Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Al-qur'an
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ HAM” dengan
mudah walaupun masih ada sedikit kesulitn dalam penyelesaian makalah.
Rasa
terimakasih kami haturkan kepada dosen pengampu mata kulih” pendidikan
kewararganegaraan” sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Dimakalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin dan sangat berharap agar
pembaca mengerti, paham dan dapat menambah informasi tentang HAM. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan
agar dapat membuat makalah lebih baik.
Pamekasan 05 November 2016
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Untuk
dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia
harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi atau negara tapi adalah anugrah Allah SWT yang sudah
dibawanya sejak lahir kealam dunia. Hak-hak itulah yang di sebut dengan hak
asasi manusia. Tampa memahami hak-hak tersebut mustahil seseorang dapat
menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah tuhan.
Dalam
sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan atau pedoman
pada Al-qur’an dan Hadits. Karena Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman fidup
bagi seluruh manusia yang ada dibumi ini pada umumnya dan bagi ummat islam pada
khususnya. Oleh karena itu ummat manusia pada umumnya dan ummat islam pada
khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain, maka
hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkanya selama
tidak mengambil atau melampaui batas dan hak-hak orang lain.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
ham menurut islam?
2. Bagaimana
sejarah ham?
3. Bagaimana
UU ham?
4. Bagaimana
penegakan dan perlindungan ham?
C. Tujuan
Penelitian
1. Dapat
mengetahui bagaimana ham menurut islam
2. Dapat
mengetahui sejarah ham
3. Dapat
mengetahui UU ham
4. Dapat
mangetahui penegakan dan perlindungan ham
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ham
Menurut Islam
1.
Pengertian HAM Dalam Pandangan Agam
Islam
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang memiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu
tuhan yang maha esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan
2.
HAM Menurut Islam
Hal
asasi manusia dalam islam tertuang jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebiasaan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas
dasar persamaan tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya islam memandang semua manusia sama dan mempunya kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia atas
manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : “ Hal
manusi, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempua, dan kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal.sesungguhnya yang paling mulia diantaranya kaum adalah yang paling
takwa.[1]
B. Sejarah
HAM
Pada pakar HAM berpendapat
bahwalahirnya HAM dimulai dengan lahirnya magna charta. Piagam antara lain
merencanakan bahwa raja yang semula memiliki kekuasaan absolut ( raja yang
menciptakan, hukum, tetapi dia sendiri tidak terikat dengan huku) menjadi
dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka
dimuka hukum. Dari piagam inilah kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal
hukum serta bertanggung jawab kepada hukum.
Untuk mewujudkan asas persamaan
itu, maka lahirkan teori “kontrak sosial” J.J. Rosseao. Setelah itu kemudia
disusul oleh Mounjesqueiu dan Tomas Jefferson di AS dengan gagasan tentang
hak-hak dasar dan kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya
ditandai dengan kemunculan the american of declaratio of indenpendence di
amerika serikat yang lahir dari semangat paham rosseau dan maunesqueiu. Jadi
sekalipun di negara kedua tokoh HAM itu yakin inggris dan perancis belum lahir
rincian HAM, namun telah muncul Amerika. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah masuk
akal bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1786 lahir
the French Declaration, dimana hak-hak asasi manusia ditetapkan oleh rinci lagi
yang kemudian menghasilkan dasar-dasar negara hukum atau the rule of law.
Sejalan dengan pemikiran maka PBB
memprakarsai berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama
Commission on Human Right pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian
menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping
hak-hak politis yaitu:
1.
Hak Hidup, kebebasan dan keamanan
pribadi (pasal 3)
2.
Larangan pembudakan (pasal 4)
3.
Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.
Larangan penangkapan, penahanan atau
pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.
Hak atas pemeriksaan pengadilan yang
jujur (pasal 10)
6.
Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7. Hak
atas harta dan benda (pasal 17)
8. Hak
atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9. Hak
atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (pasal 19)
10. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 200)
11. Hak
untuk turut serta dalam pemerintah (pasal 21)
Deklarasi
sedunia ini juga menyebutkan beberapa hak sosial dan ekonomi yang penting:
1. Hak
atas pekerjaan pasal 23
2. Hak
atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
pasal 25
3. Hak
atas pendidikan pasal 26
4. Hak
kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan
masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuandan hak atas
perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya kita
seseorang dalam bidang ilmu, ksusastraan, dan seni pasal 27, ( lihat lampiran
tentang deklarasi HAM universal ).[2]
C.
