Setiap
penulisan bersandar kepada tujuan. Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan
yang dicapai dalam penulisan ini, antara lain:
1. Ingin
mengetahui apa dan bagaimana pembuktian dalam hukum acara Perdata.
2. Ingin
mengetahui alat bukti yang terdapat dalam hukum acara Perdata.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembuktian
merupakan tindakan yang dilakukan oleh para pihak dalam suatu sengketa.
Pembuktian ini bertujuan untuk menerapkan hukum diantara keduabelah pihak yang
menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatuhak sehingga di peroleh suatu
kebenaran yang memilikinilai kepastian, keadilan, dan kepastian hukum.
Dalam
pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim
dilarang melampauibatas yang di ajukan oleh para pihak yang berperkara.
Berkaitan dengan materi pembuktian maka dalam proses gugat menggugat, beban
pembuktian dapat ditujukan kepada penggugat, tergugat,, maupun pihak ketiga
yang melakukan intervensi. Pada prinsipnya, siapa yang mendalilkan suatu maka
ia wajib membuktikannya. Jadi pembuktian hanyalah di perlukan dalam suatu
perkara dimuka pengadilan. Jika tidak ada perkara atau sengketa dimuka
pengadilan mengenai hak perdata seseorang.
Hukum
pembuktian ini termuat dalam HIR (pasal 162 sampai dengan 177), RBg (pasal 282
sampai dengan 314), stb.1867 no.29 (tentang kekuatan pembuktian akta dibawah
tangan) dan BW buku IV (pasal 1856 sampai dengan 1945).
B.
Prinsip
Umum Pembuktian
Prinsip umum pembuktian
adalah landasan penerapan pembukaan. Semua pihak, termasuk hakim harus
berpegang pada patokan yang di gariskan prinsip dimaksud. Memang di samping itu
masih terdapat lagi prinsip-prinsip khusus yang berlaku untuk setiap jenis alat
bukti, sehingga harus juga di jadikan patokan dalam penerapan sistem
pembuktian. Namun apa yang di bicarakan dalam prinsip umum, merupakan ketentuan
yang berlaku bagi sistem hukum pembuktian secara umum.
1. Pembuktian
Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil
a. Tugas
dan Peran Hakim Bersifat Pasif.
Hakim hanya terbatas
menerima dan memeriksa sepanjang mengenai hal-hal yang diaukan penggugat dan
tergugat.
b. Putusan
Berdasarkan Pembuktian Fakta.
Hakim tidak dibenarkan
mengambil putusan pembuktian. Kunci ditolak atau dikabulkannya gugatan, mesti
mendasarkan pembuktian yang bersumber dari fakta-fakta yang diajukan para
pihak.
c. Aliran
Baru Menentang Pasif – Total, Ke Arab Aktif – Argumentasi.
Uraian terdahulu
memperlihatkan kedudukan hakim dalam mencari dan menemukankebenaran formiil
dalam perkara data bersifat pasif. Namun pada masa belakangan ini, muncul
aliran baru yang menentang ajaran pasif secara total, tetapi harus di beri
peran aktif secara argumentatif.
2. Pengakuan
Mengakhiri Pemeriksaan Perkara
a. Pengakuan
yang Diberikan Tanpa Syarat
1. Pengakuan
diberikan secara tegas (expressis verbis)
2. Pengakuan
yang diberikan murni dan bulat
b. Tidak
Menyangkal Dengan Cara Berdiam Diri
c. Menyangkal
Tanpa Alasan yang Cukup
3. Pembuktian
Perkara Tidak Bersifat Logis
a.
Hukum Pembuktian dalam
Perkara Tidak Selogis Pembuktian Ilmu Pasif
b.
