Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Makalah Manajemen Keuangan Pondok Pesantren Modern

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download
Pengertian Manajemen Keuangan dalam arti sempit adalah tata pembukuan. Sedangkan dalam arti luas dapat mengandung arti pengurusan dan pertanggung jawaban dalam menggunakan keuangan, baik pemerintah pusat maupun daerah. Adapun Maisyarah sebagaimana dikutip Sulistiyorini, menjelaskan bahwa manajemen keuangan adalah suatu proses melakukan kegiatan mengatur keuangan dengan menggerakkan tenaga orang lain. 


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu bagian terpenting dalam  manajemen pesantren adalah berkaitan dengan pengelolaan keuangan pesantren. Dalam suatu lembaga termasuk pesantren pengelolaan keuangan sering menimbulkan permasalahan yang serius bila pengelolaannya kurang baik. Di pesantren pengelolaan keuangan sebenarnya tidak begitu rumit, sebab pesantren merupakan lembaga swadana yang tidak memerlukan pertanggung jawaban keuangan yang terlalu pelik kepada penyandang dananya. Namun demikian karena banyak juga dana yang bersumber dari masyarakat untuk mendanai kegiatan di pesantren, misalnya dari orang tua santri, walaupun jumlahnya relatif kecil hal itu perlu ada laporan atau penjelasan sederhana sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan publik kepada masyarakat agar kredibilitas pesantren di mata masyarakat cukup tinggi. Disinilah perlunya pengelolaan keuangan dengan baik dan transparan dibudayakan di lingkungan pesantren.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian manajemen keuangan pesantren ?
2.    Apa saja prinsip-prinsip pengelolaan keuangan pondok pesantren ?
3.    Bagaimana rencana anggaran pendapatan dan belanja pondok pesantren ?
4.    Bagaimana laporan pertanggung jawaban keuangan pondok pesantren ?

C.      Tujuan
1.    Menjelaskan pengertian manajemen keuangan pesantren
2.    Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan pondok pesantren
3.    Menjelaskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pondok pesantren
4.    Menjelaskan laporan pertanggung jawaban keuangan pondok pesantren



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Manajemen Keuangan
Pengertian Manajemen Keuangan dalam arti sempit adalah tata pembukuan. Sedangkan dalam arti luas dapat mengandung arti pengurusan dan pertanggung jawaban dalam menggunakan keuangan, baik pemerintah pusat maupun daerah. Adapun Maisyarah sebagaimana dikutip Sulistiyorini, menjelaskan bahwa manajemen keuangan adalah suatu proses melakukan kegiatan mengatur keuangan dengan menggerakkan tenaga orang lain.[1]
Pembiayaan atau pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerinttah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Tanggung jawab pemerintah pusat  dan pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan berdasarkan prinsip, keadilan, kecukupan dan berkelanjutan.[2]
Pengertian lain dari pembiayaan pendidikan merupakan pembiayaan pendidikan  dari jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan  yang mencangkup: bisyaroh ustad, peningkatan professional ustad, pengadaan dan perbaikan sarana prasarana, pengadaan alat-alat dan dan buku pelajaran, alat tulis kantor (ATK), kegiatanpengembangan keterampilan, kegiatan pengelolaan pendidikan.[3]
Jadi dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan adalah suatu proses mengolah serta mengelola keuangan sehingga dapat menimbulkan efektifitas serta efesiensi keuangan pesantren.


B.       Prisip-prinsip Pengelolaan Keuangan Pendidikan Pondok Pesantren
Penggunaan anggaran dan keuangan, dari sumber manapun, baik pemerintah ataupun dari masyarakat perlu didasarkan pada prinsip-prinsip umum pengelolaan pengelolaan keuangan sebagai berikut:
   1.    Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
   2.    Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program / kegiatan.
  3.    Terbuka dan transparan, dalam pengertian dari dan untuk apa keuangan lembaga tersebut perlu dicatat dan dipertanggungjawabkan serta disertai bukti penggunaannya.
   4.    Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh dimungkinkan.[4]

