Pada
kesempatan kali ini, penulis akan memaparkan tentang sejarah renaissance yang
kemudian diikuti dengan pembagian koloni-koloni (Daerah jajahan) oleh kekuatan
Eropa dan juga usaha apa saja yang dilakukan oleh negeri Islam untuk
membebaskan diri dari kuku-kuku durjana. Sesungguhnya
Islam adalah agama yang cinta kasih, saling menyayangi tidak suka kekerasan.
Hal ini bisa dibuktikan dari sejarah itu sendiri. Maka dengan hadirnya makalah
singkat ini, penulis berharap akan menambahkan hasanah keilmuan kita dan lebih
meningkatan daya baca kita terhadap sejarah khususnya sejarah Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah tentang kolonialisme dunia Barat terhadap
negeri Timur Jauh khususnya wilayah Islam sangat sedikit sekali dibahas.
Sehingga para penerus generasi Islam tidak banyak yang tahu tentang apa yang
disebut masa Renaissance di Eropa.
Maka dengan hadirnya makalah ini, penulis berharap
akan dapat memberikan informasi yang cukup untuk mengisi kekosongan referensi
tentang bentuk kolonialisme Barat terhadap negeri-negeri Islam. Perlu
diketahui bahwa Umat Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa tiga
kerajaan Besar berkuasa, yakni kerajaan Utsmani, Safawi dan Mughal. Namun,
seperti pada masa kekuasaan Islam terdahulu, lambat laun kekuatan Islam
menurun. Bersamaan dengan kemunduran tiga kerajaan tersebut, bangsa Barat mulai
menunjukkan usaha kebangkitannya.
Periode tiga kerajaan tersebut (1503-1789) bahkan
disebutkan sebagai periode-periode peradaban emas Islam, setelah sebelumnya
mengalami kemunduran pasca jatuhnya dinasti Abbasiyyah di Baghdad oleh serbuan
tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
Kemajuan pada masa itu lebih kepada aspek
material dan lemah pada bidang pemikiran, sains, seni dan filsafat. Hal ini
dapat dilihat dari perekonomian, kekuatan militer dan wilayah teritorial negara
yang kuat pada masa itu, namun kemajuan tersebut tidak mendorong terjadinya
kemajuan pada bidang pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Ketidakseimbangan inilah yang akhirnya
menyebabkan ketidakmampuannya kerajaan Islam menandingi kekuatan Eropa modern
yang didukung oleh sains dan teknologi.
Kebangkitan bangsa Barat bermuara pada semangat
keilmuan yang begitu tinggi, yang telah membawa bangsa Barat menuju
penemuan-penemuan baru dan penjelajahan samudra, serta revolusi industri hingga
berujung pada imperialisme terhadap wilayah-wilayah Islam pada khususnya.
Dengan organisasi dan persenjataan modern,
pasukan perang Eropa mampu melancarkan pukulan telak terhadap daerah-daerah
kekuasaan Islam. Kekuatan-kekuatan Eropa menjajah satu demi satu negara
Islam.
Hal ini
dibuktikan ketika Perancis menduduki Aljazair pada tahun 1830, dan merebut Aden
dari Inggris sembilan tahun kemudian. Tunisia ditaklukkan pada tahun 1881,
Mesir pada tahun 1882, Sudan pada 1889.
Sementara itu, wilayah Islam di Asia Tengah juga tak
luput dari penjajahan Barat. Kekuatan Eropa saling berlomba untuk menguasai
wilayah-wilayah Islam di timur jauh, yakni wilayah Asia.
Dengan
ketidakberdayaannya Tiga Kerajaan Islam saat itu, kekuatan Eropa dengan mudah
menaklukan wailayah-wilayah yang sebelumnya telah dikuasai Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, pemakalah dapat
merumusan masalah yang kemudian akan dikembangkan lagi dalam bab pembahasan, di
antaranya ialah:
- Bagaimana gambaran Masa Renaissance di Eropa?
- Bagaimana bentuk imperialisme Barat terhadap dunia Islam?
