
Politik islam (bahasa
arab:Siyasah Salami)
adalah politik di dalam bahasa arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab
itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam al
muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat sasa addawaba
yasusuha siyasatan bererti qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya,
melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu
(mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud politik islam
adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat islam.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Politik
islam ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai
acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belusm
tentu seluruh umat islam. Karena
itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik
islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan
perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar
organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
Politik islam ialah
aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai
dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat islam. Karena
itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik
islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan
dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.[1]
Demokrasi islam dianggap sebagai sistem
yang mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah
{syura}, persetujuan {ijma’}, dan penilaian interpretative yangmandiri
{ijtihad}
Masayarakat madani adalah
masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat,
sejak filsafat yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah madinah
atau polis, yang berarti kota yaitu masyarakatyang maju dan berperadaban.
Masyarakat madina menjadi simbol idealisme yangdiharapkan oleh setiap
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Politik Dalam Islam?
2. Bagaimana Sejarah Perpolitikan Dalam Islam ?
3. Bagaimana Kedudukan Politik Islam ?
4. Bagaimana Demokrasi Dalam Islam ?
5. Siapakah Masyarakat Madani ?
6. Bagaimanakah Asas-Asas Politik Dalam Islam ?
7. Bagaimana Prinsip-Prinsip Utama Politik Islam ?
8. Bagaimana Tujuan Politik Dalam Islam ?
C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui Pengertian Politik Dalam Islam.
2. untuk mengetahui Sejarah Perpolitikan Dalam Islam .
3. untuk mengetahui Kedudukan Politik Islam .
4. untuk mengetahui Demokrasi Dalam Islam .
5. untuk mengetahui Masyarakat Madani .
6. untuk mengetahui Asas-Asas Politik Dalam Islam .
7. untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Utama Politik Islam .
8. Untuk Mengetahui Tujuan Politik Dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Politik Dalam Islam
Dalam kamus umum bahasa indonesia,
karangan w.j.s poerwa darminza, politik di artikan sebagai pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan sebagainya
dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan. Siasat
dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang
berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan
negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk
menentukan, serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu di
berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana
bentuk tanggung jawabnya.
Politik
ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat
undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan
bagi kepentingan manusia.
Di
dunia islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau siyasah ini.
Imam al bujairimi dalam kitab at tajrid linnafi’ al-‘abid menyatakan siyasah
adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu ibnul qoyyim dalam
kitab ‘ilamul muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah
(benar) dan siyasah fasidah (salah).
Politik
islam (bahasa arab:Siyasah Salami)
adalah politik di dalam bahasa arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab
itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam al
muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat sasa addawaba
yasusuha siyasatan bererti qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya,
melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu
(mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud politik islam
adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat islam.[2]
Politik islam ialah
aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai
dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat islam. Karena
itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik
islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan
dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
Politik
islam secara substansial merupakan penghadapan islam dengan kekuasan dan negara
yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik
(political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai islam. Sikap perilaku
serta budaya politik yang memakai kata sifat islam, menurut dr. Taufik
abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan
komunitas spiritual islam.[3]
B. Sejarah Perpolitikan Dalam Islam
Fakta-fakta sejarah : di antara fakta sejarah
yang tidak dapat diingkari oleh siapapun adalah, setelah timbulnya dakwah
Islam, kemudian terbentuk bangunan masyarakat baru yang mempunyai identitas
independen yang membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui satu
undang-undang, menjalankan kehidupannya sesuai dengan sistem yang satu, menuju
kepada tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-individu masyarakat yang
baru itu terdapat ikatan ras, bahasa, dan agama yang kuat, serta adanya
perasaan solidaritas secara umum. Bangunan masyarakat yang memiliki semua
unsur-unsur tadi itulah yang dinamakan sebagai bangunan masyarakat 'politik'.
