Secara
umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang.
Praktik-praktik tersebut telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw.
Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan yaitu menerima deposit,
menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah Saw. Dibawah ini
akan membahas Kajian Teori tentang Deposito Mudharobah.
a. Pengertian
Deposito mudharabah
Dalam
perbankan syariah salah satu produk penghimpun dana adalah deposito.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbank, yang dimaksud deposito
berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank
bersangkutan.
Adapun
yang dimaksud mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh
modal (100%) dan pihak lain menjadi mengelola.
Rukun
mudharabah menurut ulama Syafi’iyah ada enam, yaitu:
1) Pemilik
barang yang menyerahkan barang-barangnya
2) Orang
yang berkerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang.
3) Akad
mudharabah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang
4) Amal,
yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba
5) Keuntungan
Syarat
sah mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Modal
atau barang yang diserahkan berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk
emas atau perak batangan,atau barang dagangan lainnya, maka mudharabah tersebut
batal.
2) Bagi
orang yang melakukan akad disyararakan mampu melakukan tasharruf, maka
dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang
berada dibawah pengampuan.
3) Modal
harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan
dibagikan kepada kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati.
4) Keuntungan
yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas presentasenya,
umpamanya setengah, sepertiga atau seperempat.
5) Melafalkan
ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang
jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul dari pengelola.[1]
Adapun
yang dimaksud deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan
prinsip syariah. Deposito ini dalam bank syariah dikenal dengan deposito
mudharabah.
Deposito
mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh nasabah yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu, sesuai dengan akad perjanjian yang dilakukan antara bank dan
nasabah.
b. Jangka
waktu deposito mudharabah
Jangka waktu deposito
mudharabah ini bervariasi, antara lain:
-
Deposito jangka waktu 1 bulan
-
Deposito jangka waktu 3 bulan
-
Deposito jangka waktu 6 bulan
-
Deposito jangka waktu 12 bulan
Perbedaan
jangka waktu deposito mudharabah disamping merupakan perbedaan masa perbedaan masa penyimpanan, juga
akan menimbulkan perbedaan balas jasa berupa besarnya presentase nisbah bagi
hasil. Pada umumnya semakin lama jangka waktu deposito maka akan semakin tinggi
presentase nisbah bagi hasil yang akan diberikan oleh bank syariah.[2]
c. Landasan
hukum deposito mudharabah
1) Alqur’an
a) Firman
Allah QS. An-nisa’ [4]: 29
يَأَيُّهَا الَّدِيْنَ اَمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْا اَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّا اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَة عَنْ تَرَاض
مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوْا اَنْفُسَكُمْ اِنًّ اللهَ
كَانَ بِكُمْ رَحِيْما
”Hai
orang beriman, janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka rela di antaramu...”
b) Firman
Allah QS. Al-baqarah [2]: 283
...فَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضا فَالْيُؤَدِّ الّدِي اؤْتُمِنَ
اَمَانَتَهُ وَالْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ...
“...Maka,
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya...”
2) Fatwa
Dewan syariah nasional MUI
Ketentuan
deposito pada bank syariah telah diatur dalam fatwa DSN, sebagai berikut:[3]
Pertama:
Deposito ada dua jenis:
a) Deposito
yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan
perhitungan bunga.
b) Deposito
yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah.
Kedua:
ketentuan Umum Deposito berdasarkan Mudharabah:
a) Dalam
transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul
mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.melakukan
b) Dalam
kapasitasnya sebagai mudharib, bank
dapat berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
c) Modal
harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
d) Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
e) Bank
sebagai mudharib menutup biaya
operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f) Bank
tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.
3) Perbedaan
Deposito Pada Bank Syariah dan Bank Konvensional[4]
No.
|
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
1
|
Deposit tidak
berorientasi kepada bunga melainkan kepada bagi hasil, dimana para pemilik
modal berserikat berdasarkan presentase laba. Bank hanya mendapatkan kembali
bagian laba dari usaha yang dikelolanya, dan jika terjadi kerugian, si
pemilik modal tidak akan kehilangan uangnya, tetapi tidak mendapat keuntungan
dari aktivitas yang dibiayai sepanjang masa kerugian tersebut.
|
Deposit berorientasi
kepada bunga, dan si pemilik modal dijamin dengan bunga yang ditetapkan di
awal dengan jaminan pengembalian modal pokok.
|
4) Jenis
deposito mudharabah
Berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana terdapat dua jenis bentuk
mudharabah,[5]
yakni:
a) Mudharabah
Mutlaqah (UNRESTRICTED INVESMENT ACCOUNT
(URIA))
Dalam
deposito mudharabah mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan atau
persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik
yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain
bank syariah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam mengelola dana URIA
untuk memperoleh keuntungan.
b) Mudharabah
Muqayyadah (RESTRICTED INVESTMENT ACCOUNT
(RIA))
Dalam
deposito mudharabah muqayyadah (RIA), pemilik dana memberikan batasan atau
persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik
yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain
bank syariah tidak mempunyai hak atau kebebasan sepenuhnya dalam mengelola dana
RIA untuk memperoleh keuntungan.