- Bagaimana usaha umat Islam untuk mengatasi kondisi keterpurukan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui gambaran Masa Renaissance di Eropa
2. Untuk
mengetahui bentuk imperealisme Barat terhadap dunia Islam
3. Untuk
mengetahui usaha umat Islam untuk mengatasi kondisi keterpurukan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Renaissance di Eropa
Eropa menghadapi tantangan yang sangat
berat. Terutama kerajaan Usmani yang melakukan berbagai penelitian tentang
rahasia alam, berusaha menaklukkan lautan, dan menjelajahi benua yang
sebelumnya masih diliputi oleh kegelapan. Sejarah menceritakan bahwa setelah
Christoper Colombus menemukan benua Amerika (1492 M) dan akses baru ke belahan
timur melalui Tanjung Harapan oleh Vasco da Gama (1498) otomatis benua Amerika
dan kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan eropa. Penemuan ini amat
berpengaruh besar terhadap kemajuan Eropa, karena dengan penemuan tersebut
mereka tidak tergantung lagi pada jalur lama yang notabene dikuasai oleh umat
Islam.
L. Stoddard dalam bukunya The New
World of Islam menggambarkan bahwa dengan sekejap mata dinding laut itu berubah
menjadi jalan raya dan Eropa yang semula terpojok segera menjadi yang
di`pertuankan di laut dan dengan demikian, yang dipertuan di dunia.
Perekonomian bangasa-bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah-daerah baru
terbuka baginya[1].
Tak lama setelah itu, mulailah
kemajuan Barat melampaui kemajuan Islam yang semakin lama mengalami kemunduran.
Kemajuan Barat itu dipercepat oleh penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan terbukti dengan munculnya universitas-universitas
kenamaandiantaranya seperti Oxford dan Cambridge di Inggris yang termasuk
universitas paling awal berdirinya. Universitas-universitas inilah yang
kemudian menjadi pusat kajian yang menghidupkan kembali kajian hukum Romawi,
yang diwariskan oleh pemikir-pemikir Yunani seperti Plato dan Aristoteles.
Setelah pada abad ke-14 dan 15,
bangsa Eropa mulai mencoba melakukan gebrakan dan eksperimen-eksperimen baru.
Mereka tidak lagi puas dengan kurikulum lama yang digunakan di universitas,
mereka tidak lagi berdiam diri melihat pasukan Islam menguasai daerah-daerah
penting di wilayah laut Tengah. Mereka ingin melakukan gebrakan perubahan
menuju era baru yang dikenal dengan Masa Renaissance. Masa Renaissence atau
kelahiran kembali adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan
kebangunan intelektual yang mempengaruhi seluruh fase kehidupan dan sejarah
Eropa selama abad-abad pertengahan.
B. Penjajahan Eropa Terhadap Dunia Islam
Kemajuan bangsa Barat semakin
dipercepat oleh kamajuan di bidang sains dan teknologi, yang sebelumnya memang
telah ada cikal bakalnya. Beberapa kemajuan teknologi yang dicapai antara lain
penemuan mesin uap yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa semakin
memantapkan kemajuan mereka. Teknologi perkepalan dan militer berkembang dengan
pesat. Selain itu kemajuan di bidang abad lamanya. Demikian pula pusat
kekuasaan Romawi Timur yaitu Konstantinopel, yang juga merupakan pusat agama
Kristen dapat dikuasai oleh Islam, pada masa Sultan Muhammad II (1453) dari
dinasti Turki Usmani.
Bahkan kota Konstantinopel
hingga saat ini masih dikuasai oleh Islam dan telah berubah nama menjadi
Istambul, yang sempat dijadikan ibu kota Turki Usmani sebelum akhirnya dipindah
ke Ankara. Terlepas dari hal tersebut, motivasi Barat menjajah Dunia Islam
adalah motivasi ekonomi, politik, hingga agama.
Dalam Motivasi ekonomi dapat terlihat
dari ekspansi Barat ke Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai
berkembang, merupakan wilayah yang subur dan memiliki potensi sumber daya alam
seperti rempah-rempah dan menjanjikan dalam penanaman modal. Di samping
rempah-rempah mereka juga membutuhkan negeri-negeri tempat mereka dapat
memasarkan hasil industrinya. Mereka melakukan monopoli perdagangan dengan merebut
bandar-bandar pelabuhan besar yang sebelumnya menjadi daerah perdagangan umat
Islam dari Arab, Persia, India, dan Cina. Mereka menguras kekayaan pribumi
dengan cara paksa, disertai kekerasan senjata demi merebut bandar perdagangan
tersebut. [2]
Selain itu, India ketika berada pada
masa pemerintahan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal
itu mengundang Eropa, yang sedang mengalami kemajuan berdagang kesana. Awal
abad ke-17, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. Tahun 1611 M,
Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan tahun 1617 M Belanda mendapat izin
yang sama.