UU HAM
1. Pasal
4
Hak untuk hidup,
hak untuk tidak di siksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak di perbudak, hak untuk di akui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yaang berlaku surut adalah hak
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
2. Pasal
10
a. Setiap
orang berhak membentuk suatu perkawinan yang sah.
b. Perkawinan
yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebascaolon suami dan calon
istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Hak
mengembangkan diri dalam pasal II yang berbunyi
“ setiap orang berhak atas
pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuhd dan berkembang secara layak “.
4. Hak
memperoleh keadilan dalam pasal 17 bagian ke-4 yang berbunyi “ setiap orang
tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. Pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh yang adil dan benar.
5. Hak
atas kebebasan pribadi dalam pasal 21 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
keutuhan pribadi, baikrohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi
obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
6. Hak
atas rasa aman terhadap dalam pasal 30yang berbunyi “ setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak
atas kesejahteraan terdapat pada pasal 40 yang berbunyi “setiap orang barhak
untuk bertempat tinggal serta berkehupan yang layak “
8. Hak turut serta dalam pemerintahan tercantum
pada pasal 44 yang berbunyi “ setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama
berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahanyang
bersih, efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
9. Hak
wanita tercantum dalam pasal pasal 45yang berbunyi “ hak wanita dalam UU ini
adalah hak asasi manusia “.
10. Hak
anak terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi “ setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya. Berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan biaya di bawah ini bimbingan orang tua dan atau wali.[3]
D.
Penegkan Dan Perlindungan HAM di
Indonesia
1. HAM
dalam UUD 1945
UUD 45 disusun
oleh panitia kecil perancang undang-undang dasar yang diketahui oleh
Prof.Dr.Mr. Soepomo.UUD ini disusun oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan
kemerdekaan indonesia(BPUPKI) pada akhirnya masa pendudukan jepang. Dalam suasana
negara dalam keadaan perang, dan lagi pula tenggang maasa kerjanya teramat
sangat singkat (kurang lebih 10 hari),oleh karena itu dapat dimaklumi kalau UUD
1945 hanya memuat37 pasal yang sifatnya masih sangat umum. Dan untuk mengatasi
masalah tersebut hampir sebagian besar pasal-pasalnya selalu diakhiri dengan
kalimat “... ditetapkan dengan Undang-Undang” atau “.... dan diatur dengan Undang-Undang.
Pengakuan
terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD 45hanya mencantumkan beberapa pasal
saja. Hal merumuskan “Universal Declaration of Human Rights”. Untuk itu makan
bahan yang dijadikan sebagai rujukan dan panduan untuk merumuskan masalah HAM
pada saat itu adalah “Declaration des
Droit de L’Homme et du Citoyrn” dari perancisi dan “ Declaration of Independence” dari Amerika Serikat.
menghadapi
persoalan seperti initimbul perbedaan pandangan dan penilaian. Beberapa tokoh
anggota badan penyelidik menilai bahwa masalah HAM hakikatnya adalah produk dari faham
Individualisme dan Liberalisme, dan oleh karena itu mereka berkeberatan kalau
masalah HAM ini dimasukkan ke dalam UUD, karena ketergantungan dengan asas
kekeluargaan. Sementara yang lain berpendapat bahwa masalah HAM adalah masalah
kemanusian yang bersifat universal. Kelompok yang menolak dicantumkannya
pasal-pasal yang mengatur hak-hak asasi warganegara ini ditokohi antara lain
oleh Bung Karno dan Dr.Soepomo. dalam pidatonya yang sedang menyoroti masalah
HAM Bung Karno menyatakan “... jika kita betul- betul hendak mendasarkan negara
kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, dan
keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme
dan liberalisme dari padanya” (Muhammad Yamin: 297). Demikian pula pendapat
Dr.Soepomo ketika menjawab pertanyaan Mr.Maria Ulfa Santoso, salah seorang
anggota BPUPKI di dalam sidang badan
penyelidik pada tanggal 13juli 45 yang mempertanyakan apakah tidak dianggap
perlu hak-hak dasar dimasukkan ke dalam UUD, dijawabnya bahwa ” ini tidakperlu
karena negara Indonesia berdasarkan atas Kedaulatan Rakyat” (Idem: 167).
