Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Makalah Liberalisasi Pendidikan, Tujuan Pendidikan dalam Liberalisasi Pendidikan, Peranan Sekolah dan Model Liberalisasi Pendidikan Islam

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download
Dalam sudut pandang liberal terdapat tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan yaitu liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini dengan membaginya dalam tiga. untuk lebih jelasnyan akan dibahas pada makalah dibawah.

BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang Masalah
Virus liberalisasi saat ini semakin melebarkan sayapnya. Jika dulu, liberalisasi hanya disebarkan ke ranah pemikiran agama, kini virus tersebut sudah menggerogoti setiap urat saraf nilai-nilai keIslaman. Pendidikan misalnya. Pendidikan adalah salah satu sendi terpenting dalam Agama Islam. Mungkin atas pandangan inilah kaum liberal menganggap perlu meliberalkan dunia pendidikan. Fenomena ini di  sejumlah lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya, berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur didalamnya.
Berbagai kasus pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika, Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan  internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam.
Konspirasi liberalisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan peradaban Islam dan mencegah tegaknya kembali syariatIslam. Selanjutnya Barat berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di negeri-negeri Islam. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan memahami apa yang terjadi dalam pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sepilis) di  sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini akan membahas tentang Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.

      B.     Rumusan Masalah
                     1.         Jelaskan Liberalisasi Pendidikan ?
                     2.         Apa tujuan Pendidikan dalam Liberalisasi Pendidikan ?
                     3.         Apa peranan Sekolah dalam Liberalisasi Pendidikan ?
                     4.         Model Liberalisasi Pendidikan Islam ?


      C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui liberalisasi pendidikan
2.      Untuk mengetahui tujuan liberalism pendidikan
3.      Untuk mengetahui peranan Sekolah dalam Liberalisasi Pendidikan
4.      Untuk mengetahui Model Liberalisasi Pendidikan Islam


BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Liberalisasi Pendidikan
Dalam sudut pandang liberal terdapat tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan yaitu liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan. Penjelasan ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut:
      1.      Liberalisme Pendidikan
Secara etimologi liberalisme pendidikan terdiri dari dua suku kata yaitu “liberalisme” dan “pendidikan”. Kedua kata tersebut memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia liberalisme adalah usaha perjuangan menuju kebebasan.[1] Dan dalam istilah asing liberalisme diambil dari bahasa Inggris, yang berarti kebebasan.
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry mendefinisikan liberalisme sebagai paham yang menekankan kebebasan individu atau partikelir yang mengutamakan kebebasan.[2]
Dari beberapa definisi liberal diatas  dapat kita simpulkan bahwa liberalisme adalah paham yang mengedepankan akal dalam suatu pemikiran atau pendapat. Yang mana liberalisme ini pada hakikatnya berasal dari tiga asas utama, yaitu : 1) Kebebasan. 2) Individualisme. 3) Rasionalis (‘aqlani atau mendewakan akal).
Secara universal Pendidikan menurut Hasan lazimnya akan didefinisikan menjadi dua bentuk. Pertama, pendidikan merupakan proses pewarisan, penerusan dan inkulturasi dan sosialisasi perilaku sosial dan individu yang telah menjadi model anutan masyarakat secara baku. Kedua, pendidikan merupakan suatu upaya fasilitas yang memungkinkan terciptanya situasi atau lingkungan dimana potensi-potensi dasar anak dapat berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman di mana mereka harus survive.
Sedangkan menurut Azyumardi Azra, kata pendidikan didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-masing.
Liberalisme pendidikan memiliki tiga corak utama, yaitu:
  1. Liberalisme metodis, yaitu bersifat non ideologis dan memusatkan diri pada cara-cara baru dan cara-cara yang telah diperbaiki untuk melancarkan pencapaian sasaran-sasaran pendidikan yang ada sekarang.
  2. Liberalisme direktif (liberalisme terstruktur), pada dasarnya kaum liberal direktif menginginkan pembaharuan mendasar dalam tujuan sekaligus dalam hal cara kerja sekolah-sekolah sebagaimana ada sekarang.
  3. Liberalisme non-direktif (libealisasi pasar bebas). Kaum liberalisme non-direktif sepakat dengan pandangan bahwa tujuan dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan kembali secara radikal dari orientasi orotiratian tradisional ke arah sasaran pendidikan yang mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalah sendiri secara efektif.

