Dalam sudut pandang liberal terdapat tiga ungkapan yang
menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan yaitu liberalisme
pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan. Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaibani memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini dengan
membaginya dalam tiga. untuk lebih jelasnyan
akan dibahas pada makalah dibawah.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Virus liberalisasi saat
ini semakin melebarkan sayapnya. Jika dulu, liberalisasi hanya disebarkan ke
ranah pemikiran agama, kini virus tersebut sudah menggerogoti setiap urat saraf
nilai-nilai keIslaman. Pendidikan misalnya. Pendidikan adalah salah satu sendi
terpenting dalam Agama Islam. Mungkin atas pandangan inilah kaum liberal
menganggap perlu meliberalkan dunia pendidikan. Fenomena ini di sejumlah
lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya,
berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur didalamnya.
Berbagai kasus
pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya
westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika,
Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan
internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan
menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun
langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam.
Konspirasi liberalisasi
pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan peradaban
Islam dan mencegah tegaknya kembali syariatIslam. Selanjutnya Barat berharap
akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di negeri-negeri
Islam. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan memahami apa
yang terjadi dalam pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sepilis)
di sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini akan membahas
tentang Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1.
Jelaskan Liberalisasi
Pendidikan ?
2.
Apa tujuan Pendidikan
dalam Liberalisasi Pendidikan ?
3.
Apa peranan Sekolah
dalam Liberalisasi Pendidikan ?
4.
Model Liberalisasi
Pendidikan Islam ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui liberalisasi pendidikan
2. Untuk mengetahui tujuan liberalism pendidikan
3. Untuk mengetahui peranan Sekolah dalam Liberalisasi Pendidikan
4. Untuk mengetahui Model Liberalisasi Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Liberalisasi Pendidikan
Dalam sudut pandang
liberal terdapat tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi
pendidikan yaitu liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan
anarkisme pendidikan. Penjelasan ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Liberalisme Pendidikan
Secara etimologi
liberalisme pendidikan terdiri dari dua suku kata yaitu “liberalisme” dan
“pendidikan”. Kedua kata tersebut memiliki definisi yang berbeda antara yang
satu dengan yang lainnya.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia liberalisme adalah usaha perjuangan menuju kebebasan.[1] Dan dalam istilah asing liberalisme diambil dari bahasa
Inggris, yang berarti kebebasan.
Pius A. Partanto dan M.
Dahlan Al Barry mendefinisikan liberalisme sebagai paham yang menekankan kebebasan
individu atau partikelir yang mengutamakan kebebasan.[2]
Dari beberapa definisi
liberal diatas dapat kita simpulkan bahwa liberalisme adalah paham yang
mengedepankan akal dalam suatu pemikiran atau pendapat. Yang mana liberalisme
ini pada hakikatnya berasal dari tiga asas utama, yaitu : 1) Kebebasan. 2)
Individualisme. 3) Rasionalis (‘aqlani atau mendewakan akal).
Secara universal Pendidikan menurut Hasan lazimnya akan didefinisikan menjadi dua bentuk. Pertama, pendidikan merupakan
proses pewarisan, penerusan dan inkulturasi dan sosialisasi perilaku sosial dan
individu yang telah menjadi model anutan masyarakat secara baku. Kedua,
pendidikan merupakan suatu upaya fasilitas yang memungkinkan terciptanya
situasi atau lingkungan dimana potensi-potensi dasar anak dapat berkembang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman di mana mereka harus survive.
Sedangkan menurut
Azyumardi Azra, kata pendidikan didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai
kalangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-masing.
Liberalisme pendidikan
memiliki tiga corak utama, yaitu:
- Liberalisme metodis, yaitu bersifat non ideologis dan memusatkan diri pada cara-cara baru dan cara-cara yang telah diperbaiki untuk melancarkan pencapaian sasaran-sasaran pendidikan yang ada sekarang.
- Liberalisme direktif (liberalisme terstruktur), pada dasarnya kaum liberal direktif menginginkan pembaharuan mendasar dalam tujuan sekaligus dalam hal cara kerja sekolah-sekolah sebagaimana ada sekarang.
- Liberalisme non-direktif (libealisasi pasar bebas). Kaum liberalisme non-direktif sepakat dengan pandangan bahwa tujuan dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan kembali secara radikal dari orientasi orotiratian tradisional ke arah sasaran pendidikan yang mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalah sendiri secara efektif.
