Pengertian asuransi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang usaha asuransi adalah pertanggungan antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak pananggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau skehilangan keuntungan yang digarapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Alhamdulilah, segala puji dan rasa syukur senantiasa kami panjatkan
kepada Allah Swt. Yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Dialah yang menjadikan langit dan bumi beserta isinya.
Selawat serta
salam akan tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. beserta keluarganya,
para sahabatnya serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan, yang telah
memberikan kesempatan waktu penyelesaian makalah ini, dan dengan limpahan rahmat
dan karunia Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah yang berjudul “Asuransi Syariah” guna untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah tersebut.
Penulis
mengharapkan kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun kemajuan dalam berfikir untuk penulis agar makalah dapat dibuat
dengan yanag lebih sempurna. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita
yang sudah ada sebelumnya. Amin.
Ahsinrifqy.blogspot.com |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak seorang pun yang dapat
meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara sempurna,
meskipun dengan menggunakan berbagai alat analisis. Setiap lamaran yang
dilakukan tidak akan terlepas dari kesalahan perhitungan yang telah dilakukan,
penyebab melesetnya hasil ramalan karena di masa yang akan datang penuh dengan
ketidak pastian. Bahkan untuk hal-hal tertentu sama sekali tidak dapat
diperhitungkan seperti maut dan rezeki. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu
dimasa yang akan datang hanya dapat direka-reka semata.
Untuk mengurangi resiko yang tidak
kita inginkan dimasa akan datang, seperti risiko kebakaran, kehilangan, risiko
macetnya pinjaman kredit bank atau risiko lainnya, maka diperlukan perusahaan
untuk menanggung risiko tersebut. Adalah perusahaan asuransi yang mau
menanggung risiko tersebut setiap risiko yang bakal dihadapi nasabahnya baik
perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan
perusahaan yang melakukan usaha pertanggungan terhadap risiko yang akan
dihadapi oleh nasabahnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Definisi
Asuransi Syariah?
2.
Bagaimana
Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia?
3.
Bagaimana
Prinsip Dasar Asurannsi?
4.
Bagaimana
Prinsip Operasional Asuransi Islam?
5.
Bagaimana
Prospek dan Tantangan Asuransi?
6.
Apa Saja Jenis
Produk Asuransi Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Asuransi
Pengertian asuransi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992
tentang usaha asuransi adalah pertanggungan antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak pananggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau skehilangan keuntungan yang digarapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.[1]
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Memberi definisi
tentang asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk asset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah adalah suatu kemauan
usaha saling menolong dan melindungi untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang
sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Jadi
intinya disini kita meminimalisir segala kerugian yang mungkin akan terjadi
pada masa yang akan datang,
Pada asuransi Islam, perjanjian yang terjadi ialah perjanjian
tolong-menolong bukan perjanjian tukar-menukar. Disini bukan untung rugi yang
dipikirkan. Jadi, peserta yang berhenti sebelum pertanggungannya berahir,
peserta dapat menarik kembali iuran yang telah dibayarkan dikurangi dana tabarru’
yang memang telah di ikhlaskan sejak semula untuk tujuan sosial (derma).
Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan keuntungan yang diperoleh selama
uangnya dikelola perusahaan. [3]
B.
Sejarah
Asuransi Syariah
Perkembangan asuransi dalam islam sudah lama terjadi. Istilah yang
digunakan berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya
pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam
kesulitan.
Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum
Masehi. Yaitu pada masa Nabi Yusuf as. Yaitu pada saat itu menafsirkan mimp
dari Raja Fir’aun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami
masa paceklik selama 7 tahun berikutnya.[4] Untuk
berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja menyisihkan sebagian dari
hasil panen sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik.
Pada tahun 2000 sebelum Masehi para saudagar dan actor di Italia
membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang
bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para budak belian yang
diperbantukan pada ketentaraan kerajaan Romawi. Setiap anggota mengumpulkan
sejumlah iuran dan bila salah seorang anggota mengalami nasib sial maka biaya
pemakamannya akan dibayar oleh anggota yang bernasib baik dengan menggunakan
dana yang digunakan sebelumnya.[5]
Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep Aqilah yang
sering terjadi dalam sejarah pra-Islam dan di akui dalam literatur hukum Islam.
Jika ada salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka dia
(si pembunuh) dikenakan diyat dalam bentuk uang
Selanjutnya akan dijelaskan tentang sejarah dan perkembangan
asuransi di Indonesia. Tepatnya, sejarah asuransi jiwa di Indonesia. Dimulai
sejak terjadinya migrasi usaha dari negeri Belanda yang dibawa oleh para
intelektual Negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka.