Sementara kelompok lain yang ditokohi antara lain oleh Hatta dan Muhammad Yamin
tetap memandang perlu dicantumkannya hak-hak asasi manusia ke dalam UUD tanpa
harus kehilangan identitasnya selaku negara yang bersifat integralistik, negara
yang menjujung tinggi asas kekeluargaan. Sebab dikhawatirkan dengan tidak dicantumkannya
jaminan hak-hak asasi manusia memungkinkan negara akan menjurus ke arah negara
kekuasaan (Machtsstaat). Hatta mengatakan “Hendaklah kita memperhatikan
syarat-syarat supaya negara yang kita bikin jangan menjadi negara kekuasan.
Kita menghendaki negara pengurus, kita membangun masyarakat baru berdasarkan
gotaong royong, usaha bersama; tujuan kita ialah memperbaharui masayarakat. Di
sebelah itu, janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada
negara untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu negara kekuasaan. Oleh
sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal, misalnya pasal yang mengenai
warganegara, disebutkan juga di sebelah hak yang sudah diberikan kepadanya,
misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia, jangan takut mengeluarkan
suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk berkumpul dan bersidang atau
surat-menyurat dan lain-lain” (Idem: 299).
Pembahasan
mengenai perlu atau tidaknya hak-hak asasi warganegara dimasukkan ke dalam UUD
45 sebagaimana di atas pada akhirnya tercapai dan dapat dirumuskan melalui
semacam kompromi antara kedua belah pihak seperti yang terformulasikan dalam
tujuh buah pasal, yaitu pasal 27,28,29,30,31,33 dan pasal 34 pada UUD 45.
2. HAM
dalam konstituasi RIS
Pada waktu
bangsa indonesia memasuki babakan baru, yaitu ketika negara indonesia berbentuk
serikat, maka UUD di gunakannya adalah UUD ysng baru, yang boleh terkenal
dengan sebutan konstitusi RIS. Sewaktu para perumus konstitusi tengah membahas
masalah hak-hak asasi warganegara, mereka menyadari sepenuhnya betapa perlunya
menuangkan hak-hak asasi warganegara secara lebih terperinci lagi, yang dapat
mencakup seluruh aspek hak-hak dasar yang semestinya dimiliki oleh setiap
warganegarai.
Seajarah telah
membuktikan bahwa ternyata masalah hak-hak asasi manusiabukan muncul dari faham
individualisme dan liberalisme sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara
pihak pada awalnya kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya
“Deklarasi Hak-Hak Asasi se Dunia” oleh mayoritas anggota perserikatan
bangsa-bangsa. Hal ini menambah kesadaran para perumusan konstitusi RIS bahwa
masalah hak-hak asasi manusia yang dituangkan ke dalam konstitusi harus jauh
lebih sempurna dibandingkan dengan apa yang termuat dalam UUD 45.
3. HAM
Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-Spada
hakikatnya adalah merupakan penjelmaan dari konstitusi RIS setelah terlebih
dahulu direvisi agar cocok diterapkan dalam bangunan negara yang berbentuk
negara kesatuan. Oleh karena dapat dimaklumi kalau pasal-pasal yang memuat
hak-hak asasi manusia dalam UUD-S “50 hampir serupa dengan pasal-pasal yang
terdapat dalam konstitusi RIS. Bahkan masih ditambah satu pasal lagi, hingga
jumlahnya menjadi 28 pasal seperti yang memuat dalam bagian V tentang “Hak-Hak
dan kebebasan-kebebasan dasar manusia” mulai dari pasal 7 hingga dengan pasal
34.
Dari pengalaman
negara republik indonesia yang pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD
1945, konstitusi (UUD) RIS dan UUD-S “50 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM
dapat dinyatakan bahawa UUD-S “50 adalah UUD yang jauh paling lengkap meuat
hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia yang pernah dimiliki oleh negara,
dan lebih sempurna dibandingkan dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya.