2. Liberasionisme Pendidikan
Dalam pandangan kaum
liberasionis, sasaran puncak pendidikan adalah berupa penanaman pembangunan
kembali masyarakat mengikuti alur yang benar-benar berkemanusiaan (humanistik).
Sepenuhnya menekankan pada potensi-potensi khas setiap orang sebagai makhluk
manusia. ‘Oniel berpendapat, terdapat tiga corak dalam liberasionisme pendidikan
yaitu liberasionisme reformis, liberasionisme radikal, dan liberasionisme
revolusioner.
Aliran liberasionisme
reformis relatif konservatif dan merupakan gerakan yang menuntut keadilan
(hak-hak setara dan peran serta) dalam sistem yang ada. Sedangkan
liberasionisme radikal menggunakan sekolah-sekolah untuk mengkritik dan
membangun kembali dasar-dasar kebudayaan. Berusaha secara radikal memperbaiki
lembaga-lembaga tertentu yang paling fundamental dalam menyangga masyarakat.
Adapun liberasionisme pendidikan dalam pandangan ‘Oniel adalah menganggap bahwa
–karena sekolah-sekolah adalah lembaga yang melayani kepentingan-kepentingan
budaya pada umumnya dan karena budaya itu sendiri adalah kekuatan pendidikan
utama dalam kehidupan anak, sekolah-sekolah tidak dapat berharap secara
realistis untuk membangun kembali masyarakat melalui kritik internal apapun
juga terhadap praktik-praktik yang ada.[3]
3. Anarkisme Pendidikan
Anarkisme pendidikan
adalah sudut pandang yang membela pemusnahan seluruh kekangan kelembagaan
terhadap kebebasan manusia, sebagai jalan untuk mewujudkan potensi-potensi
manusia yang telah dibebaskan sepenuhnya. Dalam pandangan ‘Oniel terdapat tiga
corak anarkisme pendidikan yaitu : 1) Anarkisme taktis. Kaum anarkisme taktis
merasa bahwa masyarakat mendidik individu secara jauh lebih efektif jika
dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang sejenisnya. 2) Anarkisme revolusioner.
Kaum Anarkisme revolusioner menganggap sekolah-sekolah sebagai alat (dari)
budaya yang dominan. 3) Anarkisme Utopis, yang membayangkan terciptanya sebuah
masyarakat yang bebas dan terbatas dari seluruh kekangan kelembagaan apapun
juga.
Secara umum anarkisme
pendidikan memiliki ciri-ciri pemikiran gerakan yaitu : 1) menganggap bahwa
pengetahuan adalah sebuah keluaran samping alamiah dari kehidupan
sehari-hari. 2) menganggap kepribadial individual sebagai sebuah nilai yang melampaui
tuntutan-tuntutan masyarakat manapun. 3) menekankan pilihan bebas dan penentuan
nasib sendiri dalam latar belakang sosial yang bebas dan humanistik
(berorientasi pada pribadi). 4) Menganggap pendidikan sebagai sebuah fungsi
alamiah dari kehidupan sehari-hari dalam lingkungan sosial yang rasional dan
produktif. 5) memusatkan kepada perkembangan sebuah ‘masyarakat pendidikan’
yang melenyapkan atau secara radikal meminimalisir keperluan akan adanya
sekolah-sekolah formal, juga seluruh kekangan lembaga lainnya atas prilaku
personal.[4]
B. Tujuan Pendidikan Dalam Liberalisasi Pendidikan
Pendidikan merupakan
kebutuhan sepanjang hayat, setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan
dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab manusia tanpa
pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan
demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang
berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang baik.
Menurut Soetopo, agar
mencapai target tersebut bukan tugas yang ringan, tetapi perlu rancangan dan
arah yang jelas dari proses pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, tidak salah
setiap proses pendidikan dari awal telah memiliki atau menentukan tujuan agar
target yang diharapkan dapat terwujud.
Selain itu, ada juga
ahli didik yang menitik beratkan kepada ketuhanan atau agama. Semua
pendidikannya diarahkan agar anak didik selalu berbakti kepada tuhannya
dan untuk mempersiapkan untuk hidup diakhirat nanti.
Di tinjau dari sudut
pandang anak didik sebagai mahluk individu dan masyarakat, muncul apa
yang disebut sebagai pendidikan individual dan pendidikan kemasyarakatan.