Sejarah asuransi di Indonesia bukan merupakan suatu jalan mulus
yang dapat dilalui dengan lancar, didalamnya tercatat bagaimana usaha ini
diterpa oleh banyak badai. Dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa
ini dinikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekonomi di masa pendudukan
jepang yang menyebabkan tidak beroperasinya sebagian besar perusahaan asuransi
jiwa. [6]
Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada
paruh akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada
tanggal 25 Agustus 1994. Dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI)
yang dipelopori oleh ICMI. Melalui berbagai seminar nasional dan setelah
mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT
Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai holding company pada tanggal 24
Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan anak perusahaan, yakni PT Asuransi
Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Keluarga
diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad
sealaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional
perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.[7]
Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba
untuk bersaing dengan PT Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya Asuransi
Mubarokah, MAA Assurance dan lain sebagainya. Menurut survei dari Karim
Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di Indonesia,
setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok potensial.
Peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah di Indonesia dengan
adanya kebijakan pemerintah melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7
November 2002, yang memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk
menjalankan usahanya berbasis syariah melalui tiga pendirian, yaitu:
a.
Konversi
langsung secara penuh dari asuransi syariah dengan mengubah akad dan
menghilangkan unsure maisir, gharar, dan riba.
b.
Membentuk
langsung lembaga asuransi syariah
c.
Membukan kantor
cabang asuransi syariah.
Adapun yang melatar belakangi lahirnya sistem asuransi syariah dan
penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia adalah:
a.
Prinsip syariah
sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al-Qur’an (pedoman bagi umat islam
dalam bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsure-unsur keadilan
dibandingkan dengan sisitem konvensional.
b.
Adanya
permintaan pasar
c.
Adanya
kebijakan pemerintah yang member kesempatan pada perusahaan untuk membuka
divisi syariah dan fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/2001 tentang pedoman asuransi
syariah.[8]
C.
Prinsip Dasar
Asuransi
Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika jika dan hanya
dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Ibarat sebuah rumah, jika dibangun
dengan pondasi yang rapuh maka cepat ataupun lambat rumah itu akan mengalami
kehancuran dan roboh di terpa badai. Sebaliknya, jika sebuah rumah didasari
atas pondasi yang kuat maka akan menghasilkan rumah yang kokoh dan tahan
terhadap badai.
Begitu juga dengan asuransi, harus
dibangun di atas pondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Berikut
adalah prinsip dasar asuransi syariah:
a. Tauhid
b. Keadilan
c. Tolong menolong
d. Kerja sama
e. Amanah
f. Kerelaan
g. Larangan riba
h. Larangan maisir (judi)
i.
Larangan gharar
(ketidakpastian).[9]
D.
Prinsip
Operasional Asuransi Islam
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus
beroperasi sesuai dengan prinsip syariat islam dengan cara menghilangkan
kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar, maisir, dan riba. Bentuk
usaha-usaha dan investasi yang dibenarkan syariat Islam adalah yang lebih
menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba dan dengan mengembangkan
kebersamaan dalam menghadapai risiko usaha.
Berikut akan dijelaskan usaha untuk menghindari dari unsure gharar,
maisir, dan riba.
1.
Gharar (uncertainty) atau ketidakpastian.
Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Secara
konvensioanal, kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan
sebagai akad tabaduli yaitu akad pertukaran. Yaitu pertukaran pembayaran
premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah, dalam akad pertukaran harus
jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang akan diterima. Keadaan ini akan
menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima tetapi
tidak tau berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi). Dalam konsep
syariah keadaan ini yang digunakan adalah akad takafuli yaitu tolong
menolong dan saling menjamin dimana semua peserta asuransi menjadi penolong dan
jaminan satu sama lainnya.
2.
Maisir (gambling), artinya ada salah satu pihak yang untung tapi di lain
pihak justru mengalami kerugian dalam asuransi konvensional. Tetapi dalam
konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama
menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali
dana yang dimasukkan kedalam dana tabarru’.
3.
Unsur riba (unsury)
tercermin dalam cara perusahaan asuransi konvensional melakukan usaha dan
investasi dimana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam
konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinsip
bagi hasil.[10]
E.
Peluang dan
Tantangan Asuransi Syariah di Indonesia
a.
Peluang
Asuransi
syariah di Indonesia sudah bertahu-tahun berjalan semenjak pertama kali di
dirikan pada tahun 1994 yaitu dengan diresmikan PT. Takaful Keluarga.
Dibandingkan dengan asuransi konvensial yang sudah beroperasi sejak tahun 1912
maka asuransi syariah masih tergolong relative muda.
Melihat pertumbuhan yang pesat ini
menunjukkan betapa besar peluang asuransi syariah untuk lebih berkembang lagi.
