Perilaku Politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan adalah
pemerintah dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua,
yaitu fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan
fungsi-fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi
gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam
perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting,
terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku) dan Post
Behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama
banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi
partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan Partisipasi politik merupakan
aktifitas masyarakat yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga
Negara, bukan politikus atau pegawai negeri.
Partisipasi politik ini pun bersifat sukarela dan bukan dimobilisasi oleh
Negara maupun partai yang berkuasa (Basri, 2011: 97). Dengan itu, maka kita
mengetahui bahwa partisipasi politik itu merupakan suatu hal yang bersifat suka
rela terhadap masyarakat yang aktif dalam perpolitikan ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
A.
Seperti apa
perilaku politik ?
B.
Bagaimana Efek komunikasi massa pada
perilaku politik ?
C.
Apa pengertian partisipasi politik ?
D.
Bagaimana tingkatan partisipasi politik ?
C. TUJUAN
A.
Untuk mengetahui perilaku politik
B.
Untuk mengetahui Efek
komunikasi massa pada perilaku politik
C.
Untuk mengetahui partisipasi politik
D.
Untuk mengetahui tingkatan partisipasi politik
BAB II
PEMBAHASAN
PERILAKU DAN PARTISIPASI
POLITIK
A.
Perilaku
politik
Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan adalah
pemerintah dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua,
yaitu fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan
fungsi-fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat.[1]
Perilaku politik, salah satunya, di pengaruhi oleh factor budaya yang di
anut serta proses komunikasi politik yang di laluinya. Untuk melihat
relasi-relasi sociologis di antara factor-faktor tersebut, pada bagian ini akan
di bahas satu di namika komunikasi dengan memusatkan perhatian pada peran-peran
politik yang di mainkan kekuatan islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sementara keterlibatan politik seseorang atau sekelompok orang hamper selalu
berkaitan dengan proses komunikasi politik yang di perankannya. Seperti di
katakana nimmo (1980:180), keterbukaan terhadap komunikasi politik dapat
mempengaruhi orang untuk secara aktif terlibat dalam politik di satu pihak, dan
di pihak lain, komunikasi politik juga bisa menekankan partisipasi politik.
Karena itu maneuver-manuver politik yang sering keluar dari sejumlah elit dan
actor politik pada umumnya, pada gilirannya dapat berimplikasi pada pembentukan
perilaku politik individu dan kelompok yang terlibat dalam proses tersebut.
Pesan-pesannya akan menjadi rujukan penting dalam mengambil tindakan-tindakan
formal ataupun informal khususnya berkenaan dengan aktifitas politik. [2]
v
Model Perilaku Politik
Ada tiga kemungkinan dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik
yakni, individu aktor politik, agregasi politik, dan tipologi kepribadian
politik. Dalam kategori individu aktor politik meliputi aktor politik
(pemimpin), aktivis politik, dan individu warga Negara biasa.
Agregasi adalah individu aktor politik secara kolektif (kelompok
kepentingan, birokrasi, parpol, lembaga-lembaga pemerintahan, dan bangsa),
sedangkan tipologi politik kepribadian politik ialah tipe-tipe kepribadian
pemimpin otoriter, machiavelist, dan demokrat. Kajian terhadap perilaku politik
dijelaskan dari sudut psikologik di samping pendekatan structural fungsional
dan structural konflik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu aktor
politik yang merupakan kombinasi dari ketiga pendekatan tersebut.
Ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik seorang aktor politik
yaitu :
a. Lingkungan sosial politik tak langsung (sistem politik,
sistem ekonomi, sistem budaya, dan media massa).
b. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk
kepribadian aktor (keluarga, agama, sekolah,dan kelompok pergaulan).
c. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Ada tiga
basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, eksternalisasi dan
pertahanan diri.
d. Faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yaitu
keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu
kegiatan.
Faktor lingkungan sosial politik tak langsung mempengaruhi lingkungan
sosial politik langsung yang berupa sosialisasi, internalisasi, dan politisasi.
Selain itu, mempengaruhi juga lingkungan social politik langsung berupa
situasi. Tidak hanya itu saja, faktor lingkungan sosial politik langsung yang
berupa sosialisasi, internalisasi, dan politisasi akan mempengaruhi struktur
kepribadian (sikap).[3]
B.
Efek komunikasi massa pada
perilaku politik
“Jimmy
carter was a media president”. Tulis pakar politik Thomas R. Dye dan L. Harmon
Zeigler dalam sketsa tentang kenaikan dan kejatuhan politik jmmy carter
(Graber, 1984:1), ungkapan ini di dasarkan pada kenyataan bahwa carter terpilih
sebagai president dan jatuh kembali pada kekuasaannya merupakan rekayasa produk
media.
Kasus caster
memang belum tentu mewakili suasana politik Indonesia. Perkembangan media massa
serta ideology yang mengendalakannya, system politik yang di anut Negara,
ataupun pengalaman politik masyarakatnya belum tentu menggambarkan kenyataan yang
sama a tara amerika dan Indonesia. Jika carter menang karena jasa media, belum
cukup bukti yang teruji secara ilmiah bahwa dari lima president terpilih di
Indonesia (dari soekarno hingga megawati putrid soekarno) menang karena jasa
media.