Atas dasar itu, terdapat dua tokoh yang memiliki pandangan berbeda mengenai tujuan
pendidikan tersebut. Misalnya, J.J Rousseau lebih memntingkan pendidikan
individual dari pada masyarakat. Dia berpendapat bahwa manusia itu ketika
dilahirkan adalah baik, suci, dan kebanyakan anak itu
menjadi rusak karena manusia itu sendiri atau karena masyarakat.
Berbeda dengan itu,
John Dewe, seorang ahli filsafat dan ahli didik bangsa Amerika berpendapat
bahwa pendidikan kemasyarakatan lebih penting dari pendidikan individual.
Tujuan pendidikan menurut Dewe adalah membentuk manusia untuk menjadi warga
Negara yang baik.[5]
Menurut John Dewe,
tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu means dan
ends. Means merupakan tujuan yang berfungsi sebagai alat yang dapat mencapai
ends. Means adalah tujuan “antara”, sedangkan ends adalah “tujuan”. Dari kedua
kategori ini tujuan pendidikan harus memiliki tiga criteria, yaitu (1) Tujuan
harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi yang
sudah ada; (2) Tujuan itu harus fleksibel, yang dapat disesuaikan dengan
keadaan;(3) Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktifitas.[6]
Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaibani memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini
dengan membaginya dalam tiga jenis, yaitu :
- Tujuan Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajdaran yang dipelajarinya.
- Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan social anak didik secara keseluruhan.
- Tujuan professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara aktifitas-aktifitas yang ada di dalam masyarakat.
Seperti halnya
tujuan-tujuan pendidikan sebagaimana telah di utarakan di atas, aliran-aliran liberalisasi pendidikan
memiliki pandangan masing-masing dalam menentukan tujuan pendidikan. Aliran
liberalisme pendidikan berpendapat bahwa tujuan pendidikan secara keseluruhan
adalah untuk mempromosikan prilaku personal yang efektif.
Sementara itu, aliran
anarkisme pendidikan berargumen bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk
membawa pembaharuan atau perombakan berskala besar dan segera, di dalam
masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib.[7]
Sedangkan tujuan
pendidikan islam yang universal adalah membentuk kepribadian anak didik
yang kuat jasmani, rohani dan nafsaniyah (jiwa), yakni kepribadian muslim
yang dewasa.[8]
C. Peranan Sekolah Dalam Liberalisasi
Pendidikan
Sekolah adalah lembaga
pendidikan yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam
ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum-kurikulum
yang bertingkat. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat
menerima dan memberi pelajaran.
Dari dua pengertian di
atas dapat kita simpulkan bahwa besarnya peran sekolah dalam pengajaran
kurikulum pendidikan kepada peserta didik. Mengingat besarnya peran sekolah,
maka sangat perlu adanya kurikulum yang sesuai dengan konsep dasar Islam, yaitu
Al Quran dan As-Sunnah. Agar nantinya peserta didik dapat membentengi diri dari
hal-hal yang merusak pendidikan itu sendiri.
Dalam memandang arti
penting sekolah para penganut aliran liberalisasi pendidikan memiliki pendapat
yang berbeda-beda, diantaranya aliran anarkisme pendidikan berpendapat bahwa
sistem persekolahan formal harus dihapuskan sepenuhnya dan diganti dengan
sebuah pola belajar sukarela serta mengarahkan diri sendiri, akses yang bebas dan
universal ke bahan-bahan pendidikan serta kesempatan-kesempatan belajar mesti
disediakan namun tanpa sistem pengajaran wajib. Sementara itu aliran
liberalisasi pendidikan lain yang masih menganggap arti penting peranan sekolah
mengatakan bahwa peranan atau sasaran berdirinya sekolah adalah :
a.
Untuk menyediakan
informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan oleh siswa untuk belajar
secara efektir bagi dirinya sendiri.
b.
Untuk mengajar para
siswa bagaimana cara memecahkan masalah praktis lewat penerapan
tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang
didasarkan pada metode-metode ilmiah rasional.
Sementara itu aliran
liberasionisme pendidikan mendasari perlunya pendirian sekolah dengan tiga
alasan utama yaitu :
1. Untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan
pembaharuan atau perombakan sosial.
2. Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan
siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
3.
Untuk mengajar para
siswa tentang bagaimana caranya memecahkan masalah-masalah praktis melalui
penerapan teknik-teknik penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok
yang didasari oleh metode-metode ilmiah rasional.
D. Model Liberalisasi Pendidikan Islam
Penggunaan kata
liberalisasi pendidikan ini merupakan suatu konsep teoritis- praktis dalam
mendesain model pendidikan yang mengusung nilai-nilai humanis, demokratis, dan
membebaskan.