Atau yang dinamakan sebagai 'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu definisi
tertentu, selain aanya fakta terkumpulnya karakteristik-karakteristi yang telah
disebutkan tadi dalam suatu bangunan masyarakat.
Di antara
fakta-fakta sejarah yang tidak diperselisihkan juga adalah, bangunan masyarakat
politik ini atau 'negara', telah memulai kehidupan aktifnya, dan mulai
menjalankan tugas-tugasnya, dan merubah prinsip-prinsip teoritis menuju dataran
praksis. Setelah tersempurnakan kebebasan dan kedaulatannya,
dan kepadanya dimasukkan unsur-unsur baru dan adanya penduduk. Yaitu setelah
pembacaan bai'at Aqabah satu dan dua, yang dilakukan antara Rasulullah Saw
dengan utusan dari Madinah, yang dilanjutkan dengan peristiwa hijrah. Para
faktanya, kedua bai'at ini --yang tidak diragukan oleh seorangpun tentang berlangsungnya
kedua bai'at ini-- merupakan suatu titik transformasi dalam Islam .
Dan peristiwa hijrah
hanyalah salah satu hasil yang ditelurkan oleh kedua peristiwa bai'at itu.
Pandangan yang tepat terhadap kedua bai'at tadi adalah dengan melihatnya
sebagai batu pertama dalam bangunan 'negara Islam'. Dari situ akan tampak
urgensitas kedua hal itu. Alangkah miripnya kedua peristiwa bai'at itu dengan
kontrak-kontrak sosial yang di deskripsikan secara teoritis oleh sebagian
filosof politik pada era-era modern. Dan menganggapnya sebagai fondasi bagi
berdirinya negara-negara dan pemerintahan. Namun bedanya, 'kontrak sosial' yang
dibicarakan Roussou dan sejenisnya hanyalah semata ilusi dan imajinasi,
sementara kontrak sosial yang terjadi dalam sejarah Islam ini berlangsung dua
kali secara realistis di Aqabah. Dan di atas kontrak sosial itu negara Islam
berdiri. Ia merupakan sebuah kontrak historis. Ini merupakan suatu fakta yang
diketahui oleh semua orang. Padanya bertemu antara keinginan-keinginan manusiawi
yang merdeka dengan pemikiran-pemikiran yang matang, dengan tujuan untuk
mewujudkan risalah yang mulia.
Dengan demikian, negara
Islam terlahirkan dalam keadaan yang amat jelas. Dan pembentukannya terjadi
dalam tatapan sejarah yang jernih. Karena Tidak ada satu tindakan yang
dikatakan sebagai tindakan politik atau kenegaraan, kecuali dilakukan oleh
negara Islam yang baru tumbuh ini. Seperti Penyiapan perangkat untuk mewujudkan
keadilan, menyusun kekuatan pertahanan, mengadakan pendidikan, menarik pungutan
harta, mengikat perjanjian atau mengirim utusan-utusan ke luar negeri. Ini
merupakan fakta sejarah yang ketiga. Adalah mustahil seseorang mengingkarinya.
Kecuali jika kepadanya dibolehkan untuk mengingkari suatu fakta sejarah yang
terjadi di masa lalu, dan yang telah diterima kebenarannya oleh seluruh
manusia.