Mulai saat itu, Inggris semakin leluasa
untuk melebarkan sayapnya di Anak Benua India dan sekitarnya. Pada tahun 1842
M, Keamiran Muslim Sind di India mulai dikuasainya. Pada tahun 1857 M, kerajaan
Mughal bahkan dikuasai penuh dan setahun kemudian rajanya yang terakhir dipaksa
meninggalkan istana. Sejak itu India dikuasai penuh oleh Inggris. Akhirnya,
pada tahun 1899 M kesultanan Muslim Baluchistan jatuh di bawah kekuasaan
India-Inggris.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru
mulai berkembang, merupakan daerah rempah-rempah terkenal pada masa itu dan
menjadi ajang perebutan negara-negara Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal
menancapkan kekuasaannya di negeri ini. Hal ini dimungkinkan karena
dibandingkan dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih
lemah sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.
Seperti kedatangan Portugis, Belanda,
Inggris, dan Spanyol dari abad ke 15 sampai 19 M di kawasan perdagangan
internasional Malaka, Gujarat, dan lainnya. Kekuasaan politik negara-negara
Eropa berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20. Motivasi politik yang
mereka galakkan ialah melakukan politik pecah belah, yaitu penjajah dengan
sengaja menciptakan jurang pemisah antara kaum bangsawan dan rakyat kecil. Kaum
bangsawan dibujuk untuk menuruti kehendak penjajah dengan jaminan jabatan dan
keuntungan tertentu, sedang rakyat kecil diawasi agar tidak memberontak. Hal
tersebut bertujuan untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan rakyat agar tidak
ada kekuatan yang nantinya dikhawatirkan akan mengancam keberadaan kaum
penjajah.
Setelah bangsa Barat menguasai ekonomi
dan politik negara-negara Islam, terdapat pula negara Barat yang menjajah dunia
Islam dengan melakukan penyebaran agama Kristen melalui missionaris atau
zending. Di antara bangsa Barat yang memiliki ketiga motivasi ini adalah
Spanyol dan Portugis. Hal ini tercermin pada semboyan mereka dalam menjajah,
yaituGold (semangat untuk mencari keuntungan), Glory (Semangat untuk mencapai
kejayaan dalam bidang kekuasaan, dan Gospel (semangat untuk menyebarkan agama
Kristen di masyarakat yang terjajah.
Imperealisme Barat telah memberikan
dampak yang begitu besar terhadap Peradaban umat Islam. Peradaban Islam
berusaha diganti dengan peradaban Barat. Penyebaran budaya yang merusak semakin
nampak, misalnya budaya minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, dan sebagainya
melanda kau terjajah. Dengan cara inilah penjajah merusak peradaban dan
generasi Islam.
Imperealisme Barat telah berdampak kepada hampir seluruh negara-negara
Muslim. Negara-negara Islam yang pertama kali dikuasai oleh Barat adalah
negara-negara Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India. Sedangkan negara-negara
Islam di Timur Tengah, yang masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani,
baru berhasil ditaklukkanpadamasaberikutnya[3].
C. Usaha
Umat Islam Bangkit dari Keterpurukan
Ekspansi Barat ke Timur Tengah di mulai
ketika Kerajaan Usmani mengalami kemunduran sementara Barat mengalami kemajuan
di segala bidang, seperti perdagangan, ekonomi, industri perang dan teknologi
militer. Meskipun demikian, nama besar Turki Usmani masih disegani oleh Eropa
Barat sehingga mereka tidak melakukan penyerangan ke wilayah-wilayah kekuasaan
kerajaan Islam. Namun, kekalahan besar Kerajaan Usmani dalam menghadapi
serangan Eropa di Wina tahun 1683 M menyadarkan Barat bahwa Kerajaan Usmani
telah melakukan perubahan-perubahan[4].
Mereka belajar dari kekalahan di Wina
tersebut. Di antara pembaharuan yang dilakukan ialah :
a. Pengiriman
duta-duta ke Eropa, untuk melihat dan meneliti dari dekat kemajuan Eropa.
b. Selanjutnya,
berdirilah sekolah teknik militer pada tahun 1734, dengan mendatangkan para
ahli militer Eropa sebagai pengajarnya.
c. Adapun
pembaharuan lainnya adalah penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki,
serta pembukaan percetakan, semua dilakukan untuk kepentingan kemajuan ilmu
pengetahuan.