Kebenaran yang
Diwujudkan Bersifat Kemasyarakatan
4. Fakta
– Fakta yang Tidak Perlu Dibuktikan a.
a. Hukum
Positif Tidak Perlu Di buktikan
b. Fakta
yang Diketahui Umum Tidak Dibuktikan
c. Fakta
yang Tidak Dibantah, Tidak Perlu Dibuktikan
d. Fakta
yang Ditemukan Selama Proses Persidangan Tidak Perlu Dibuktikan
5. Bukti
Lawan (Tegenbiwijs)
a. Pengertan
Bukti Lawan
Bukti lawan merupakan
bukti penyangkal (contraenquete) yang diajukan dan disampaikan di persidangan
untuk melumpuhkan pembuktian yang di kemukakan pihak lain.
b.
Prinsip Penerapan Bukti
Lawan
Ada
dua prinsip pokok :
1. Semua
alat bukti dapat disangkal dengan bukti lawan
2. Bukti
tertentu tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan
c. Kadar
Bukti yang Punya Nilai
6. Persetujuan
Pembuktian
a. Kebolehan
persetujuan pembuktian terbatas pada sengketa komersial
b. Persetujuan
menyingkirkan hak mengajukan bukti lawan, melanggar ketertiban umum
C.
Beban
Pembuktian
1. Prinsip
Beban Pembuktian
a. Tidak
bersikap berat sebelah
b. Menegakkan
risiko alokasi pembenaan
2. Penerapan
Beban Berat Sebelah
Penerapan beban
pembuktian atau pembagian beban pembuktian merupakan masalah hukum atau
yuridis. Kesalahan penerapan pembagian beban pembuktian itu telah
dipertimbangkan dalam putusan MA No. 578 k/ 1984 yang artinya PT telah salah
satu menerapan hukum pembuktian kepada masing-masing pihak.
3. Pedoman
Pembagian Beban Pembuktian
a. Pedoman
umum berdasarkan Undang-undang
b. Pembebanan
pembuktian berdasarkan kepatutan
c. Beban
pembuktian berdasarkan teori hak
d. Beban
pembuktian berdasarkan hukum
e. Beberapa
prinsip yang berkembang pada penerapn pembebanan pembuktian
4. Hukum
Materiil Sendiri Menentukan Beban Pembuktian
a. Pasal
1244 KUH perdata
b. Pasal
1365 KUH perdata
c. Pasal
1394 KUH perdata
d. Pasal
1769 Kuh perdata
e. Pasal
44 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974
f. Pasal
489 KUH perdata
g. Pasal
533 KUH perdata
h. Pasal
468 ayat (2) KUH perdata
i.
Pasal 1977 KUH perdata
D.
Batas
Minimal Pembuktian
1. Pengetian
Batas Minimal
a. Alat
bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat setiap alat bukti mempunyai syarat
formiil dan materiil. Agar alat bukti yang sah sebagai alat bukti yang di
ajukan tidak memenuhi syarat formiil dan materiil, berarti alat bukti tersebut
tidak sah sebagai alat bukti.
b. Alat
Bukti yang di Ajukan Berkualitas Alat Bukti Pemulaan.
Alat bukti yang
diajukan tidak cukup memenuhi batas minimal. Hal yang seperti ini bisa terjadi
apa bila alat bukti yang diajukan hanya satu, padahal batas minimal jenis alat
bukti yang seperti itu paling sedikit dua..
2. Patokan
Menentukan Batas Minimal
a. Tidak
digantungkan pada faktor kuantitas
b. Patokannya
didasarkan pada faktor kualitas
E.
Alat
Bukti
Alat-alat bukti dalam
perkara perdata disebutkan dalam pasal 164 HIR/ 286 RBg/ 1866 BW yaitu:
1) Tulisan
2) Saksi-saksi
3) Persangkaan
4) Pengakuan
5) Sumpah
Undang-undang
sendiri dalam beberapa hal malah mensyaratkan “hanya dapat dibuktikan dengan
tulisan” artinya tidak diperkenankan mempergunakan dengan alat-alat bukti lain.
Misalnya perjanjian pendirian suatu firma diantara para persero itu sendiri
harus dibuktikan dengan akta notaris (pasal 22 KUHD) perjanjian pertanggungan
(asuransi) hanya dapat dibuktikan dengan polise, meskipun ditambah dengan
tulisan, alat bukti lainboleh dipergunakan (pasal 258 KUHD). Kemudian mengenai
perjanjian penetapan besarnya bunga uang pinjaman harus dibuktikan secara
tertulis (pasal 1757 ayat (3) BW) dan sebagainya.