Muhammad Yamin dalam menilai terhadap ketiga konstitusi (UUD), khususnya dalam
hal dimuatnya masalah HAM menyatakan “ konstitusi RIS dan UUD-S “50 adalah
satu-satunya dari konstitusi yang telah berhasil memasukkan hak-haak asasi
seperti keputusan UNO itu ke dalam piagam konstitusi “ (M.Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesi:
29).
4. HAM
Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah
negara indonesia kembali ke UUD 45 lewat Dekrit 5 Juli 59, MPRS alam sidangnya
pada tahun 1968 menilai bahwa pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia selama masa Demokrasi terpimpin sama sekali terabaikan.berbagai langkah
kebijaksanaan pemerintah yang nyata-nyata telahmelanggar HAM selalu saja
dinyatakan bahwa apa yang dilakukannya tetap dalam koridor UUD 45, dalam setiap
kebijakannya mereka selalu berdalih “atas
dasar pancasila dan UUD 45”. Semua itu bisa terjadi karena memang “tidak
lengkapnya hak-hak asasi dicantumkan dalam undang-undang dasar yang ada” (Miriam
Budiardjo,op.cit:128). Rule of Law di
indonesia masa itu sudah tidak dikenal lagi, negara indonesia bukan lagi negara
hukum sebagaimana yang tertukis dalam UUD 45, akan tetapi telah berubah bentuk
menjadi negara kekuasaan. “Guided
Democracy, it`s true meaning as is also its true name is autocracy” (Djoko
Prakoso, Ibid.,), demikian ditegaskan oleh seorang peninjau dari The International Commission of Jurist
yang datang ke jakartapada tahun 1963.
Keprihatinan
MPR-S terhadap pelaksanaan HAM pada masa rezim Bung Karno seperti di atas
akhirnya dimasukkan ke dalam salah satu agenda sidang MPR-S. Dan untuk menindak
lanjutinya majlis membentuk suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan
Hak-Hak serta Kewajiban Warganegara”. Setelah terumuskan dengan baik
kemudian dibahas dalam sidang MPR-S ke V tahun 1968. Namun ironisnya setelah
dibahas ternyata tidak dapat ditemukan kata sepakat untuk diangkatnya rancangan
tersebut menjadikat menjadi ketetapan MPR-S. Dengan demikian mengenai masalah
jaminan konstitusional tentang hak-hak asasi manusia di negara repubik
indonesia dibawah naungan UUD 45 tidak ada perubahan sedikitpun, atau bahkan
dapat dikatakan terjadi kemunduran kalau harus dibandingkan dengan kedua
konstitusi lainnya pernah dimiliki oleh bangsa indonesia, yaitu konstitusi RIS
dan UUD “50.
Pada
periode kepemimpinan presiden Suharto selama 32 tahun pelaksanaan dan
perlindungan hak-hak asasi manusia/warga negara dalam berbagai aspeknya sama
sekali diabaikan. Dunia politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga
oranisasi politik yang diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, PDI, PDI, dan
hak itupun tidak lepas dari pengendalian sepenuhnya oleh pemerintaha, dimana
secara operasional kekang kendali ini dilakukan oleh menteri dalam negeri yang
berperan sebagai pembina politik dalam negeri. Dalam dunia perburuhan hanya ada
satu oraganisasi buruh yangdi beri hak hidup, yaitu SPSI yang keberadaannya
tidak bisa dilepaskan dari campur tangan pemerintah. Dalam pers dibuat berbagai
aturan yang demikian mencincang kebebasan pers, seperti adanyahak Breidel
(memberangus) oleh pemerintah, adanya UU tentang SIUPP dan sebagainya.
Menelikung orang-orang yang di anggap “berbahaya” bagi pemerintah dalam
melakukan aktifitas ekonomi, seperti dalam bentuk dilarangnya bank-bank untuk
memberikan/ menyalurkan kredit kepada mereka. Tragedi yang sangat memilukan
dimana sekian banyak anak bangsa menjadi korban semena-mena, sepeti khasus
tragedi tanjung priok, talangsari lampung, korban DOM di aceh, kasus nipah di
madura, pelaksanaan pemilu yang membuldoser secara kasar partai-partai yang
bersebrangan dengan pemerintah dan sebagainya nyata-nyata merupakan pelanggaran
HAM yang sangat besar yang tidak dapat dihapuskan begitu saja.
