M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi
hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam
aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan.
Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang
harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa
hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok
saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di
lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali
melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu
informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat
diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus
mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan
karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan
ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala
ilmu dan pengetahuan.
Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang
membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan
darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang
dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang
menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk
mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.
B. Rumusan Masalah
1
Apa pengertian epistemology?
2
Bagaimana ruang lingkup epistemology?
3
Apa saja aliran-aliran epistemology?
4
Apa saja pengaruh epistemology?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Epistemologi
Epistemologi
berasal dari bahasa yunani “episteme” dan “logos”. “episteme” artinya pengetahuan (knowledge), “logos”
artinya teori. Dengan demikian epistemology secara etimologis berarti teori
pengetahuan. Istilah-istilah lain yang setara dengan epistemology adalah:
1
Kriteriologi, yakni cabang filsafat yang
membicarakan ukuran benar atau tidaknya pengetahuan.
2
Kritik pengetahuan, yakni pembahasan
mengenai pengetahuan secara kritis.
3
Gnosiologi,
yaitu perbincangan mengenai pengetahuan yang bersifat ilahiah (Gnosis).
4
Logika material, yaitu pembahasan logis
dari segi isinya, sedangkan logika formal lebih menekankan pada segi bentuknya.[1]
B.
Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup
epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad
merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan
sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi
mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa
sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita
ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat
menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat
epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem
menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha
menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk
menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan
epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar
dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi
hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang
jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa
seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi
asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan
Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang
membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru
diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat
perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna
epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap
pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi.
Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi,
tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode
pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat
luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan”
pengetahuan.[2]
C.
Aliran-aliran Epistemologi
Ada
beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1.
Empirisme
Kata
empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya,
pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin
karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.
John
locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula
rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia
itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa
yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera
yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan
berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia
selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat
diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera
itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena
itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode
eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan
indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu
kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu
besar.
2.
Rasionalisme
Secara
singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut
aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek.
Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang
tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak
ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga
mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap
segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang
sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito
Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio
merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada
kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang disebut Ideas
Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah).
Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae
= ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena
rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut
rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan
dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran rasionalisme adalah lawan
dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajran agama. Adapun
dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering
berguna dalam menyusun teori pengetahuan.
3.
Positivisme
Tokoh
aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham empirisme. Ia
berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan.
Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus menggunakan
alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca atau
timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat
bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme
bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme.
4.
Intuisionisme
Henri
Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera
yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian
bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau
akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia
mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak
mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada
objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari
kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu kemampuan
tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.[3]
5.
Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana
seseorang ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant
(1724-18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti
rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui
peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun
ia mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak
mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.[4]
6.
Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh.
Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam
jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh
karena itu, tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada
spirit tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan
dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa
pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari manusia denganakalnya.[5]
D.
Pengaruh epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh
terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori
pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat
dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang
memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu
kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari
keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu
negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi.
Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains
dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi
modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan
alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai
penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong
manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu
yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran
secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengetahuan
dapat diperoleh melalui beberapa hal yaitu:
1
Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni
pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir yang logis sehingga dapat
diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme.
2
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman,
yakni pengetahuan baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan
mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan, jadi ketika manusia lahir
benar-benar dalam keadaan yang bersih dan suci dari apapun. Aliran yang
mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.
3
Pengetahuan diperoleh dari intuisi,
yakni pengetahuan yang bersifat personal, dan hanya orang-orang tertentu yang
mendapatkan pengetahuan ini.
B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang
sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam
kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon
kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro, Filsafat umum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012
Hakim, Bani Ahmad Saebani, filsafat umum dari metologi sampai
teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Mustansyir, Rizal,
misnal munir, Filsafat Umum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Tafsir, Ahmad, Filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009
http://barabbasayin.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-ruang-lingkup.html
http://ebookcollage.blogspot.com/2013/06/pengaruh-epistemologi.html
[1]
Rizal mustansyir, misnal munir, Filsafat Umum (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002)hlm. 16
[2]
http://barabbasayin.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-ruang-lingkup.html
[3]
Ahmad Tafsir, Filsafat umum akal dan hati sejak
thales sampai capra (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Hlm 24-28
[5] Hakim,
Bani Ahmad Saebani, filsafat umum dari metologi sampai teofilosofi. (Bandung:
Pustaka Setia,2008), Hlm 206
[6]
http://ebookcollage.blogspot.com/2013/06/pengaruh-epistemologi.html