Usaha-usaha ini baru membuahkan hasil
setelah penghalang pembaharuan utama, yaitu tentara Yenissari (merupakan pihak
yang menolak adanya pembaharuan ini) dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada
tahun 1826. Namun, gerakan pembaharuan ini ternyata tidak mampu menghentikan
gerakan Barat yang begitu cepat. Selama abad ke-18 M, Barat menyerang wilayah
kekuasaan Turki Usmani yang berujung pada penandatanganan Perjanjian san
Stefano (Maret, 1878 M), dan Perjanjian Berlin ( Juni-Juli, 1878 M) antara
kerajaan Usmani dan Rusia, dengan demikian berakhirlah kekuasaan Turki Usmani
di Eropa.
Setelah terjadi Perang Dunia I pada
tahun 1915, Turki Usmani berada di pihak yang kalah, dan menjadi serbuan Sekutu
hingga tahun 1919 M. Akhirnya, kekuasaan Turki Usmani benar-benar tenggelam,
bahkan kekhalifaannya dihapuskan (1924 M). Semua daerah kekuasaannya, baik di
Asia maupun Afrika, diambil alih oleh pihak Eropa yang menang perang. Penetrasi
Barat ke dunia Islam di Timur Tengah pertama-tama dilakukan oleh Inggris dan
Perancis yang memang sedang bersaing.
Di wilayah Afrika, beberapa
negara Islam yang menjadi sasaran penjajahan di anataranya adalah Mesir dijajah
oleh Inggris (1882 M), Sudan dijajah oleh Inggris (1899 M), Libya dijajah oleh
Italia (1911 M), Tunisia dijajah oleh Prancis (1881 M), Aljazair dijajah oleh
Perancis (1830 M), Maroko dijajah oleh Perancis (1911 M), selain itu Afrika
Tengah dan Afrika Timur pun tak luput dari sasaran penjajahan. Tak hanya
itu, wilayah jazirah Arab juga menjadi sasaran penjajahan. Suriah dan Lebanon
juga pernah dikuasai oleh Perancis (1918 M), Palestina dan Yordania juga pernah
dikuasai oleh Inggris.
Sementara itu, Rusia menggerogoti
wilayah Islam di Asia Tengah, seperti Kaukasia (1834-1859), Samarkand dan
Bukhara (1866-1872), dan Uzbekistan (1873-1887). Hal tersebut merupakan imbas
dari perjanjian San Stefano dan perjanjian Berlin antara Rusia dan Turki
Usmani.
Dengan kata lain di akhir abad XIX dan
XX, dunia Islam hampir seluruhnya berada dalam koloni Barat. Dunia Islam yang
membentang dari Maroko hingga Indonesia merupakan negeri-negeri kolonial yang
dijadikan “sapi perahan” untuk kemakmuran bangsa Barat.
Demikianlah, bahwa konflik serta intrik
internal ditambah intervensi eksternal (Barat) inilah di antara faktor-faktor
yang telah menghancurkan budaya dan peradaban Islam, ‘hingga tubuhnya terbujur
kaku nan rapuh’, yang berikut menjadi jalan kolonialisme besar-besaran Barat ke
dunia Islam.
Jika ditilik secara mendalam,
kolonialisme Barat terhadap Islam setidaknya bersumber dari model citra dan
persepsi Barat yang menganggap Islam sebagai musuh dan rival Kristen.
Kolonialisme yang menyertai semangat Evangelisme (penginjilan) pada abad XIX
tersebut mewarnai dunia dan masyarakat Islam kala itu. Ide dan semangat
Evangelisme, yang menganggap bahwa keselamatan (salvation) terletak hanya pada
pengakuan dosa dan penerimaan gospel Kristen, menciptakan konfrontasi antara
Kristendom dan Muslim dalam skala besar. Hal tersebut membangkitkan kembali
sikap permusuhan Eropa terhadap Islam[5].