Dari
fakta-fakta yang tiga ini yang telah kami sebutkan terbentuk bukti sejarah yang
menurut kami dapat kami gunakan sebagai bukti di samping pendapat kalangan
orientalis yang telah disitir sebelumnya atas sifat politik sistem Islam. Jika
telah dibuktikan, dengan cara-cara yang telah kami gunakan tadi, bahwa sistem
Islam adalah sistem politik, dengan demikan maka terwujudlah syarat pertama
yang mutlak diperlukan bagi keberadaan pemikiran politik. Karena semua
pemikiran tentang hal ini: baik tentang pertumbuhannya, hakikatnya,
sifat-sifatnya atau tujuan-tujuannya, niscaya ia menyandang sifat ini, yaitu
sifatnya sebagai suatu pemikiran politik. Syarat ini merupakan faktor yang
terpenting dalam pertumbuhan pemikiran ini. Bahkan ia merupakan landasan
berpijak bagi kerangka-kerangka teoritis dan aliran-aliran pemikiran yang
beragam. Oleh karena itu, amatlah logis jika kami curahkan seluruh perhatian
ini untuk meneliti dan menjelaskannya.[4]
C. Kedudukan
Politik Dalam Islam
Terdapat tiga pendapat di kalangan
pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam syariatislam. Yaitu:
Pertama,kelompok
yang menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang serbah lengkap didalamnya
terdapat pula antara lain system ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir
sebuah istilah yang disebut dengan fikih siasah (system
ketatanegaraan dalam islam) merupakan bagian integral dari ajaran islam.
Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang harus
diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dan
oleh parakhulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.
Kedua,kelompok yang berpendirian
bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya agama tidak ada hubungannya
dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi Muhammad hanyalah seorang rasul,
seperti rasul-rasul yang lain bertugas menyampaikan risalah tuhan kepada
segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin suatu Negara.
Ketiga menolak bahwa islam
adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala sistem ketatanegaraan,
tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pandanagan barat yang
hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam
islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetap terdapat seperangkat tata
nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali
sebagai rasul, meminjam istilah harun nasution, kepala agama, juga beliau
adalah kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yastrib yangkemudian
menjadi madinah al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligusmanjadi
pusat pemerintahannya dengan piagam madinah sebagai aturan dasarkenegaraannya.
Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala negaradigantikan abu bakar
yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,selanjutnya disebut
khalifah. Sistem pemerintahannya disebut “khalifah”. Sistem“khalifah” ini
berlangsung hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaankhalifah terakhir, ali
“karramah allahu wajhahu”.[5]
D. Demokrasi
Dalam Islam
Kedaulatan mutlak dan keesaan tuhanyang
terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung Dalamkonsep
khalifah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakanganini
mengembangkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis.
Didalamnyatercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat,
tekanan padakesamaan derajat, manusia, dan kewajiban rakyat sebsgai pengemban
pemerintahan.
Demokrasi islam dianggap sebagai sistem
yang mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah
{syura}, persetujuan {ijma’}, dan penilaian interpretative yang mandiri
{ijtihad}, Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka keesaan tuhan dan
kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-nya. Meskipun istilah-istilah ini
banyak diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di
dunia islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami
hubungan antara islam dan demokrasi di dunia kontemporer.[6]
E. Masyarakat
Madani
Masayarakat
madani adalah masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa
filsafat islamjuga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota yaitu
masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat madina menjadi simbol
idealisme yang diharapkan oleh setiap masyarakat.
Kata madani merupakan penyifatan terhadap
kota madinah, yaitu sifat yang ditunjukanoleh kondisi dan sisyem kehidupan yang
berlaku di kota madinah . kondisi dansistem kehidupan menjadi popular dan
dianggap ideal untuk menggambaraknmasyarakat yang islami, sekalipun penduduknya
terdiri dari berbgai macamkeyakinan. Mereka hidup dengan rukun, saling
membantu, taat hukum, dan menujjukankepercayaan penuh terhadap kepemimpinannya.
aL-qur’an menjadi konstitusi untukmenyelesaikan berbagai persoalan hidup yang
terjadi diantara penduduk madinah.
Perjanjian madinah berisikesepakatan ketiga
unsur masyarakat untuk saling tolong-menolong, menciptakankedamaian, dalam
kehidupan social, menjadikan aL-qur’an sebagai konstitu,menjadikan rasulullah
SAW sebagai pemimpin yang ketaatan penuh terhadapkeputusan-keputusannya, dan
memberikan kebebaan bagi penduduknya untuk memelukagama serta beribadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya.