1. Alat
bukti tulisan
Alat
bukti tulisan atau surat diatur dalam pasal 138, 165 dan 167 HIR/ 164, 285 dan
305 RBg/ Stb. 1867 No. 29 dan pasal 1867 sampai dengan 1894 BW. Alat bukti tulisan ialah segala sesuatu yang memuat
tanda-tanda bacaan yang bisa dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu.
Pengertian bisa dimengerti, akan tetapi juga bisa kemudian, asal bisa di mengerti.
Alat
bukti tulisan dibagi (2) dua macam yaitu akta dan tulisan-tulisan lain bukan
akta.Yang dimaksud dengan akta adalah suatu tulisan yang dibuat sengaja untuk
dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditanda tangani oleh pembuatnya.
Dengan demikian maka unsur-unsur yang penting untuk digolongkan dalam
pengertian akta adalah kesengajaan untuk membuatnya sebagai suatu bukti tulisan
tersebut.
Yang
dimaksud dengan penanda-tanganan ialah membunuhkan nama sipenanda-tanganan
sehingga membunuhkan paraf (singkatan tanda tangan) dianggap belum cukup, nama
itu harus ditulis tanda tangan dengan nama orang lain tidak sah atau batal.
Akta dapat dibedakan
atas 2 (dua) macam yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan.
· Akta
Otentik
Akta
otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapkan pejabat yang berwenang
untuk itu, menurut ketentuan tertentu yang telah ditetapkan. Akta otentik
mempunyai kekuatan bukti yang sempurna atau mengikat, baik bagi pihak-pihak
maupun bagi ahli warisannya atau bagi orang-orang yang memperboleh hak dari padannya,
artinya hakim harus menganggapnya benar serta tidak memerlukan pembuktian lain,
kecuali memang dapat dibuktikan tentang ketidak benarannya (tentunnya dengan
alat bukti lain dan alasan yang lebih kuat).
Kata-kata
menganggap benar disini meliputi 2 hal, yaitu benar apa yang ditulis didalam
akta dan benar peristiwa yang disebutkan didalam akan terjadi. Misalnya A dan B
kawin dimuka PPN, lalu PPN membuatkan akta nikah mak akta nikah yang dibuat
oleh PPN tersebut tidak saj benar menerangkan peristiwa A dan B kawin tetapi
juga benar bahwa kawin antara A dan B sungguh-sungguh sudah terjadi. Karena
itulah pembuktian adanya nikah (perkawinan) di muka Pengadilan Agama cukup
dibuktikan dengan adanya akta atau alat bukti lainnya.
· Akta
Dibawah Tangan (Akta bukan otentik)
Akta
yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan pejabat
umum. Akta dibawah tangan ini tidak ada di atur dalam HIR (untuk jawa dan
madura), tetapi di atur dalam peraturan yang termuat dalam stb. 1867 No. 29,
karena pada waktu IR dibuat (sebelum 1848) akta dibawah tangan tersebut tidak
ada diatur di dalamnya, melainkan di atur secara khusus dalam suatu ordonansi
tentsn kekustsn pembuktisn tulisan-tulisan dibawah tangan yang termuat dalam
stb. 1867 No 29 tersebut.
Pada
suatu akta otentik terdapat tiga macam kekuatan pembuktian akta tersebut
diatas. Pertama, mempunyai kekuatan pembuktian fprmiil, yang membuktikan antar
para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang tertulis dalam akta
tersebut. Kedua, mempunyai pembuktian materiil, yang membuktikan antara para
pihak bahwa apa-apa yang mereka terangkan kemudian ditulis dalam akta. Ketiga,
mempunyai kekuatan pembuktian lahir atau keluar, yang membuktikan tidak saja
antara para pihak yang bersangkutan.
2. Jenis
Alat Bukti
Tidak
sama jenis atau bentuk alat bukti yang diakui dalam perkara pidana dan perdata.