Tapi sebagai
salah satu upaya untuk mengabstraksikan kenyataan ked alam konsep-konsep, kasus
ini tetap penting untuk di analisis. Substansinya adalah bahwa media massa
memiliki kekuatan pengaruh yang besar dalam ikut mengendalikn arah perubahan masyarakat,
khususnya dalam kerangka politik. Apa yang di lakukan media adalah sesuatu yang
menjadi perilaku politik masyarakat, baik perilaku mendukung atau menentang. [4]
Itulah
sebabnya, para peneliti percaya bahwa media massa memiliki pengaruh penting
dalam proses pembentukan cara berfikir dan berperilaku politik masyarakat.
Studi yang di lakukan jalaluddin rakhmat (1982).
C.
Partisipasi politik
Apakah
partisipasi politik itu? sebagai definisi umum dapat di katakana bahwa
partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan
pemerintah (public polici)[5].
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberukan suara dalam pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan
pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah
satu gerakan social dengan direct actionnya, dan sebagainya.
Di Negara-negara
demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada
di tangan rakyat, yang di laksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan
tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang
yang akan memegang tampuk pimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan
pengewanjatahan dari penyelenggaraan kekeuasaan politik yang absah oleh rakyat.
Ø
Partisipasi
politik di Negara demokrasi
Kegiatan
yang dapat di kategorikan sebagai partisipasi politik menunjukkan berbagai
bentuk dan intesitas. Biasanya di adakan pembedaan jenis partisipasi menurut
frekuensi dan intensitasnya.
Ø
Partisipasi
politik di Negara otoriter
Di
Negara-negara otoriter seperti komunis pada masa lampau, partisipasi pada masa
umumnya di akui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan
rakyat. Akan tetapi tujuan utama partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat
adalah merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern,
produktif, kuat, dan berideologi kuat. Hal ini memerlukan disiplin dan
pengarahan ketat dari monopoli partai politik. [6]
Ø Partisipasi politik di Negara berkembang
Negara-negara berkembang
yang non-komunis menunjukkan pengalaman yang berbeda-beda. Kebanyakan Negara
baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar
keterbelakangannya
karena di anggap bahwa berhasil tidaknya pembangunan banyak bergantung pada
partisipasi rakyat.
v
Model Partisipasi Politik
Partisipasi politik di Negara-negara yang menerapkan system politik
demokrasi merupakan hak warga Negara tetapi dalam kenyataan persentase warga
Negara yang berpartisipasi berbeda dari satu Negara ke Negara yang lain.
Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dengan dengan kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Sedangkan dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah.
Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dengan dengan kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Sedangkan dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah.
v
Fungsi Partisipasi Politik
Sebagai
suatu tindakan atau aktivitas, baik secara individualmaupun kelompok,
partisipasi politik memiliki beberapa fungsi. Robert Lane (Rush dan Althoff,
2005) dalam studinya tentang keterlibatan politik , menemukan empat fungsi
partisipasi politik bagi individu-individu.
1.
Sebagai sarana untuk mengejar
kebutuhan ekonomis.
2.
Sebagai sarana untuk memuaskan suatu
kebutuhan bagi penyesuaian sosial.
3.
Sebagai saran untuk mengejar
nilai-nilai khusus.
4.
Sebagai sarana untuk memenuhi
keutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu.
D.
Tingkatan Partisipasi Politik
Identifikasi
bentuk-bentuk kegiatan partisipasi politik, ternyata tidak cukup untuk
menjelaskan bobot dari masing-masing kegiatan tersebut. Hal ini dibutuhkan guna
menjelaskan keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk-bentuk
praktik partisipasi politik, bisa diukur dari segi efektivitasnya.
Hal ini
berkenaan dengan defenisi inti seperti yang dikemukakan Huntington dan Nelson,
yaitu berkenaan dengan pengaruh kegiatan partisipasi politik terhadap
proses politik yang dilakukan pemerintah. Untuk menganalisis tingkat-tingkat
partisipasi politik, mereka mengajukan dua kriteria penjelas.
·
Pertama, dilihat dari ruang lingkup
atau proporsi dari suatu kategori warga negara yang melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan partisipasi politik.
·
Kedua, intensitasnya, atau ukuran,
lamanya, dan arti penting dari kegiatan khusus itu bagi sistem politik Hubungan
antara dua kriteria ini, cenderung diwujudkan dalam hubungan “berbanding balik”.
Lingkup
partisipasi politik yang besar biasanya terjadi dalam
intensitas
yang kecil atau rendah, misal partisipasi dalam pemilihan umum. Sebaliknya jika
lingkup partisipasi politik rendah atau kecil, maka intensitasnya semakin
tinggi.
Tingkatan Partisipasi Politik
Tingkatan Partisipasi Politik
1. Pejabat, Partai sepenuh, Waktu. Pemimpin partai/kelompok
kepentingan (Aktivis).
2. Petugas
kampanye. Anggota aktif dari partai/kelompok kepentingan dalam
proyek-proyek sosial (Partisipan).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perilaku
politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua, yaitu
fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi-fungsi
politik yang dipegang oleh masyarakat.
Definisi
umum dapat di katakana bahwa partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara
lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak
langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public polici). Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberukan suara dalam pemilihan umum, menghadiri
rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu
gerakan social dengan direct actionnya, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
ü Santoso Budi Joko. Modul
Kewarganegaraan . Solo: Hayati. 2006.
ü
Surbakti Ramlan. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: Grasindo. 1992.
ü muhtadi saeful
Asep. komunikasi politik Indonesia.
Bandung:PT Remaja Rosdakarya. 2008
ü Budiardjo Miriam.
dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama.
[4] Asep saeful muhtadi, komunikasi politik Indonesia, (Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.50-51