       2.      Liberasionisme Pendidikan
Dalam pandangan kaum liberasionis, sasaran puncak pendidikan adalah berupa penanaman pembangunan kembali masyarakat mengikuti alur yang benar-benar berkemanusiaan (humanistik). Sepenuhnya menekankan pada potensi-potensi khas setiap orang sebagai makhluk manusia. ‘Oniel berpendapat, terdapat tiga corak dalam liberasionisme pendidikan yaitu liberasionisme reformis, liberasionisme radikal, dan liberasionisme revolusioner.
Aliran liberasionisme reformis relatif konservatif dan merupakan gerakan yang menuntut keadilan (hak-hak setara dan peran serta) dalam sistem yang ada. Sedangkan liberasionisme radikal menggunakan sekolah-sekolah untuk mengkritik dan membangun kembali dasar-dasar kebudayaan. Berusaha secara radikal memperbaiki lembaga-lembaga tertentu yang paling fundamental dalam menyangga masyarakat. Adapun liberasionisme pendidikan dalam pandangan ‘Oniel adalah menganggap bahwa –karena sekolah-sekolah adalah lembaga yang melayani kepentingan-kepentingan budaya pada umumnya dan karena budaya itu sendiri adalah kekuatan pendidikan utama dalam kehidupan anak, sekolah-sekolah tidak dapat berharap secara realistis untuk membangun kembali masyarakat melalui kritik internal apapun juga terhadap praktik-praktik yang ada.[3]

       3.      Anarkisme Pendidikan
Anarkisme pendidikan adalah sudut pandang yang membela pemusnahan seluruh kekangan kelembagaan terhadap kebebasan manusia, sebagai jalan untuk mewujudkan potensi-potensi manusia yang telah dibebaskan sepenuhnya. Dalam pandangan ‘Oniel terdapat tiga corak anarkisme pendidikan yaitu : 1) Anarkisme taktis. Kaum anarkisme taktis merasa bahwa masyarakat mendidik individu secara jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang sejenisnya. 2) Anarkisme revolusioner. Kaum Anarkisme revolusioner menganggap sekolah-sekolah sebagai alat (dari) budaya yang dominan. 3) Anarkisme Utopis, yang membayangkan terciptanya sebuah masyarakat yang bebas dan terbatas dari seluruh kekangan kelembagaan apapun juga.
Secara umum anarkisme pendidikan memiliki ciri-ciri pemikiran gerakan yaitu : 1) menganggap bahwa pengetahuan adalah sebuah keluaran samping alamiah dari kehidupan sehari-hari. 2) menganggap kepribadial individual sebagai sebuah nilai yang melampaui tuntutan-tuntutan masyarakat manapun. 3) menekankan pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam latar belakang sosial yang bebas dan humanistik (berorientasi pada pribadi). 4) Menganggap pendidikan sebagai sebuah fungsi alamiah dari kehidupan sehari-hari dalam lingkungan sosial yang rasional dan produktif. 5) memusatkan kepada perkembangan sebuah ‘masyarakat pendidikan’ yang melenyapkan atau secara radikal meminimalisir keperluan akan adanya sekolah-sekolah formal, juga seluruh kekangan lembaga lainnya atas prilaku personal.[4]