Masyarakat madani sebagai masyarakatideal
memeliki karakteristik sebagai berikut
:
a) Bertuhan
b) Damai
c) Tolong-menolong
d) Toleran
e) Keseimbangan antara hak
dan kewajiban social
f) Berperadaban
tinggi
F. Asas-Asas
SiStem Politik Islam
1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam
sistem politik Islam hanyalah hak mutlakAllah.
Dan Dialah
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhakdisembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala
puji di dunia dan di akhirat, danbagi-Nyalah segala penentuan dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
Ø Bahawasanya Allah Pemelihara alam
semesta yang pada hakikatnya adalahTuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan
tidak ada jalan lain bagi manusiakecuali patuh dan tunduk kepada sifat
IlahiyagNya Yang Maha Esa.
Ø Bahawasanya hak untuk menghakimi dan
meng adili tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.
Ø Bahawasanya hanya Allah sahajalah
yang memiliki hak mengeluarkan hukumsebab Dialah satu-satuNya Pencipta.
Ø Bahawasanya
hanya Allah sahaja yang memiliki hakmengeluarkan peraturan-peraturan sebab
Dialah satu-satuNya Pemilik
Ø Bahawasanya
hukum Allah adalah suatu yang benar sebabhanya Dia sahaja yang Mengetahui
hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja
penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan
lurus.
Hakimiyyah
Ilahiyyah membawa arti bahwa terutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid
kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.
2. Risalah
Risalah bererti
bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak
Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammads.a.w adalah suatu asas yang penting dalam
sistem politik Islam. Melaluilandasan risalah inilah maka para rasul mewakili
kekuasaan tertinggi Allahdalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para
rasul meyampaikan,mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan
dan perbuatan.
Dalam sistem
politik Islam, Allah telahmemerintahkan agar manusia menerima segala perintah
dan larangan Rasulullahs.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada
perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dantidak mengambil selain daripada
Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalamsegala perselisihan yang terjadi di
antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikanAllah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untukAllah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin danorang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa
yang diberikan Rasul kepadamumaka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah; danbertakwalah kepada Allah.SesungguhnyaAllah
sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hinggamereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudianmereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamuberikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.(An-Nisa’: 65)
3. Khilafah
Khilafah bererti perwakilan.
Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu,
dengan kekuasaanyang telah diamanahkanini, maka manusia hendaklah melaksanakan
undang-undang Allah dalam batas yangditetapkan. Di atas landasan ini, maka
manusia bukanlah penguasa atau pemiliktetapi hanyalah khalifah atau
wakilAllah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Kemudian Kami
jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di mukabumi sesudah mereka, supaya
Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus:
14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah
yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun
agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat
berikut:
Terdiri dari pada
orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggungjawab
yang terangkum dalam pengertian kkhilafah
Tidak terdiri dari pada orang-orang
zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar
batas-batas yang ditetapkan olehNya,Terdiri dari pada orang-orang yang berilmu,
berakal sihat, memiliki kecerdasan,
kearifanserta kemampuan intelek dan fizikal Terdiri dari pada
orang-orang yang amanah sehingga dapat dipikulkan tanggungjawab kepada mereka
dengan yakin dan tanpa keraguan.[8]
G. Prinsip-Prinsip
Utama Sistem Politik Islam.
1. Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utamaadldah
berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akanmenjawat
tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang keduaadalah
berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yangtelah
dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yangseterusnya
ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkarabaru yang
timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.
2. Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengankeadilan sosial yang dijamin oleh
sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalampelaksanaannya yang luas, prinsip
keadilan yang terkandung dalam sistem politikIslam meliputi dan merangkumi segala
jenis perhubungan yang berlaku dalamkehidupan manusia, termasuk keadilan di
antara rakyat dan pemerintah, di antaradua pihak yang bersebgketa di hadapan
pihak pengadilan, di antara pasangansuami isteri dan di antara ibu bapa dan
anak-anaknya.kewajipan berlaku adil danmenjauhi perbuatan zalim adalah di
antara asas utama dalam sistem sosial Islam,maka menjadi peranan utama sistem
politik Islam untuk memelihara asas tersebut.Pemeliharaan terhadap keadilan
merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utamakerana dengannya dapat
dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
3. Kebebasan
Kebebasan yang
diipelihara olehsistem politik Islam ialah kebebasan yang berterskan kepada
makruf dankebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenaradalah tujuan
terpentingbagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas
utama bagiundang-undang perlembagaan negara Islam.