Apabila mengacu pada
nilai-nilai ajaran islam, maka mendesain format leiberalisasi pendidikan Islam
merupakan suatu keniscayaan yang dapat terbukti dan mendapat legitimasi
pembenaran. Esensi ajaran Islam sejak semula telah memberikan panduan atau
gambaran implisit yang berhubungan dengan perlunya desain leberalisasi
pendidikan Islam.
Legitimasi tersebut
seperti tertuang dalam ajaran-ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai
persamaan dan kesempatan yang sama dalam mencari ilmu. Seperti pernyataan
Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam suatu hadist yang mengatakan
bahwa Islam tidak membedakan keutamaan manusia hanya karena atau suku bangsanya
seperti antara orang Arab dan non Arab, namun yang membedakan keutamaan mereka
adalah derajat kualitas takwanya.
Ajaran Islam memberikan
kebebesan pada seseorang untuk mencari ilmu sesuai dengan bakat dan minatnya
tanpa harus ada intimidasi atau dorongan lain yang dapat menghadang bakat dan
karakternya. Tentunya pembebesan tersebut tidak hanya dapat menimbulkan manfaat
dan kemaslahatan bagi kehidupan dunia individunya, melainkan juga pada
kehidupan akhiratnya. Hal itu sekaligus menunjukan legitimasi bahwa jalan takwa
kepada Allah SWT beragam dan banyak.[9]
Namun kebebasan
tersebut tidak berarti menjadikan semua model pendidikan di perbolehkan untuk
di terapkan dalam metode pembelajaran, akan tetapi kebebasan yang di maksud
adalah kebebasan metode dalam mencapai tujuan yang ingin di capai dalam proses
pendidikan untuk mengembangkan kualitas peserta didik.
Untuk melakukan
formulasi liberalisasi pendidikan agama Islam maka terdapat pemikiran-
pemikiran pendidikan yang nantinya mempengaruhi konsep pendidikannya.
Pemikiran-pemikiran dalam menggagas liberalisasi pendidikan tersebut
terformulasi dalam berbagai model pendidikan, yaitu;
1. Pendidikan Islam yang humanis.
Paulo Freire sebagai tokoh yang menyerukan pendidikan yang humanis, dasar
pemikirannya tidak terlepas dari perspektif ontologisme manusia. Menurutnya,
manusia secara fitroh merupakan mahluk yang dapat berfikir kritis, bersikap
kritis serta mampu membaca dan mengubah realitas dunia. Pendidikan Islam yang
membebaskan.
2. Menurut Freire pembebasan dalam pendidikan yaitu upaya-upaya membebaskan
manusia dari system pendidika yang verbal, serba naïf, membosankan, dan
berbudaya otoriter yang mendikte serta memerintah. Menurutnya praktik-praktik
pendidikan seperti itu dapat mematikan daya kritis dan kreatif manusia itu
sendiri.[10]
BAB. III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam sudut pandang liberal
terdapat tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan
yaitu liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme
pendidikan.
Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaibani memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini
dengan membaginya dalam tiga jenis, yaitu :
- Tujuan Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajdaran yang dipelajarinya.
- Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan social anak didik secara keseluruhan.
- Tujuan professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara aktifitas-aktifitas yang ada di dalam masyarakat.
Aliran liberalisasi
pendidikan menganggap arti penting peranan sekolah mengatakan bahwa peranan
atau sasaran berdirinya sekolah adalah:
- Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan oleh siswa untuk belajar secara efektir bagi dirinya sendiri.
- Untuk mengajar para siswa bagaimana cara memecahkan masalah praktis lewat penerapan tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasarkan pada metode-metode ilmiah rasional.
Sementara itu aliran
liberasionisme pendidikan mendasari perlunya pendirian sekolah dengan tiga
alasan utama yaitu:
- Untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan pembaharuan atau perombakan sosial.
- Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
- Untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan masalah-masalah praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasari oleh metode-metode ilmiah rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Haitami Salim, Mohammad dan Kurniawan, Syamsul. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media. 2012.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Majid Khon, Abdul. Hadits Tarbawi. Jakarta: Kencana.Prenada Media Group. 2012.
Subagja, Sholeh. Gagasan Liberalisasi
Pendidikan Islam. Malang : Madani. 2010.
Suharto, Toto. Filsafat
Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.2011
[4] Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi
Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), Hlm. 102-103