      B.     Tujuan Pendidikan Dalam Liberalisasi Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat, setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab manusia tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang baik.
Menurut Soetopo, agar mencapai target tersebut bukan tugas yang ringan, tetapi perlu rancangan dan arah yang jelas dari proses pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, tidak salah setiap proses pendidikan dari awal telah memiliki atau menentukan tujuan agar target yang diharapkan dapat terwujud.
Selain itu, ada juga ahli didik yang menitik beratkan kepada ketuhanan atau agama. Semua pendidikannya diarahkan agar anak didik selalu berbakti kepada tuhannya dan  untuk mempersiapkan untuk hidup diakhirat nanti.
Di tinjau dari sudut pandang anak didik sebagai  mahluk individu dan masyarakat, muncul apa yang  disebut sebagai pendidikan individual dan pendidikan kemasyarakatan. Atas dasar itu, terdapat dua tokoh yang memiliki pandangan berbeda mengenai tujuan pendidikan tersebut. Misalnya, J.J Rousseau lebih memntingkan pendidikan individual dari pada masyarakat. Dia berpendapat bahwa manusia itu ketika dilahirkan adalah baik, suci, dan kebanyakan anak itu menjadi rusak karena manusia itu sendiri atau karena masyarakat.
Berbeda dengan itu, John Dewe, seorang ahli filsafat dan ahli didik bangsa Amerika berpendapat bahwa pendidikan kemasyarakatan lebih penting dari pendidikan individual. Tujuan pendidikan menurut Dewe adalah membentuk manusia untuk menjadi warga Negara yang baik.[5]
Menurut John Dewe, tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu means dan ends. Means merupakan tujuan yang berfungsi sebagai alat yang dapat mencapai ends. Means adalah tujuan “antara”, sedangkan ends adalah “tujuan”. Dari kedua kategori ini tujuan pendidikan harus memiliki tiga criteria, yaitu (1) Tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi yang sudah ada; (2) Tujuan itu harus fleksibel, yang dapat disesuaikan dengan keadaan;(3) Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktifitas.[6]
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini dengan membaginya dalam tiga jenis, yaitu :
  1. Tujuan Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajdaran yang dipelajarinya.
  2.  Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan social anak didik secara keseluruhan.
  3. Tujuan professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara aktifitas-aktifitas yang ada di dalam masyarakat.

Seperti halnya tujuan-tujuan pendidikan sebagaimana telah di utarakan di atas, aliran-aliran liberalisasi pendidikan memiliki pandangan masing-masing dalam menentukan tujuan pendidikan. Aliran liberalisme pendidikan berpendapat bahwa tujuan pendidikan secara keseluruhan adalah untuk mempromosikan prilaku personal yang efektif.
Sementara itu, aliran anarkisme pendidikan berargumen bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membawa pembaharuan atau perombakan berskala besar dan segera, di dalam masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib.[7]
Sedangkan tujuan pendidikan islam yang universal adalah  membentuk kepribadian anak didik yang kuat jasmani, rohani dan nafsaniyah (jiwa),  yakni kepribadian muslim yang dewasa.[8]

       C.    Peranan Sekolah Dalam Liberalisasi Pendidikan
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum-kurikulum yang bertingkat. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Dari dua pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa besarnya peran sekolah dalam pengajaran kurikulum pendidikan kepada peserta didik. Mengingat besarnya peran sekolah, maka sangat perlu adanya kurikulum yang sesuai dengan konsep dasar Islam, yaitu Al Quran dan As-Sunnah. Agar nantinya peserta didik dapat membentengi diri dari hal-hal yang merusak pendidikan itu sendiri.
Dalam memandang arti penting sekolah para penganut aliran liberalisasi pendidikan memiliki pendapat yang berbeda-beda, diantaranya aliran anarkisme pendidikan berpendapat bahwa sistem persekolahan formal harus dihapuskan sepenuhnya dan diganti dengan sebuah pola belajar sukarela serta mengarahkan diri sendiri, akses yang bebas dan universal ke bahan-bahan pendidikan serta kesempatan-kesempatan belajar mesti disediakan namun tanpa sistem pengajaran wajib. Sementara itu aliran liberalisasi pendidikan lain yang masih menganggap arti penting peranan sekolah mengatakan bahwa peranan atau sasaran berdirinya sekolah adalah :
a.         Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan oleh siswa untuk belajar secara efektir bagi dirinya sendiri.
b.        Untuk mengajar para siswa bagaimana cara memecahkan masalah praktis lewat penerapan tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasarkan pada metode-metode ilmiah rasional.
Sementara itu aliran liberasionisme pendidikan mendasari perlunya pendirian sekolah dengan tiga alasan utama yaitu :
1.      Untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan pembaharuan atau perombakan sosial.
2.      Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
3.      Untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan masalah-masalah praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasari oleh metode-metode ilmiah rasional.