Demikianlah Islam dengan krisis
identitasnya, ditambah rongrongan bangsa berjiwa imperialis yang merusak
tatanan sistem politik, psikologi, sosial-budaya hingga moralitas bangsa
terjajah. Jelas, hal ini menghantam telak peradaban Islam, sehingga dinamika
menjadi mati, kemudian ‘berhenti di titik jajah’. Dominasi ekonomi, kekuasaan
hingga ideologi menjelma sebentuk potret muram gerakan kolonialisme. Akhirnya,
peradaban Islam bermuram durja.
Berada di bawah penetrasi dan
kolonialisasi Barat ternyata tidak sepenuhnya memberikan dampak negatif kepada
umat Islam. Ada pelajaran berharga yang didapatkan oleh umat Islam dari
persinggungannya dengan peradaban Barat yang sedemikian maju, dari sinilah
gerakan-gerakan yang berusaha untuk mewujudkan sintesa antara Islam dengan
peradaban modern dengan meninjau kembali ajaran-ajaran Islam dan menafsirkannya
dengan interpretasi baru. Selain itu, semangat umat Islam untuk mengobarkan
kebudayaan Islam yang pernah jaya mulai bangkit kembali, dengan mencoba merubah
paradigma berfikir.
Dengan demikian yang dimaksud dengan
kebangkitan Islam adalah kristalisasi kesadaran keimanan dalam membangun
tatanan seluruh aspek kehidupan yang berdasar atau yang sesuai dengan prinsip
Islam. Makna ini mempunyai implikasi kewajiban bagi umat Islam untuk
mewujudkannya melalui gerakan-gerakan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam dikenal dengan
sebutan gerakan pembaharuan. Upaya pembaharuan pun mulai bermunculan. Ada
beberapa pola dalam pembaharuan yang dilakukan oleh umat Islam.
Ada kelompok yang lebih dikenal
sebagai kelompok modernis, karena mereka berusaha untuk meniru pola dan sistem
pendidikan modern ala Barat dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada dasarnya pola ini berpandangan bahwa sumber kekuatan dan
kemajuan Barat disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun beberapa tokoh pelopor gerakan pembaharuan model ini adalah Sultan
Mahmud II dari Turki Usmani, Sir Sayyid Ahmad Khan dari India, Muhammad Ali
Pasya di Mesir.
Ada pula Kelompok penggagas pembaharuan
yang meyakini bahwa penyebab kemunduran umat Islam adalah karena mereka
meninggalkan ajaran Islam yang merupakan sumber kemajuan dan kekuatan budaya,
dan sebaliknya, umat Islam lebih memilih untuk mengikuti ajaran-ajaran yang
telah bercampur dengan ideologi non-Islam. Selain itu, ditinggalkannya pola
pikir rasional dan ditutupnya pintu ijtihad juga diyakini sebagai penyebab
kemunduran Islam.[6]
Oleh karena itu, kelompok pembaharuan
tipe ini mengajak umat Muslim untuk kembali pada al-Qur’an dan Sunnah, dengan
tidak mengabaikan ijtihad. Ijtihad senantiasa diperlukan sebagai upaya
penyesuaian ajaran Islam dengan perkembangan zaman yang tentunya penuh dengan
berbagai problematika. Adapun beberapa tokoh yang mempelopori pembaharuan pola
ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh.
Di sisi lain, muncul gagasan
pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme ini berdasar pada kenyataan
bahwa umat Islam itu terdiri dari berbagai bangsa, yang hidup dalam daerah dan
lingkungan budaya yang berbeda-beda, sehingga memerlukan usaha pengembangan
yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing. Meskipun pada dasarnya
ide nasionalisme berasal dari dunia Barat, namun hal tersebut dianggap tidak
bertentangan dengan Islam. Akhirnya gerakan nasionalisme muncul di berbagai
wilayah seperti Mesir, Tunisia, Aljazair, dan kesemuanya tidaklah sama.
Negara-negara tersebut dihadapkan dengan permasalahan spesifik tentang
kekuasaan Eropa, dan peduli terhadap permasalahan dalam negeri mereka
masing-masing, dan berupaya bebas dari kolonialisme bangsa Eropa.[7]
Munculnya gagasan nasionalisme yang
diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan model utama umat
Islam untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Adapun negara mayoritas muslim yang
pertama kali memerdekakan diri adalah Indonesia, yaitu pada tanggal 17 Agustus
1945. Pada tahun 1946, Syiria, Jordania, dan Libanon telah mengumumkan
kemerdekaannya. Selanjutnya adalah Pakistan, pada tanggal 15 Agustus 1947. Pada
tahun 1951, Libya memerdekakan diri. Adapun Mesir baru menganggap dirinya
benar-benar merdeka pada tanggal 23 Juli 1952 (setelah Raja Faruk digulingkan),
meskipun sebenarnya Mesir telah bebas dari Inggris sejak tahun 1922.
