Dalam buku
manajemen sekolah karya Sri Minarti yang mengutip dari Ary Gunawan mengatakan
bahwa manajemen kesiswaan adalah keseluruhan proses kegiatan yang direncanakan
dan diusahakan secara sengaja dan kontinu terhadap seluruh peserta didik agar
mengikuti proses belajar mengajar secara efektif dan efisien mulai dari
penerimaan peserta didik hingga keluarnya peserta didik.[1]
Manajemen kesiswaan yang bertanggung jawab atas perekrutan siswa baru
sampai dengan proses kelulusan, dalam penerimaan/ perekrutan siswa baru
tersebut terdapat kegiatan penetapan kuota peserta didik yang mana hal ini
termasuk di dalam perencanaan peserta didik.[2]
Disini penulis akan membahas tentang penetapan Kuota peserta didik yang
mana penetapan kuota peserta didik adalah batasan penerimaan peserta didik baru
yang telah direncanakan oleh sekolah dalam manajemen peserta didik.
Perencanaan daya tampung ini dilaksanakan menjelang tahun ajaran baru,
sekolah perlu menghitung ulang daya tampung sekolah dan menentukan jumlah siswa
baru yang akan diterima. Cara dan format isian daya tampung terdapat dalam
manajemen sekolah. Adapun yang perlu diperhatikan secara rinci daya tampung
setiap kelas, berapa jumlah kelas, memperhatikan kondisi belajar siswa dan
disesuaikan dengan aturan yang berlaku.[3]
Adapun dalam penerimaan peserta didik baru itu tergantung pada tujuan
sekolah. Dulu pada zaman Indonesia masih dijajah oleh Belanda sekolah-sekolah pertama di Jawa lebih banyak menerima siswa laki-laki dari
pada perempuan karena pada masa itu masih menentang pendidikan formal untuk
gadis-gadis, adat-istiadat pun kurang menyetujui pendidikan untuk kaum wanita
karena pada zaman itu diyakini bahwa tidak ada manfaat bagi pendidikan wanita pada
zaman tersebut, pada tahun 1877 hanya 25 anak wanita yang terdaftar disekolah
pemerintahan disbanding jumlah laki-laki
yang sebesar 12.498 anak laki-laki.[4]
Jumlah calon peserta didik yang akan diterima di suatu sekolah sangat
bergantung kepada jumlah kelas atau fasilitas tempat duduk yang tersedia.
Artinya, jumlah yang akan diterima di sekolah disesuaikan dengan fasilitas
terutama jumlah gedung yang akan ditempati ketika siswa telah diterima disekolah tersebut. Hal
tersebut juga ditentukan oleh:
a. Ukuran sekolah
Adapun ukuran sekolah ini dapat menentukan berapa
murid yang akan diterima didalam suatu lembaga pendidikan, ukuran sekolah ini
dapat diambil dari perbandingan ukuran sekolah dengan jumlah peserta didik
disuatu daerah.
b. Ukuran kelas
Ukuran kelas ini didapatka dari perbandingan antara
jumlah kelas dengan peserta didik di suatu daerah, hal ini juga dilihat dari
jumlah bangku yang ada dalam sebuah kelas, adapun ukuran kelas yang ideal
secara teoritik itu rata-rata berjumlah 30 sampai dengan 35 peserta didik.
Adapun kebijakan pemerintah itu adalah 40-45 peserta didik.
c. Rasio murid dengan guru
Hal ini dapat diperoleh dari perbandingan antara
peserta didik dengan guru fulltimer. Dengan banyak atau sedikitnya guru
ini dapat menentukan berapa peserta didik tersebut bisa ditampung dalam sebuah
lembaga pendidikan.[5]
Dengan penjelasan diatas maka sebuah
lembaga pendidikan dapat menetapkan atau merencanakan banyaknya peserta didik
yang akan diterima dalam lembaga pendidikan.
