Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Pengertian Domain Kognitif dan Pengertian Domain Koknitif dalam Taksonomi Bloom

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download
Domain Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan memecahkan masalah. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada masalah dibawah ini. Selamat membaca.

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam sebuah proses perkembangana manusia tentunya terdapat ranah-ranah yang ikut berproses dalam pengembangan tersebut yang sangat penting kita ketahui untuk memetakan perkembangan anak didik dala suatu pembelajaran khususnya domain kognitig yang sangat perlu kita ketahui bersama. Karena domain ini berhubungan dengan ranah intelektual.
Ranah kognitif menjadi penting kita ketahui karena ranah ini berhubungan dengan otak yang mana otak yang menjadi pusat dalam tat organ kita, yang nantinya sebagi seorang guru kita bisa menanggulanginya dnegan cepat. Guru tidak akan sembarangan memberikan tes kepada muridnya, tentunya tes tersebut di padankan dengan kemampuan dan kemapanan guru dalam proses pembelajrannya Maka disini penulis akan membahas masalah “Pengukuran Ranah Kognitif dalam Taksonomi Bloom”, untuk memperjelas pemahan kita mengenai ranah kognitif.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian domain kognitif?
2.      Apa pengertian domain kognitif dalam taksonomi bloom?

C.  Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian domain kognitif.
2.      Mengetahui domain kognitif dalam taksonomi bloom.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pengertian Domain Kognitif
Istilah kognitif (Cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan katanya knowing, artinya mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebgai salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan dengn pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan.[1]
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan memecahkan masalah.[2]
Jadi bisa disimpulkan bahwa domain kognitif adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otak yang berhubungan dengan ranah intelektualitas seperti atau kemampuan berfikir, seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah.

1.    Tahap-tahap perkembangan Kognitif
      a.      Tahap Sensory-Motor
Perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun. Dalam perkembangannya intelegensia yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitiv. Anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti dunia ebendaan secar praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia perbuat.
Pada tahap ini, bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengordinasikan pengalaman indera (sensory) mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan (otot) mereka (menggapai, menyentuh)-oleh karena itu disebut sebagai sensorimotor.
Pencapaian kognitif yang penting di usia bayi adalah object permanance, yaitu pemahaman bahwa objek dan kejadian terus eksis bahkan ketika objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh. Menjelang akhir priode sensorimotor, anak bisa membedakan antara dan dirinya dunia di sekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada dari waktu ke waktu.

          b.      Tahap Pre-Operational.
 perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak lebih egosentris dan intuitif. Pemikiran pra-operasional di bagi menjadi 2 subtahap : fungsi simbolis dan pemikiran intuitif.
ü Subtahap fungsi simbolis (usia 2 – 4 tahun)
Pada tahap ini, penggunaan bahasa mulai berkembang dan kemunculan sikap bermain adalah contoh lain dari peningkatan pemikiran simbolis. Anak kecil mulai mencoret-coret gambar orang, rumah, mobil, awan, dan benda lainnya. pemikiran pra-operasional masih mengandung dua keterbatasan : egosentris dan animisme. Egosentris adalah ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif sendiri dengan perspektif orang lain. Contoh :
                Ayah  : Mary, ibu ada di rumah?
               Mary  : (diam tetapi menganggukan kepala)
                Ayah  : Mary, apa ayah bisa bicara dengan ibu?
                Mary  : (mengangguk lagi tetapi tetap diam)
Jawaban Mary bersifat egosentris karena dia tidak mempertimbangkan perspektif ayahnya; dia tidak menyadari bahwa ayahnya tidak dapat melihat dirinya menganggukkan kepalanya. Animisme adalah kepercayaan bahwa objek tak bernyawa punya kualitas “kehidupan” dan bisa bergerak. Contoh : “pohon itu mendorong daun dan membuatnya gugur” atau “ trotoar itu mmebuat ku terjatuh”.
ü Subtahap pemikiran intuitif (usia 4 – 7 tahun).
Disebut tahap pemikiran intuitif karena mereka mengatakan bahwa mereka tahu sesuatu tetapi mereka mengetahui tanpa menggunakan pemikiran rasional. Tahap pra-oprasional ini menunjukkan karaktersitik pemikiran yang disebut centration yaitu pemokusan (pemusatan) perhatian pada satu karakteristik dengan mengabaikan karaktersitik lainnya. centration tampak jelas dalam kurangnya conservation  dari anak, yaitu ide bahwa beberapa karaktersitik dari objek itu tetap sama meski objek itu berubah penampilannya. Contoh : orang dewasa tahu bahwa volume air akan tetap sama meski dia dimasukkan ke dalam wadah yang bentuknya berlainan. Tetapi, bagi anak kecil tidak demikian. Menurut Piaget, anak pada tahap pra-operasional  juga tidak bisa melakukan apa yang disebut operation (operasi) yaitu representasi mental yang dapat di balik (reversible). Contoh : seorang anak kecil mungkin tahu bahwa 4 + 2 = 6, tetapi tidka tahu kebalikannya, yaitu 6 – 2 = 4 adalah benar.