Sudan dan Maroko merdeka pada tahun
1956, Malaysia (termasuk Singapura) merdeka dari Inggris pada tahun 1957, Irak
baru merasakan atmosfer kemerdekaan pada tahun 1958, sedangkan Aljazair pada
tahun 1962, dan Brunei Darussalam baru merdeka pada tahun 1984. Selain itu,
negara-negara Islam yang dulunya bersatu dengan Uni Soviet seperti Uzbekistan,
Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan,dan Azerbeijan, baru mendapat
kemerdekaan pada tahun 1992, demikian halnya dengan Bosnia yang juga baru
mendapatkan kemerdekaan dari Yugoslavia pada tahun yang sama.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Setelah pada abad ke -14 dan 15, bangsa
Eropa mulai mencoba melakukan gebrakan perubahan menuju era baru yang dikenal
dengan Masa Renaissance.
Masa Renaissance atau kelahiran kembali
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan kebangkitan intelektual
yang mempengaruhi seluruh fase kehidupan dan sejarah Eropa selama abad-abad
pertengahan diantaranya kemajuan bangsa Barat di bidang ilmu pengetahuan, sains
dan teknologi yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa.
Selain itu, kemajuan di bidang teknologi
perkapalan dan militer membuat Eropa dengan mudah melakukan kegiatan ekonomi
dan perdagangan.
Dengan kemajuan Barat dalam berbagai
bidang kehidupan, mereka ingin kembali mengembalikan hak-hak yang telah
dirampas oleh orang-orang muslim. Yang akhirnya mereka melakukan
ekspansi-ekspansi ke wilayah-wilayah muslim.
Penetrasi Barat atas dunia Islam telah
memberikan pengaruh yang amat besar terhadap umat Islam. Keunggulan mereka
telah membukakan mata umat Islam bahwa mereka jauh tertinggal, dan harus segera
bangkit, sehingga lahirlah usaha pembaharuan dalam Islam, dengan berpegang
teguh kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah, dan mencoba merubah paradigma berfikir
yang cenderung stagnan.
Masyarakat Muslim untuk mengawali
perjuangan aksi di semua bidang kemundurannya, dari militer, politik, ekonomi,
sosial dan budaya. Meski hampir seluruh Negara Muslim telah merdeka secara
militer, namun peradaban Islam mutakhir, belum juga mampu mengembalikan
superioritas Islam dan kembali memimpin peradaban dunia.
- Saran
Penulis menyadari akan kekurangan dari
artikel singkat ini. Maka dari itu, penulis berharap saran dan kritikan yang
membangun dari para pembaca sehingga menjadi pembelajaran bagi penulis untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir; Sejarah Peradaban Islam. Cet. II; Jakarta: Pustaka
Amzah; 2010.
Bakri, Syamsul; Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Fajar Media
Press; 2011.
Hourani, Albert; a History of Arab Peoples. Sejarah Bangsa-Bangsa
Muslim,diterj. Irfan Abu Bakar. Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan; 2004.
Ramadan, Tariq; Menjadi Modern Bersama Islam; Islam, Barat, dan Tantangan
Modernitas. Jakarta: Pustaka Teraju; 2003.
SJ, Fadil; Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Cet. I;
Malang: UIN Malang Press; 2008.
Al-Usairy, Ahmad; Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet.
I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana; 2003.
Yatim, Badri; Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah Jilid II. Cet. IV;
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 1996
[3] Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah
Jilid II. Cet. IV; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 1996
[4] Albert
Hourani, a History of Arab Peoples.
Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim,diterj. Irfan Abu Bakar. Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan; 2004.
[5] Tariq Ramadan,Menjadi
Modern Bersama Islam; Islam, Barat, dan Tantangan Modernitas. Jakarta:
Pustaka Teraju; 2003.
[6] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan
Sejarah. Cet. I; Malang: UIN Malang Press; 2008.
[7] Ahmad Al-Usairy, Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet. I; Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana; 2003.