        D.    Model Liberalisasi Pendidikan Islam
Penggunaan kata liberalisasi pendidikan ini merupakan suatu konsep teoritis- praktis dalam mendesain model pendidikan yang mengusung nilai-nilai humanis, demokratis, dan membebaskan.
Apabila mengacu pada nilai-nilai ajaran islam, maka mendesain format leiberalisasi pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan yang dapat terbukti dan mendapat legitimasi pembenaran. Esensi ajaran Islam sejak semula telah memberikan panduan atau gambaran implisit yang berhubungan dengan perlunya desain leberalisasi pendidikan Islam.
Legitimasi tersebut seperti tertuang dalam ajaran-ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai persamaan dan kesempatan yang sama dalam mencari ilmu. Seperti pernyataan Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam suatu hadist yang mengatakan bahwa Islam tidak membedakan keutamaan manusia hanya karena atau suku bangsanya seperti antara orang Arab dan non Arab, namun yang membedakan keutamaan mereka adalah derajat kualitas takwanya.
Ajaran Islam memberikan kebebesan pada seseorang untuk mencari ilmu sesuai dengan bakat dan minatnya tanpa harus ada intimidasi atau dorongan lain yang dapat menghadang bakat dan karakternya. Tentunya pembebesan tersebut tidak hanya dapat menimbulkan manfaat dan kemaslahatan bagi kehidupan dunia individunya, melainkan juga pada kehidupan akhiratnya. Hal itu sekaligus menunjukan legitimasi bahwa jalan takwa kepada Allah SWT beragam dan banyak.[9]
Namun kebebasan tersebut tidak berarti menjadikan semua model pendidikan di perbolehkan untuk di terapkan dalam metode pembelajaran, akan tetapi kebebasan yang di maksud adalah kebebasan metode dalam mencapai tujuan yang ingin di capai dalam proses pendidikan untuk  mengembangkan kualitas peserta didik.
Untuk melakukan formulasi liberalisasi pendidikan agama Islam maka terdapat pemikiran- pemikiran pendidikan yang nantinya mempengaruhi konsep pendidikannya. Pemikiran-pemikiran dalam menggagas liberalisasi pendidikan tersebut terformulasi dalam berbagai model pendidikan, yaitu;
     1.      Pendidikan Islam yang humanis.
Paulo Freire sebagai tokoh yang menyerukan pendidikan yang humanis, dasar pemikirannya tidak terlepas dari perspektif ontologisme manusia. Menurutnya, manusia secara fitroh merupakan mahluk yang dapat berfikir kritis, bersikap kritis serta mampu membaca dan mengubah realitas dunia. Pendidikan Islam yang membebaskan.
     2.      Menurut Freire pembebasan dalam pendidikan yaitu upaya-upaya membebaskan manusia dari system pendidika yang verbal, serba naïf, membosankan, dan berbudaya otoriter yang mendikte serta memerintah. Menurutnya praktik-praktik pendidikan seperti itu dapat mematikan daya kritis dan kreatif manusia itu sendiri.[10]


BAB. III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam sudut pandang liberal terdapat tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan yaitu liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan.
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini dengan membaginya dalam tiga jenis, yaitu :
  • Tujuan Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajdaran yang dipelajarinya.
  •  Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan social anak didik secara keseluruhan.
  • Tujuan professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara aktifitas-aktifitas yang ada di dalam masyarakat.

Aliran liberalisasi pendidikan menganggap arti penting peranan sekolah mengatakan bahwa peranan atau sasaran berdirinya sekolah adalah:
  • Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan oleh siswa untuk belajar secara efektir bagi dirinya sendiri.
  • Untuk mengajar para siswa bagaimana cara memecahkan masalah praktis lewat penerapan tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasarkan pada metode-metode ilmiah rasional.

Sementara itu aliran liberasionisme pendidikan mendasari perlunya pendirian sekolah dengan tiga alasan utama yaitu:
  • Untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan pembaharuan atau perombakan sosial.
  • Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
  • Untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan masalah-masalah praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasari oleh metode-metode ilmiah rasional.



DAFTAR PUSTAKA
Haitami Salim, Mohammad dan Kurniawan, Syamsul. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. 2012.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Majid Khon, Abdul. Hadits Tarbawi. Jakarta: Kencana.Prenada Media Group. 2012.
Subagja, Sholeh. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islam. Malang : Madani. 2010.
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.2011

[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[2] Soleh Subagja. Gagasan Liberalisme Pendidikan Islam, (Malang : Madani, 2010), Hal. 49
[3] Ibid,.. Hlm. 57-58.
[4] Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), Hlm. 102-103
[5] Soleh Subagja, Gagasan Liberalisasi, hlm. 61
[6] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 109
[7] Soleh Subagja, Gagasan Liberalisasi, Hal. 63-64
[8] Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2012), Hlm. 167
[9] Soleh subagja, Gagasan Liberalisasi, hlm.176-177
[10] Soleh subagja, Gagasan Liberalisasi, hlm.180-184