        c.       Tahap Concrete-Operational.
 perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Pemikiran operasional konkret mencakup penggunaan operasi. Penalaran logika matematika menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Pada tahap ini, anak secara mental bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya bisa mereka lakukan secara fisik, dan mereka dapat membalikkan operasi konkret ini. Misalnya, ada dua lempung berbentuk bola dengan ukuran sama. Kemudian bola lempung tersebut duabh menjadi bentuk panjang dan ramping. Anak itu ditanya lempung mana yang lebih banyak, yang berbentuk bola atau yang panjang. Jika anak itu berusia 7 atau 8 tahun, besar kemungkinan mereka akan menjawab bahwa jumlah lempung dalam kedua bentuk tersebut adalah sama.
Tahap ini juga ditandai dengan seriation yaitu operasi konkret yang melibatkan stimulus pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif (seperti panjang). Contoh : seoprang guru meletakkan delapan batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang itu berdasarkan panjangnya. Pemikir operasional konkret dapat secara bersamaan memahami bahwa setiap batang harus lebih panjang dari batang sebelumnya atau batang sesudahnya harus lebih pendek dari sebelumnya.
Aspek lain dari penalaran tentang hubungan antar kelas adalah transivity yaitu kemampuan untuk mengombinasikan hubungan sceara logis untuk memahami kesimpulan tertentu. Misalnya, dalam kasus batang lidi tadi, tiga batang (A, B, dan C) berbeda panjangnya. A adalah yang paling panjang, B panjangnya menengah, dan C adalah yang paling pendek. Si anak memahami bahwa jika A>b, dan B>C, maka A>C ? menurut Piaget, pemikir konkret operasional bisa memahaminya.

         d.      Tahap Formal-Operational
Perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Pada tahap ini, individu sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis. Pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A = B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya, pemikir operasional formal dapat memecahkan persoalan ini walau problem ini hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal juga punya kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Pemikir idealis ini bisa menjadi fantasi atau khayalan. Banyak remaja tak sabar terhadap cita-cita mereka sendiri. Mereka juga tidak sabar menghadapi problem untuk mewujudkan cita-citanya itu. Egosentrisme juga muncul dalam masa remaja. Egosentrisme masa remaja (adolescent egocentrism) adalah kesadaran diri yang tinggi yang tercermin dalam keyakinan remaja bahwa orang lain tertarik pada dirinya sebagaimana dia tertarik pada dirinya sendiri. Egosentrisme remaja juga mencakup perasaan bahwa dirinya adalah unik atau berbeda dari orang lain. Contoh : “semua orang disini melihatku karena rambutku ini tak bisa diatur”, lalu dia lari ke ruang rias untuk menyemprotnya dengan hairspray.[3]