4. Persamaan
Persamaan
di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan
dalam memikul
tanggungjawab
menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan
dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.
5. Hak menghisab
pihak pemerintah
Hak
rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak
tanduknya. Prinsip iniberdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk
melakukan musyawarah dalamhal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran
negara dan ummah. Hakrakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota
dalammasyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran.
Dalampengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk
mengawasi danmenghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.[9]
H. Tujuan
Politik Dalam Islam.
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk
membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar
untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya
ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. Dengan adanya
pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegak lah
Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para
fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuankepada sistem
politik dan pemerintahan Islam:
1) Memelihara
keimanan menurut prinsip-prinsip yang telahdisepakati oleh ulamak salaf
daripada kalangan umat Islam
2) Melaksanakanproses
pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalanganorang-orang
yang berselisih
3) Menjagakeamanan
daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dandamai
4) Melaksanakanhukuman-hukuman
yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia
5) Menjaga
perbatasan negara dengan pelbagai persenjataanbagi menghadapi kemungkinan
serangan daripada pihak luar
6) Melancarkan jihad tserhadap
golongan yang menentang Islam
7) Mengendalikan
urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana
yang ditetapkan syaraks
8) Mengatur anggaran
belanjawan dan perbelanjaan dari pada perbendaharaan
negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
9) Melantik
pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagimengawal kekayaan negara dan
menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara.
10) Menjalankan
pengawalan dan pemeriksaan yangrapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin
negara dan melindungi Agama.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Politik islam ialah
aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai
dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat islam. Karena
itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik
islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan
dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
Politik islam
ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan
nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat islam. Karena
itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik
islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan
dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.[11]
Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengekuhkan konsep-konsep
islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah {syura}, persetujuan {ijma’},
dan penilaian interpretative yangmandiri {ijtihad}
Masayarakat
madani adalah masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi
nilai-nilaikemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa
filsafat islamjuga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota yaitu
masyarakatyang maju dan berperadaban. Masyarakat madina menjadi simbol
idealisme yangdiharapkan oleh setiap masyarakat.
Tujuan sistem politik Islam adalah
untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas
dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya
ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. Dengan adanya
pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegak lah
Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut.
B. Saran
Semoga dengan disusunnya makalah
ini, dapat menambah pengetahuan kita tentang Politik Dalam
Islam.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Untuk itu, kami mengharap saran yang konstruktif dari teman-teman
sekalian serta para pembaca terutama dosen pengampu demi perbaikan makalah kami
dimasa yang akan datang.
DAFTAR RUJUKAN
Pulungan,J. Suyuti, Fiqh Siyasah, Ajaran Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta: Pt. Raja
Grafindo Persada,1993.
Ayadzali, Munawir , Islam Dan Tata Negara, Cet V. Jakarta:
Ui Press.1990
Madjid, Nurcholish, Cita-Cita
Politik Islam,Cet.Ii. Jakarta: Paramadina 2009.
Al-Bahnasawi, Salim
Ali , Wawasan Sistem Politik Islam ,Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, Cet. I,1999.
[1] Salim Ali Al-Bahnasawi, Wawasan
Sistem Politik Islam (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, Cet. I, 1999).Hlm.34-36.
[2]J.
Suyuti Pulungan, Fiqh
Siyasah,
Ajaran Sejarah Dan Pemikiran(
Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada,1993).Hlm.125.
[6] Ibid.
170.
8
Ibid. 120-123.[9] Cita-Cita
Politik Islam.Hlm.90-91.