Gerakan
reformasi indonesia yang mencita-citakan terwujudnya demokratisasi dalam
seluruh bidang kehidupan, tegaknya supremasi hukum dan penghormatan terhadap
hak-hak asasi manusia pada tahun 1998 telah berhasil meruntuhkan pemerintah
presiden Suharto yang dikenal sebagai pemerintahan yang sangat represif serta
mengabaikan hak-hak asasi manusia/warganegara.
Di
bawah kepemimpinan presiden B..Habibie demokratisasi dari penegakan hak-hak
asasi manusia mulai digerakkan. Dengan dikeluarkannya UU tentang HAM, yaitu UU
nomor 39 tahun 1999 (lihat lampiran) maka berbagai hak asasi manusia dibuka
lebar-lebar, seperti hak mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berserikat
dsb. Kesempatan emas ini dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Kalau semula partai politik hanya tiga buah, pada masa periode Habibie muncul
ratusan partai politik, yang diantaranya ada 48 partai politik yang berhak ikut
serta dalam pemilihan umum pada tahun 1998. Organisasi buruh semula hanya ada
satu, yaitu serikat pekerja seluruh indonesia (SPSI), sekarang ini ada sekian
banyak serikat pekerja. Hak kekang (breidel) yang dimiliki pemerintah terhadap
surat kabar yang dianggap nakal kini telah dicabut, demikian juga SIUPP (surat
izin usaha penerbitan persuratkabaran) yang sangat ditakutkan oleh perusahan
penerbitan sebab setiap saat bisa dicabut oleh pemerintah sekarang ini telah
ditiadakan. Demikian juga pemerintah telah mensahkan berdirinya komisi nisional
hak-hak asasi manusia (komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai
pelanggaran HAM serta merekomendasinya untuk tindakan lanjuti oleh pemerintah
dalam bentuk penuntutan dan sebagainya. Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman
Wahid telah diterbitkan UU tentang pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
[4]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
materi di atas dapat saya simpulkan:
1. Hak
asasi manusia dalam islam tujuannya untuk kepentingan manusia dan manusia
mempunya hak kebebasan tanpa memandang laki-laki dan perempuan karena tugas
yang diemban tidak akan terwujud tanpa ada kebebasan dan kebebasan tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri.
2. Diawali
dengan tidak adanya persamaan antara
golongan atas dan golongan bawah secara tidak langsung itu semua tidak adil
maka untuk mewujudkan asas persamaan itu dan lahirnya teori kontra sosial
dengan gagasan tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan setelah itu
perkembangan ham selanjutnya dipertegas bahwa manusia merdeka sejak di dalam
kandungan maka tidak pantas sesudah lahir dia dibelenggu.
3. Manusia
ditakdirkan mempunyai hak didalam kandungan sampai dia lahir dan mempunyai hak
hidup untuk tidak disiksa karena mereka mempunyai hak kebebasan pribadi karena
dipasal 21 yang berbunyi setiap orang berhak atas keutuhan pribadi baik rohani
maupun jasmani bagi semua orang tidak membeda bedakan antara yang satu dengan
yang lain seperti hak wanita dan anak.
4. Ham
merupakan pengumpulan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau
pengumpul politik dan etika yang erat, hubungannya dengan harkat dan martabat
manusia untuk menegakkan ham sudah semakin kuat baik dalam negeri maupun
melalui tekanan dunia internasional. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi
untuk itu perlu adanya dukungan dari semua pihak agar penegakan ham bergerak
kearah positi.
B.
Saran
Setelah
membaca makalah ini sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus saling menghargai
hak-hak orang lain sebelum hak kita dihargai oleh orang lain jadi dalam menjaga
ham kita harus mengimbangi dan menyelaraskan ham kita dengan orang lain.
[1]
Hj. waqiatul masrurah, Buku Ajar CIVIC
EDUCATION, (surabaya: Sasabila Putra Pratama, 2013), hlm. 83
[2]
Ibid
[3]
[4] MUATHAFA KAMAL PASHA, pendidikan kewarganegaraan (jogjakarta: CITRA KARSA MANDIRI,
2002),hlm. 135
No comments:
Post a Comment