     2.      Pengembangan Domain Kognitif
Ada dua pengembangan siswa yang perlu dikembangkan khusus oleh guru, yakni: 1) strategi belajar memahami isi materi pelajaran; 2) strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa pengembangan kedua kecakapan kognitif ini, siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri.
Strategi adalah sebuah istilah populer dalam psikologi kognitif, yang berarti prosedur mental yang berbentuk tatanan tahapan yang memerlukan  alokasi upaya-upaya yang bersifat kogntif dan selalu dipengaruhi oleh pilihan-pilihan kognitif siswa. Pilihan secara global adalah sebagai berikut: 1) menghafal prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi; 2) mengaplikasikan prinsip-prinsip materi.
Prefensi yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar (motif ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan dan ketidaknaikan. Keinginan yang dmilikinya pn bukan untuk menguasai materi secara keseluruhan dan mendalam melainkan hanya sekedar lulus dan naik kelas. Prefensi yang kedua timbul karena dorongan dari dalam diri siswa (motif intrinsik), dalam artian siswa memang membutuhkan materi-materi yang disampaikan oleh gurunya. Oleh karena itu, siswa memang memusatkan perhatiannya untuk benar-benarmemahami dan juga memahami dan juga memikirkan cara untuk menerapkannya.
Tugas guru dalam pendekatan ini mengajar yang memungkinkan siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam terhadap isi materi pelajaran. Dalam hal ini guru juga diharapkan mampu menjauhkan siswa dari prefensi akal yang hanya mengarah pada asal lulus dan naik saja.
Guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalahdengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinyadan keyakinan-keyakinan erhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.[4]