Setidaknya ada dua factor penting yang bisa menjadi momentum berharga bagi
berkembangnya asuransi syariah di Indonesia, yaitu:
1.
Ruang renetrasi
produk asuransi di Indonesia masih sangat luas mengingat persentase pemegang
polis individual di Indonesia baru mencapai kisaran 3% (6,6 juta) dari total
penduduk sebesar 220 juta.
2.
Meyoritas
penduduk Indonesia merupakan umat Islam, dan kehadiran produk yang sejalan
dengan konsep serta nilai-nilai beragama berpeluang besar untuk bisa diterima
oleh masyarakat luas,
3.
Konsep asuransi
syariah dapat memenuhi keadilan.
4.
Meningkatnya
kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.[11]
b.
Tantangan
Modal yang kecil juga menjadi tantangan bagi perkembangan asuransi
syariah di Indonesia. Dalam keputusan Nomor 426 tahun 2003, menteri keuangan
hanya mensyaratkan modal kerja perusahaan sedikit saja. Sumber Daya Manusia
(SDM) yang handal di bidang asuransi dan syariah sangat diperlukan untuk
mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, sayangnya menurut Walter
L. Gaol, direktur Asuransi jiwa Great Eastern bahwa salah satu kendala
penting yang dihadapi adalah langkanya SDM yang “qualified” dan memiliki semangat syariah.
Kesadaran
masyarakat yang masih rendah ini menjadi tantangan bagi asuransi syariah untuk
memberikan pemahaman tentang asuransi syariah yang terlepas dari unsur maisir, gharar,
dan riba.
Sarana investasi syariah yang ada
sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan asuransi syariah. [12]
F. Beberapa jenis produk asuransi syariah
Perusahaan asuransi syariah di Indonesia
saat ini menawarkan aneka macam produk asuransi yang saat ini banyak dibutuhkan
oleh masyarakat perorangan maupun kolektif perusahaan.
Asuransi Individu yang meliputi dana investasi,
yaitu bekal hari tua dari nasabah atau juga bisa menjadi jaminan dana bagi ahli
waris bila nasabah meniggal dunia. Dana beasiswa, adalah jaminan dana
pendidikan hingga perguruan tinggi dan berhasil meraih gelar sarjan. Dana
pesiun, merupakan jaminan santuan bagi ahli waris dari nasabah yang menduduki
jabatan penting atau sebagai pekerja bila meninggal dunia lebih awal atau tidak
bekerja lagi. Asuransi Kelompok atau grup yaitu takaful al-Khairat dan Tabungan
Haji, adalah program jaminan bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji
yang di danai oleh iuran bersama dengan keberangkatan bergilir. Asuransi
syariah juga menawarkan produk yang terkait dengan risiko akibat kegiatan
yang menyebabkan musibah. Asuransi
kebakaran, asuransi bermotor dan lainnya.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
asset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah.
Perkembangan
asuransi dalam islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan berbeda-beda,
tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh
sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
prinsip
dasar asuransi syariah:
a. Tauhid
b. Keadilan
c. Tolong menolong
d. Kerja sama
e. Amanah
f. Kerelaan
g. Larangan riba
h. Larangan maisir (judi)
i.
Larangan gharar
(ketidakpastian).
Berbeda dengan
asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip
syariat islam dengan cara menghilangkan kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar,
maisir, dan riba. Bentuk usaha-usaha dan investasi yang dibenarkan syariat
Islam adalah yang lebih menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba dan
dengan mengembangkan kebersamaan dalam menghadapai risiko usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media
2004
Kasmir. Bank
dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers 2012
Sula, Muhammad
Syakir. Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani Press 2004
Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta:
Prenada Media 2005
https://hessianantasari.wordpress.com/2013/03/03/peluang-tantangan-asuransi-syariah-di-indonesia/.
Www.neraca.co.od/article/01/12/2012/macam-macam-produk-asuransi-syariah.
[1]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers 2012).
Hlm.261.
[2]
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press
2004). Hlm. 30.
[3]
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media 2005). Hlm. 204.
[4]
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media 2005). Hlm. 179.
[5]
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada
Media 2004). Hlm. 66.
[6]
Ibid, hlm. 75.
[7]
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada
Media 2004). Hlm. 76.
[8] https://shantidk.wordpress.com/2009/07/15/perkembangan-asuransi-syariah/
[9]
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada
Media 2004). Hlm.127-134.
[10]
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media 2005). Hlm.148-149.
[11] https://hessianantasari.wordpress.com/2013/03/03/peluang-tantangan-asuransi-syariah-di-indonesia/.
[12]
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada
Media 2004). Hlm.181.
[13] Www.neraca.co.od/article/01/12/2012/macam-macam-produk-asuransi-syariah.