Adapun pada lembaga pendidikan yang penulis
observasi prinsip dalam penetapan kuota peserta didik yang akan diterima dalam
sebuah lembaga pendidikan itu secara khususnya tidak mengikuti pada ke tiga
prinsip tersebut dengan kata lain dalam penerimaan peserta didik baru itu
menggunakan asas tidak ada batasan untuk peserta didik yang akan masuk dalam
lembaga tersebut, dengan kata lain lembaga ini tidak mengukur ukuran sekolah,
ukuran kelas dan rasio guru dalam
menjadikan patokan penetapan
kuota peserta didik. Dengan alasan bahwa didesa P. Mandangin terdapat satu SMP
dan tiga MTS, kecenderungan peserta didik baru itu lebih banyak mendaftar ke
SMP dari pada MTS, jadi bila dalam penetapan kuota peserta didik itu dibatasi
maka ditakutkan akan berdampak negatif calon peserta didik itu, seperti halnya
anak tersebut tidak mau melanjutkan pada jenjang tersebut dikarenakan tidak
diterima di SMP ini secara otomatis akan berdampak pada kenakalan remaja di
desa P. Mandangin, dan kepala sekolahnya pun mengatakan bahwa didalam penetapan
kuota yang tidak didasari pada ke tiga prinsip tersebut dikarenakan
pemerintahan menetapkan wajib belajar Sembilan tahun, seumpamnya pemerintah sudah menetapkan wajib
belajar Sembilan tahun maka kewajiban sekolah adalah memfasilitasi belajar
Sembilan tahun. Adapun SMPN 5 Sampang ini
menjadi barometer keberhasilan pendidikan Jenjang SMP dan sederajat di
pulau mandangin sampang jadi kalau misalnya banyak siswa yang menganggur pada
tingkat ini maka hal tersebut berdampak pada keberhasilan pendidikan jenjang
SMP dan sederajat.
Dari hasil observasi penulis didapatkan
dari data-data yang penulis dapatkan pada tahun ajaran 2015-2016 terdapat 628
peserta didik dengan jumlah kelas pararel sebanyak 6 kelas setiap tingkatannya
dengan kisaran jumlah siswa perkelas sebanyak 31-39 orang. Hal ini masih
menggunakan kaedah ukuran kelas ideal menurut aturan pemerintah.
Adapun dalam menetapkan peserta didik pada
setiap angkatan itu ditentukan pada jumlah kelas yang tersisa pada tahun ajaran
tersebut penetapan kuota peserta didik yang dilakukan di SMPN 5 Sampang itu.
Pada tahun 2015 tersisa 6 kelas yang mana dalam perkelasnya karena di sekolah
ini sistemnya tidak dibatasi kuotanya, maka setiap kelasnya itu berbeda jumlah
siswanya yang mana dengan jumlah siwa sebagai berikut:
Jumlah Penetapan Kuota Peserta Didik pada
Tahun Ajaran 2015
|
|||
Kelas Pararel
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
Kelas Tujuh A (VII A)
|
20
|
18
|
38
|
Kelas Tujuh B (VII B)
|
22
|
15
|
35
|
Kelas Tujuh C (VII C)
|
20
|
18
|
38
|
Kelas Tujuh D (VII D)
|
20
|
17
|
37
|
Kelas Tujuh E (VII E)
|
20
|
16
|
36
|
Kelas Tujuh F(VII F)
|
23
|
16
|
39
|
125
|
100
|
225
|
Jadi bisa disimpulkan disekolah ini rata-rata perkelasnya itu berkisaran
antara 35-39 dengan jumlah keseluruhan angkatan 2015 yakni 225 siswa yang mana
diperoleh dari jumlah kelas yang tersisa yakni 6 kelas dengan jumlah perkelas
berbeda.
DAFTAR RUJUKAN
Hari Suderadjat, Hari. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Bandung: CV Cipta Cekas Grafika, 2005.
Minarti, Sri. Manajemen Sekolah. Jogjakarta:Ar-ruzz
Media, 2011.
Nasution. Sejarah pendidikan Indonesia.Jakarta:Bumi
Aksara, 1995.
Prihatin, Eka. Manajemen
Peserta Didik. Bandung:Alfabeta,2011
Qomar, Mujamil
.Manajemen Pendidikan Islam . Jakarta:Erlangga, 2007.
Rohiat. Manajemen
Sekolah .Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
Syafaruddin.
Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press,2005.
Mulyasa,
E . Manajemen Berbasis Sekolah.Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2004.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Sumanto, Pengantar Operasional
Administrasi Pendidikan Surabaya:Usaha Nasioanl,tt.
[2]Rohiat,
Manajemen Sekolah (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hlm,25. Dan Eka
Prihatin, Manajemen Peserta Didik (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm,13. Dan
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta:Erlangga, 2007)hlm,
141. Dan Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Bandung:CV
Cipta Cekas Grafika, 2005), hlm.50. Dan E.Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah
(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2004), hlm.46.
[3] Syafaruddin,Manajemen
Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press,2005) ,hlm. 263.
[4] Nasution, Sejarah pendidikan Indonesia (Jakarta:Bumi
Aksara, 1995), hlm, 46-47. Dan Hendyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Pengantar
Operasional Administrasi Pendidikan (Surabaya:Usaha Nasioanl, tt),
hlm.101-105.
[5] Op Cit, Sri Minarti,hlm.161