Dalam
menggunakan dana deposito mudharabah muqayyadah (RIA) ini terdapat dua metode,
yakni:
o Cluster Pool of Fund,
yaitu menggunakan dana untuk beberapa proyek dalam suatu jenis industri bisnis.
o Spesific Product,
yaitu penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu.
d. Kajian
Tentang Profit Distribution (Bagi Hasil)
1) Pengertian
profit distribution (Bagi Hasil)
Kata profit dalam kamus bahasa
inggris mempunyai keuntungan (laba), dan keuntungan.[6]
Sedangkan kata distribution berarti
penyaluran, distribusi dan pembagian.[7]Dari
dua istilah tersebut profit distribution berarti penyaluran keuntungan atau
pembagian keuntungan (bagi hasil).
Istilah distribusi dalam
perekonomian adalah penyebaran dan pertukaran hasil produksi barang dan jasa.
Kegiatan distribusi dalam islam ada dua orientasi, yaitu:
a) Menyalurkan
rejeki (harta kekayaan) untuk diinfakkan (didistribusikan) demi kepentingan
diri sendiri maupun orang lain, seperti;pengeluaran zakat sebagai pensucian harta maupun jiwa, serta mendermakan
sebagian harta.
b) Berkenaan
dengan mempertukarkan hasil-hasil produksi dan daya ciptanya kepada orang yang
membutuhkan, agar mendapat laba sebagai wujud dari pemenuhan kebutuhan atas bisnis oriented.[8]
Dari uraian di atas, bagian yang kedua
termasuk pada pendistibusian laba yang diberikan oleh bank kepada nasabah,
karena nasabah menitipkan atau
menginvestasikan dananya kepada bank syariah, kemudian bank syariah mengelola
dana tersebut dengan cara menyalurkan kepada pihak yang membutuhkan untuk
menghasilkan pendapatan, sehingga pendapatan yang diperoleh akan dibagikan atau
didistribusikan kepada nasabah yang menitipkan atau menginvestasikan dananya.
2) Determinan
profit distribution (faktor yang mempengaruhi bagi hasil)
a) Faktor
langsung
Di
antara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah invesment rate, jumlah dana yang
tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit
sharing ratio).
o Invesment rate
Invesment tare merupakan
persentase aktual dana yang di investasikan dari total dana.Jika bank
menentukan invesment rate sebesar
80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi
likuiditas.
o Jumlah
dana yang tersedia
Jumlah
dana yang tersedia merupakann jumlah dana dari berbagai sumber dana yang
tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
salah satu metode ini:
§ Rata-rata
saldo minimum bulanan
§ Rata-rata
total saldo harian
Invesment rate dikalikan
dengan jumlah dana yang tersedia untuk di investasikan, akan menghasilkan
jumlah dana aktual yang digunakan.
o Nisbah
(profit sharing ratio)
§ Salah
satu ciri al-mudharabah adalah nisbah
yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
§ Nisbah
antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda.
§ Nisbah
juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
§ Nisbah
juga dapat berbeda antara satu account dan
account yang lainnya sesuai dengan
besarnya dana dan jatuh temponya.
b) Faktor
tidak langsung
o Penentuan
butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
§ Bank
dan nasabah melakukan share dalam
pendapatan dan biaya (profit and sharing).
Pendapatan yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi
biaya-biaya.
§ Jika
semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing
o Kebijakan
akunting (prinsip dan metode akunting)
Bagi
hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang
diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.[9]
3) Metode
perhitungan bagi hasil
a) Bagi
hasil menggunakan revenue sharing
Dasar perhitungan bagi
hasil dengan menggunakan metode revenue
sharingadalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan
dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil
dalam revenue sharing dihitung dengan
mengalikan nisbah yang telah disetujui dengan pendapatan bruto.
b) Bagi
hasil menggunakan profit/loss sharing
Dasar perhitungan bagi
hasil dengan menggunakan metode profit/loss
sharing merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha. Kedua
pihak, bank maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian
apabila usahanya mengalami kerugian.[10]
Profit Distribution pada bank syariah dikenal dengan bagi hasil, sedangkan
dalam bank konvensional dikenal dengan bunga. Adapun perbedaan
antara bagi hasil pada bank syariah dengan bunga pada bank konvensional adalah sebagai berikut.[11]
No.
|
Bagi hasil
|
Bunga
|
1
|
Penentuan
bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi
|
Penentuan
bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan untung/rugi
|
2
|
Jumlah nisbah bagi
hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai.
|
Jumlah
persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada.
|
3
|
Bagi hasil
tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau
mengalami kerugian, risiko ditanggung kedua belah pihak.
|
Pembayaran bunga
tetap seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang
dilaksanakan pihak kedua untung/rugi.
|
4
|
Jumlah
pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan
yang didapat.
|
Jumlah
pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda.
|
5
|
Penerimaan/pembagian
keuntungan adalah halal.
|
Pengembalian/pembayaran
bunga adalah haram
|
[1]Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), hal.139-140.
[2]Ibid, Ismail, hal.91-92.
[3]Desan Syariah Nasional
MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Erlangga,2014), hal.58.
[4]Mardani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta: Kencana,
2013 ), hal 156
[5]Ibid, adiwarman, hal.
[6]Jonh M Echols, Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:
PT Gramedia, 2000), hal.
449.
[7]Ibid, hal.191.
[8]Ismail Nawawi Uha, Bisnis Syariah (Jakarta: CV.Dwiputra
Pustaka Jaya, 2012), hal.564.
[9]Muhammad Syafi’i Antonio,
Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.139-140.
[10]Ibid, ismail, hal.98-99.
[11]Amir Mahmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi
Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2010)
hal.10.