C.      Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Pondok Pesantren (RAPBPP)
Implementasi prinsip-prinsip keuangan diatas pada pendidikan, khususnya dilingkungan pondok pesantren dan keserasian antara pendidikan dalamkeluarga, dalam sekolah, pesantren dan dalam masyarakat, maka untuk sumber dana sekolah, pesantren itu tidak hanya diperoleh dari anggaran dan fasilitas dari pemerintah atau penyandang tetap saja, tetapi dari sumber dana dari ketiga komponen di atas.
Untuk itu di pesantren sebenarnya juga perlu dibentuk organisasi orang tua santri yang implementasinya dilakukan dengan membentuk komite atau Majlis Pesantren. Komite atau majlis pesantren tersebut beranggotakan wakil wali santri, tokoh masyarakat, pengelola, wakil pemerintah, dan wakil ilmuwan/ulama diluar pesantren dan dapat pula memasukkan kalangan dunia usaha dan industry. Komite pesantren ini dapat memberikan pertimbangan dan sekaligus membantu mengontrol kebijakan program pesantren, termasuk penggalian dan penggunaan keuangan pesantren.
Selanjutnya pihak pesantren bersama komite atau majelis pesantren pada setiap awal tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pondok pesantren (RAPBPP) sebagai acuan bagi pengelola pesantren dalam melaksanakan, manajemen keuangan yang baik.[5]

1.         Pengertian RAPBPP
Anggaran sendiri merupakan rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah dalam jangka waktu atau periode tertentu, serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian kegiatan. Anggaran memiliki peran penting di dalam perencanaan, pengendalian dan evaluasi kegiatan yang dilakukan pondok pesantren.  Untuk itu setiap penanggung jawab program kegiatan di pesantren harus menjalankan kegiatan sesuai dengan anggaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Ada dua bagian pokok anggaran yang harus diperhatikan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Pesantren (RAPBP), yaitu:
      a.     Rencana sumber atau target penerimaan/ pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sumber-sumber keuangan dari :
1.      Kontribusi santri
2.      Sumbangan dari individu atau organisasi
3.      Sumbangan dari pemerintah (Bila Ada)
4.      Dari hasil usaha pesantren
       b.    Rencana penggunaan keuangan dalam satu tahun yang bersangkutan. Semua penggunaan keuangan pesantren dalam satu tahun anggaran perlu direncanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik juga. Penggunaan keuangan pesantren tersebut menyangkut seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan kebutuhan pengelolaan pesantren, termasuk untuk dana oprasional harian, pengembangan sarana dan prasarana pesantren, untuk honorarium/gaji/infaq semua petugas/pelaksana di pesantren.[6]

2.         Langkah-langkah penyusunan RAPBPP
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja pondok pesantren (RAPBPP) adalah harus menerapkan prinsip anggaran berimbang, artinya rencana pendapatan dan pengeluaran harus berimbang, diupayakn tidak terjadi anggaran pendapatan minus.
Dengan RAPBPP yang berimbang tersebut maka kehidupan pesantren akan menjadi solid, dan benar-benar kokoh dalam hal keuangan. Kekokohan dalam hal keuangan ini dapat menjadi kunci dari kemandirian yang baik bagi kehidupan pesantren. Dan bila hal ini tercapai, maka kredibilitas pesantren dimata masyarakat akan tinggi, dan terpercaya.
Dengan adanya RAPBPP tersebut, maka sentralisasi pengelolaan keuangan perlu difokuskan pada bendaharawan pesantren. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka untuk mempermudah pertanggung jawaban keuangan. Setiap penggunaan keuangan perlu dilakukan melalui pengajuan keuangan secara tertulis, dan sedapat mungkin hanya program-program yang termasuk dalam perencanaan keuangan saja yang didanai, agar mudah pengawasannya.
Agar RAPBPP dapat berfungsi secara baik dan tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari, maka penyusunannya hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan
b.      Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
c.       Menentukan program kerja dan rincian program
d.      Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program
Menghitung dana yang dibutuhkan
e.       Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana

Dalam setiap anggaran yang disusun untuk kegiatan-kegiatan di linghkungan pondok pesantren, paling tidak harus memuat 6 hal atau informasi sebagai berikut:
a.    Informasi rencana kegiatan: sasaran, uraian rencana kegiatan, penanngung jawab, rencana baru atau lanjutan.
b.    Uraian kegiatan program, program kerja, rincian program.
c.    Informasi kebutuhan: barang/jasa yang dibutuhkan, volume kebutuhan.
d.   Data kebutuhan harga satuan, jumlah biaya yang diperlukan untuk seluruh volume kebutuhan.
e.    Jumlah anggaran: Jumlah anggaran untuk masing-masing rincian program, program, rencana kegiatan, dan total anggaran untuk seluruh rencana kegiatan periode terkait
f.     Sumber dana: total sumber dana masing-masing sumber dana yang mendukung pembiayaan program.

3.         Realisasi APBPP
Dalam pelaksanaan kegiatan, jumlah yang direalisasikan bisa terjadi tidak sama dengan rencana anggarannya, bisa kurang atau lebih dari jumlah yang dianggarkan. Realisasi keuangan yang tidak sama dengan anggaran, terutama dalam jumlah yang cukup besar perbedannya, harus dianalisis faktor penyebabnya, dan apabila diperlukan dapat dilakukan revisi terhadap APBPP agar fungsi anggaran dapat tetap berjalan. Perbedaan antara realisasi pengeluaran dengan anggarannya dapat terjadi karena beberapa sebab berikut:
a.    Adanya efisiensi atau inefisiensi pengeluaran
b.     Terjadinya penghematan atau pemborosan
c.    Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan yang telah diprogramkan
d.   Adanya perubahan harga yang tidak terantisipasi
e.    Penyusunan anggaran yang kurang tepat

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran adalah, bahwa anggaran bersifat luwes, artinya apabila dalam perjalanan pelaksanaan kegiatan ternyata harus dilakukan penyesuaian kegiatan, maka anggaran dapat direvisi atau ditinjau ulang dengan menempuh proses tertentu. Adapun perubahan APBPP yang mungkin terjadi adalah berkaitan dengan:
a.    Adanya suatu kegiatan program yang sebelumnya tidak dicantumkan di dalam proposal, sehingga di lain pihak terdapat rencana kegiatan yang telah dicantumkan dalam proposal namun tidak jadi atau tidak dapat dilaksanakan karena sesuatu sebab. Apabila terjadi perubahan yang demikian, pondok pesantren perlu melaporkan secara tertulis kepada komite atau majlis pondok pesantren untuk mendapatkan persetujuan.
b.    Perubahan yang tidak berkaitan dengan rencana kegiatan, hanya dalam komponen program atau aktivitas. Apabila terjadi perubahan komponen program atau aktivitas dan menyebabkan alokasi biaya di atas 10% dari total anggaran program yang bersangkutan, maka perubahan tersebut harus segera dilaporkan secara tertulis kepada komite atau majlis pondok pesantren.
c.    Perubahan berkaitan dengan perubahan komponen program atau aktivitas, namun pergeseran dana yang terjadi secara kumulatif masih dibawah 10% dari total anggaran kegiatan. Perubahan yang demikian itu tidak perlu dilaporkan segera, akan tetapi cukup diberi penjelasan dalam laporan pelaksanaan kegiatan dan keuangan pondok pesantren.