B.  Pengertian Domain Kognitif  dalam Taksonomi Bloom
Taksonomi sinonim dengan klasifikasi. Hal ini penting diketahui agar dapat menghilangkan kebingungan terhadap makna istilah tersebut. Taksonomi yang dibuat oleh Benyamin S. Bloom merupakan model berjenjang klasifikasi berpikir menurut kompleksitas enam tingkat kognitif. Selama bertahun-tahun, tingkatan ini sering di gambarkan sebagai sebuah tangga yang menuntun para guru untuk memotivasi peserta didik agar mampu “memanjat naik ke tingkat berpikir yang lebih tinggi lagi.” Tiga tingkatan tertinggi dari Taksonomi Bloom adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), dan penerapan (application). Sedangkan tiga tingkatan tertinggi sisanya dalah analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Taksonomi Bloom disusun berjenjang bahwa tiap tingkatan merupakan bagian dari tingkatan yang paling tinggi.
Taksonomi Bloom tentang domain kognitif yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1956 oleh tim ahli psikologi pendidikan yang dipimpin oleh Benjamin Bloom, bahwa berbagai model tingkatan progresif di mana seorang belajar materi baru. Dari tingkatan kognitif yang terendah menuju tingkatan yang tertinggi.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah temasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang mulai dari yang paling tinggi sampai pada yang rendah diantaranya adalah: (1) pengetahuan/hfalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman (coprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation).[5]
a)    Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali. Tentang nama istilah, ide, gejala, rumus-rumusm dan sebagainya. pengetahuan yang disimpan akan diingat kembali  atau mengingat kembali. Dalam jenjang kemampuan ini, seseorang harus dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya suatu konsep, fakta, atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini merupakan proses berpikir paling rendah. Contohnya, siswa mampu membacakan bacaan-bacaan sholat dari takbiratul ihrom sampai kepada salam.
1)      Tipe tes
Tes yang paling banyak dipakai dalam tingkatan ini adalah mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi, isian, dan tipe benar-salah. Karena lebih mudah  menyusunnya, orang banyak memilih tipe benar salah.
b)   Pemahaman (comprehension) kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu tersebut diketahui dan diingat. Pemahaman merupakan tingkat kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Hal ini juga diartikan mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti  dari bahan yang dipelajari,  yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu pernyataan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk lain. Kemampuan ini dijabarkan dalam tiga bentuk yakni, menerjemahkan, menginterpretasi, dan mengeksplorasi. Contohnya: siswa akan mampu menguraikan sendiri, garis-garis besar dalam naskah bahasa inggris.
1)      Tipe tes
Yaitu memberikan soal-soal yang mudah dikenal seperti mengungkapkan tema, topik, atau masalah yang sam dengan yang pernah di pelajari atau diajarkan, tetapi materinya berbeda. Mengungkapkan tentang sesuatu dengan bahasa sendiri dengan symbol tertentu termasuk kedalam pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan hubungan antar unsur dari keseluruhan pesan suatu karangan kedalam pemahaman penafsiran, item eksplorasi mengungkapkan kemampuan di balik pesan yang tertulis dalam suatu keterangan atau tulisan.
c)    Penerapan atau aplikasi (application) kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan  ide-ide umum, tata cara atau metode-metode, prinsip-prinsip, dan lain-lain. Aplikasi atau penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi dari pada pemahaman.pengukuran kemmapuan ini umumnya menggunakan pendekataan pemecahan masalah. Contohnya. Siswa akan mampu menghitung jumlah liter air cat yang dibutuhkan untuk mengecat semua dinding  di suatu ruang dan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Dat mengenai ukuran-ukuran ruang, kuantitas cat yang diperlukan untuk setiap m3 dan harga cat perkaleng @ 3 liter, disajikan.
1)      Tipe tes
·  Menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai dengan sesuatu yang baru dihadapi.
· Menyusun kembali problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.
· Memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip generalisasi.
· Mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi.
· Menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip generalisasi tertentu.
· Meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
· Menentukan tindakan dan keputusan dalam menghadapi situasi baru dengna menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan.
· Menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi nagi situasi baru yang dihadapi.
d)    Analisis (analysis) kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lain. Analisi ini terdapat tiga kelompok yaitu: analisis unsur, hubungan, dan prinsip-prinsip yang terorganisasi. Jenjang analisis ini setingkat lebih tinggi dari pada jenjang aplikasi.  Contohnya, siswa akan mampu menempatkan suatu kumpulan bunga berjumlah dua buah kuntum dalam empat kategori, menurut pilihannya sendiri.
1)      Tipe tes
·  Mengklarifikasi kata-kata, frase-frase, atau pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan criteria analitik.
·  Meramalkan sifat-sifat khusus.
·  Meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit yang perlu ada berdasarkan criteria dan hubungan materinya.