Dalam acara pidana, sesuai dengan ketentuan pasal 184 KUHAP, alat bukti yang
diakui secara enumeraif terdiri dari:
a. Keterangan
saksi
b. Keterangan
ahli
c. Surat
d. Petunjuk
keterangan terdakwah
Dalam
acara pidana titik berat alat bukti untuk membuktikan kesalahan yang dilakukan
terdakwa, diarahkan kepada alat bukti keterangan saksi, yaitu mengandalkan
kepada orang yang mengalami, melihat atau mendengar sendiri secara langsung
tindak pidana yang terjadi. Mengenai alat bukti yang diakui dalam acara perdata
diatur secara enumeratif dalam Pasal 1866 KUH Perdata, Pasal 164 HIR, yang
terdiri dari:
a. bukti
tulisan
b. bukti
dengan saksi
c. persangkaan
d. pengakuan
e. sumpah
3. Bukti
Langsung dan Tidak Langsung
Ditinjau dari sifatnya
alat bukti yang disebut dalam Pasal 1866 KUH Perdata, Pasal 164 HIR, dapat
diklasifikasi.
a. Alat
bukti langsung (Direct Evindence)
Disebut alat bukti
langsung, karena diajukan secara fisik oleh pihak yang berkepentingan di depan
persidangan. Alat buktinya diajukan dan ditampilkan dalam proses pemeriksaan
secara fisik. Yang tergolong alat bukti langsung adalah:
1) Alat
bukti surat
2) Alat
bukti saksi
b. Alat
bukti tidak langsung
Di
samping alat bukti langsung, terdapat juga alat bukti tidak langsung. Maksudnya pembuktian yang diajukan tidak
bersifat fisik, tetapi yang diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau
peristiwa yang terjadi dipersidangan. Yang termasuk pada kelompok ini adalah
persangkaan (vermoeden).
Begitu
juga pengakuan, termasuk alat bukti tidak langsung bahkan dari sifat dari
bentuknya, pengakuan tidak tepat disebut alat bukti. Karena pada dasarnya
pengakuan bukan berfungsi membuktikan tetapi pembebasan pihak lawan untuk
membuktikan hal yang di akui pihak lain. Jika tergugat mengakui dalil penggugat
pada dasarnya tergugat bukan membuktikan kebenaran dalil tersebut, tetapi
membebaskan penggugat dari kewajiban beban pembuktian untuk membuktikan dalil
yang dimaksud.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Hukum
pembuktian positif kita dalam acara perdata di atur dalam HIR dan Rbg serta
KUHPerdata buku IV. Yang tercantum dalam HIR dan Rbg adalah hukum pembuktian
baik yang materiil maupun formil. Apa yang tercantum dalam KUHPerdata bukan IV
adalah hukum pembuktian materiil. Hukum pembuktian dalam KUHPerdata buku IV itu
disusun khusus untuk acara contradictoir atau peradilan voluntoir atau
peradilan volunter pada azasnya tidak berlaku hukum pembuktian dari KUHPerdata
buku IV, tetapi diperlakukan secara analog.
2. Yang
wajib membuktikan atau mengajukan alat-alat bukti adalah yang berkepentingan
didalam perkara atau sengketa. Para pihaklah yang wajib membuktikan peristiwa
yang disengketakan dan bukan hakim. Hal ini dapat kita baca dalam Pasal 163 HIR
(Pasal 283 Rbg) dan 1865 BW; “Barang siapa yang mengaku mempunyai sesuatu hak
harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu” (Pasal 178 ayat 1HIR, 189 ayat
1 Rbg, 50 ayat 1 Rv). Jadi dalam hal ini dipisahkan antara yang harus
membuktikan atau yang harus mengajukan alat-alat bukti, yaitu para pihak, dan
yang harus menyatakan terbukti atau tidaknya suatu peristiwa, yaitu hakim.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap. Yahya. M. 2015.
Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika
Rasyid.
A. Roihan. H. 2005. Hukum Acara Peradilan
Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada
No comments:
Post a Comment