D.      Pertanggungjawaban Keuangan Pondok Pesantren
Semua pengeluaran keuangan Pondok Pesantren dari sumber manapun harus dipertanggungjawabkan. Pertanggung jawaban tersebut menjadi bentuk dari transparasi pengelolaan keuangan. Pada prinsipnya pertanggung jawaban tersebut dilakukan dengan mengikuti aturan dari sumber anggaran. Namun demikian prinsip transpari dan kejujuran dalam pertanggung jawabn keuangan pondok pesantren harus tetap dijunjung tinggi. Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh bendaharawan pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1.         Pada setiap akhir tahun anggaran, bendaharawan harus membuat laporan keuangan kepada komite/majelis pesantren untuk dicocokkan dengan RAPBPP.
2.         Laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-bukti laporan yang ada, termasuk bukti penyetoran pajak (PPN & PPh) bila ada.
3.         Kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan berupa tanda tangan, penerimaan honorarium/bantuan/bukti pengeluaran lain yang sah.
4.         Neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh pertanggung jawaban keuangan dari komite pondok pesantren.
Selain buku neraca keuangan yang erat hubungannya dengan pengelolaan keuangan, ada juga beberapa buku lain yang juga penting bagi bendaharawan pondok pesantren, seperti:
a.         Buku kas umum
b.        Buku persekot uang muka
c.         Daftar potongan-potongan
d.        Daftar gaji/honorarium
e.         Buku tabungan
f.         Buku iuran / kontribusi santri (SPP/Infaq Santri)
g.        Buku catatan lain-lain yang tidak termasuk diatas, seperti catatan pengeluaran incidental.
Buku-buku tersebut perlu diadakan, agar manajemen keuangan di Pondok Pesantren dapat berjalan dengan baik, transparan, memudahkan dilakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran yang ditetapkan, serta tidak menimbulkan kecurigaann atau fitnah.[7]





BAB III
PENUTUP
  
       A.    Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang manajemen keuangan pondok pesantren modern, maka diambil kesimpulan :
1.    Manajemen keuangan pesantren adalah proses pengelolaan serta pengelolaan keuangan pondok pesantren mulai dari pembukuan serta laporan pertanggung jawaban terhadap keuangan pondok pesantren,
2.    prinsip-prinsip umum pengelolaan pengelolaan keuangan sebagai berikut: a). Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan. b). Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program / kegiatan. c). Terbuka dan transparan, dalam pengertian dari dan untuk apa keuangan lembaga tersebut perlu dicatat dan dipertanggungjawabkan serta disertai bukti penggunaannya. d). Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh dimungkinkan.
3.    Pihak pesantren bersama komite atau majelis pesantren pada setiap awal tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pondok pesantren (RAPBPP) sebagai acuan bagi pengelola pesantren dalam melaksanakan, manajemen keuangan yang baik.
4.    Semua pengeluaran keuangan Pondok Pesantren dari sumber manapun harus dipertanggungjawabkan. Pertanggung jawaban tersebut menjadi bentuk dari transparasi pengelolaan keuangan.
  
      B.     Saran
Penulisan makalah ini, diharapkan nantinya kepada para manajer bisa mengelola keuangan yang ada pada lembaga pendidikan yang dipimpin, terutama pada pendidikan pesantren, sehingga nantinya bisa dapat menimbulkan efektifitas serta efesiensi keuangan pesantren. Dengan demikian semua anggaran yang sudah ditetap bisa terlaksana dengan sebaik mungkin.

DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, Ara. dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan Konsep, Prionsip dan aplikasi dalam mengelola sekolah dan madrasah. Bandung: Pustaka Educa, 2010.
Masyhud, Sulthon. dan Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantern dalam Perspektif Global. Yogyakarta: LaksBang, 2006.
__________, Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pistaka,2003.
Sulistyorin dan Fathurrohman, Esensi Manajemen  Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras, 2014.
http://rienytugas.blogspot.co.id/2012/06/manajemen-keuangan-pondok-pesantren.


[1] Sulistyorin dan Fathurrohman, Esensi Manajemen  Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2014), hlm. 216
[2] Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan Konsep, Prionsip dan aplikasi dalam mengelola sekolah dan madrasah, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), hlm.165-167
[3] http://rienytugas.blogspot.co.id/2012/06/manajemen-keuangan-pondok-pesantren.html diakses tgl. 30/3/2016 jam. 18.00
[4] Sulthon dan Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantern dalam Perspektif Global, (Yogyakarta: LaksBang, 2006), hlm.261-262
[5] Ibid, hlm. 261
[6] Shulton Masyhud dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pistaka,2003), hlm 188-189
[7] Op.cit, hlm. 267-268