·  Mengetengahkan pola, tata, atau hubungan materi dengan menggunakan criteria relevansi, sebab-akibat, dan peruntutan.
·  Mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi, dan pola-pola yang dihadapinya.
·  Meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapi.
e)     Sintesis (synthesis) kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan proses yang memadukan bagian-bagian secara logis, sehingga membentuk pola baru.  Yang dinyatakan dengan membuat suatu rencana, yang menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud. Sintesis ini lebih tinggi kedudukannya dari pada analisis. Misalnya, siswa akan mampu memberikan uraian lisan tentang perlunya pelatihan rencana bisnis, dengan berpegang pada suatu kerangka yang mengandung pembukaan, inti, ringkasan pembahasan, dan kesimpulan.
1)      Tipe tes
Kecakapan yang pertama adalah kemampuan menemukan hubungan unik, kecalapan yang kedua adalah kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas problem yang diketengahkan. Dan yang terakhir adalah kemampuan mengabstaksikan sejumlah besar gejala, data, dan hasil observasi terarah, proporsional, hipotesis, skema, model, atau bentuk-bentuk lain.
f)     Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) merupakan jenjang pikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, dan sebagainya. Adapun dalam kemampuan memberikan penilaia ini terdapat dua criteria, yang pertama kriteria intern yakni kriteria yang berasal dari dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu tersebut. Adapu kriteria ekstern adalah yang berasal dari luar situasi atau keadaan yang dievaluasi itu tersebut. Misalnya, siswa mampu mwngwvakuasi hasil dari pemahamnnya terhadap masalah yang diberikan dengan cara membuat karangan berjumlah maksimal 2 halaman atau lebih dengan pemahamannya sendiri.
1)      Tipe tes
·  Memberikan evaluasi satu sama lain.
·  Memberikan evaluasi mengenai ketepatan suatu karya.
·  Memahami nilai serta sudut pandang yang dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan.
·  Mengevaluasi suatu karya dengan memperbandingkannya dengan karya lain yang relevan.
·  Mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan criteria yang telah ditetapkan.
·  Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah criteria yang eksplisit.[6]
Jadi, menurut bloom ada enam tingkatan dalam domain kognitif : (1) pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman (coprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation). Yang mana keenam tingkatan tersebut dibagi menjadi dua yaitu: a) tingkatan kognitif rendah yang berupa pengetahauan, pemahaman, dan aplikasi ketiga hal ini dikatakan tingkat kognitif rendah dikarenakan ranah kognitif ini hanya sebatas kemampuan untuk mengingat, mengungkapkan apa yang diingatnya serta menerapkan sesuai dengan aturan-aturan tertentu yang sifatnya pasti yang tidak membutuhkan tenaga yang lebih. a) adapun ranah kognitif tingkat tinggi adalah analisis, sintesis, dan penilaian yang mana ketiganya disebut tingkat kognitif yang tinggi dikarenakan tidak hanya saja kemampuan untuk mengingat, tetapi didalamnya termasuk kemampuan berkreasi dan kemampuan menciptakan, yang sifatnya pun lebih kompleks dan melakukan perkembangan dari yang domain kognitif tingkat rendah
1.    Revisi Domain Kognitif  dalam Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom yang dikembangkan yang dikembangkan 1959 tersebut kemudian mengalami penyesuaian model sebagaimana dilakukan oleh Anderson dab Krathwhol  pada 2001 dimana pada tahap kelima dan keenam diubah, itu sebabnya dijumpai beberapa versi dari model domain kognitif ini. Pembahasan berlanjut terkait dengan urutan dari tahap kelima dan keenam yang keenam adalah bahwa taksonomi Bloom menyatakan bahwa tahapan dalam suatu domain mestilah dikuasai secara berurutan.
Selam 1990-an, seorang mantan mahasiswa Bloom yaitu, Lorin Anderson, ia memimpin perkumpulan baru yang memenuhi tujuan upaya pembaruan taksonomi pendidikan. Pengembangan ini semakin relevan bagi para guru dan murid abad ke-21. Saat ini, perwakilan dari tiga kelompok yang ada, yaitu para ahli psikologi kognisi, para ahli kurikulum dan peneliti pembelajaran, serta para ahli tes dan evaluasi. Seperti halnya kelompok sebelumnya, mereka sebelumnya, mereka juga sukar menerima pelajaran, mereka harus menghabiskan waktu enam tahun untuk mnyelesaikan pekerjaan mereka. Diterbitkan pada tahun 2001, revisi taksonomi Bloom ini mencakup beberapa perubahan kecil, namun agaknya sekarang menjadi sangta penting. Bebrapa sumber utama dapat diperoleh lengkap dengan rincian revisi dna alasan perubahannya.
Revisi taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl meliputi jenis penegtahuan yang harus dipelajari (knowledge dimension) dan prses yang digunakan untuk belajar (cognitive process), dimana hal ini mempermudah para perancang pembelajaran untuk secara efisien mengarahakan tujuan pendidikan kepada tekhnik-tekhnik penilaian.
Perubahan struktur taksonomi pendidikan yangs emula tampak dramatis kini menjadi amat logis bila diperhatikan secara seksama. Taksonomi domain kognitif  Bloom merupakan bentuk satu dimensi. Dengan tambahan produk, revisi taksonomi Bloom menjadi bentuk table dua dimensi. Salah satu dimensinya menunjukkan dimensi pengetahuan atau jenis pengetahuan yang dipelajari, sementara dimensi keduanya menunjukkan dimensi proses kognitif atau proses yang digunakan untuk belajar.[7]

ASPEK PENGETAHUAN
DIMENSI KOGNITIF
Meng-ingat
Mema-hami
Mene-rapkan
Meng-analisis
Meng-evaluasi
mencipta
Pengetahuan Fakta






Pengetahuan Konsep






Pengetahuan Prosedural






Pengetahuan Metakognitif







Dari uraian diatas, maka revisi dalam dimensi kognitif meliputi:
1.      Adanya penggantian posisi tingkatan yakni evaluasi yang pada awalnya ditempatkan pada posisi puncak menjadi posisi ke lima mengganti tingkatan sintesis yang di gantikan dengan mencipta (create) sebagai tingkatan aspek kognitif yang paling tinggi
2.      Mengeluarkan aspek pengetahuan (knowledge) dari tingkatan kognitif di gantikan dengan mengingat (remember), sedangkan pengetahuan itu sendiri di jadikan aspek tersendiri yang harus menaungi enam tingkatan meliputi pengetahuan (knowledge) tentang fakta, konsep, prosedural, dan pengetahuan metakognitif.
3.      Dimensi kognitif yang enam tingkatan di ubah dari kata benda menjadi kata kerja yakni yang asalnya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.[8]


BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan memecahkan masalah. Adapun dalam tahapan kognitif terdapat empat tahap yaitu Tahap sensory-motor, perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun. Tahap pre-operational, perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap concrete-operational, perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap formal-operational, perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Dalam perkemabngan ini guru harus membantu murid dalam melakukan perkembangannya. Ada dua pengembangan siswa yang perlu dikembangkan khusus oleh guru, yakni: 1) strategi belajar memahami isi materi pelajaran; 2) strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa pengembangan kedua kecakapan kognitif ini, siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri. Revisi taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl meliputi jenis penegtahuan yang harus dipelajari (knowledge dimension) dan prses yang digunakan untuk belajar (cognitive process), dimana hal ini mempermudah para perancang pembelajaran untuk secara efisien mengarahakan tujuan pendidikan kepada tekhnik-tekhnik penilaian. 

B.  Saran
Didalam makalah ini penulis menyuguhkan seluk beluk tentang domain ranah kognitif dalam taksonomi Bloom  itu disini tidak banyak menyuguhkan contoh-contoh konkrit tentang domain ranah kognitif serta kurang bnayak menyuguhkan tentang alasan perevisian domain kognitif Bloom  . serta pembaca akan mendapatkan gambaran-gambaran mengenai domain kognitif  yang  mana nantinya akan dipergunakan guru  untuk digunakan dalam pembelajaran.
Penulis menyadari didalam penulisan makalah ini terdapat bnayak kesalahan dan kekurangan terutama cara penulisan yang kurang sistematis, maka dari itu penulis mengharapa ke penulis lanjutan agar dapat memperbaiki kesalahan penulis dan bisa lebih baik dar penulis sebelumnya.

DAFTAR RUJUKAN

·         Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008.
·         Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012.
·         Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan .Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2013.
·       Sudjana, Nana .Penialian Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
·         Syah, Muhibbin Psikologi Belajar .Jakarta: Rajawali,2012.
·         Syah, Muhibbin.  Psikologi Pendidikan .Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2014.
·         Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2011.

[1]Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 48
[2]Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 125-126.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali,2012), hlm.26-36.
[4]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 83-84.
[5] Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 49
[6] Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012), hlm. 43-46. Dan Nana Sudjana, Penialian Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 23-29.
[7] Abd. Rachman Assegaf, FilsafatPendidikanIslam(Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm82-84.
[8]Wina Sanjaya, hlm. 130.