Salah
satu tujuan lain amanat reformasi adalah teraksesnya pendidikan secara merata
kepada seluruh masyarakat di Indonesia, tidak peduli apakah mereka berasal dari
kalangan atas, menengah dan bawah. Semua masyarakat mendapatkan secara layak.
Sehingga pemerintah dalam konteks demikian memiliki tanggung jawab besar untuk
memberikan kemudahan terhadap seluruh masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Berdasarkan
UUD 1945 pasal 31 ayat (1) setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan,
ayat (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan ke imanan dan ketaqwaan serta akhalak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.[1]
Dalam pasal (4) Negara mempreoritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. Hal tesebut kemudian di perkuat oleh UU sistem pendidikan
Nasional (Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 pasal 49 ayat (1) dana pendidikan selain gaji pendidikan dan
biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD). Pertanyaannya adalah benarkah pendidikan sudah bisa
diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dengan harga sangat terjangkau? Apakah
pemerintah sudah menjalankan amanat undang-undang tersebut secara tegas,
konsisten dan berani. Dalam beberapa kepemimpinan mulai B. J Habibie,
Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
belum ada seorang Presiden yang secara serius mengawal pendidikan supaya bisa
diakses oleh seluruh kelas sosial, termasuk mewujudkan anggaran pendidikan
sebesar 20%. Kendatipun saat ini, pemerintahan di bawah kendali Susilo Bambang
Yudhoyono kemudian akan mengganggarkan dana pendidikan sebesar 20% di APBN 2009
sebagaimana amanat undang-undang menjelang akhir masa kepemimpinannya, itupun
masih sebatas rancangan yang belum bisa direalisasikan sesuai dengan harapan.[2]
Bubarnya Pendidikan
Tujuan
pendidiakan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga makna
substansinya adalah semua warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan
secara adil dan merata sedangkan pemerinah wajib memberikan pelayanan tersebut.
Akan tetapi kini tujuan tersebut sudah bubar, bersamaan dengan semakin
arogannya pemegang kebijakan mulai dari tingkat pusat sampai, provensi, kota
dan kabupaten bahkan sekolah yang memandang dirinya sebagai lembaga pendidikan
yang prestisius. Oleh karenanya, kini yang bisa di nantikan di depan mata
adalah pendidikan semakin menjadi ladang empuk untuk mencari ke untungan sepihak
dengan mengorbankan nasib jutaan anak negeri. Yang miskin terus-menerus hidup
dalam kubangan kemiskinan pendidikan sehingga harus selalu hidup dalam dunia
kebodohan sedangkan yang kaya akan terus
melaju menjadi orang yang bisa menikmati cerahnya kehidupan dan kemudian berada
di atas menari gading dengan menari-nari di atas penderitaan orang banyak.[3]
Menggagahi Kurikulum
Dalam
sejarah perjalanan pendidikan di republik ini, pendidikan terus menerus berada
di bawah ketiak kepentingan penguasa. Ini kemudian di buktikan dalam pergantian
penguasa. Ini kemudian di buktikan dengan pergantian kurikulum pendidikan yang
terjadi secara berulang-ulang, sebut saja dari kurikulum tahun 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, dan 2006. Kondisi sedemikan sepertinya akan kembali terjadi
di bawah kepemimpinen Susilo BmbangYudhoyono, (sejarah Indonesia : 1965 sampai
1966 adalah masa transisi ke orde baru). Mentri pendidikan dan kebudayaan
(Mendikbud) Mohammad Nuh saat ini menilai jumlah 17 mata pelajaran di SMA
terlalu banyak. Karena itu, terbuka kemungkinan mata pelajarang di gabung atau
dipadatkan, bahkan sebagian materi lain dihapus. Selain itu, jam pelajaran per
minggu sedang dikaji untuk ditambah (Kompas, 4/9/12). Apabila ditarik satu
benang mirah, M. Nuh akan mereduksi jumlah mata pelajaran dan kemudian menambah
jam pelajaran. Pertanyaannya adalah semudah itukah memperlakukan pendidikan
dengan seolah-olah tak merasa berdosa sama sekali? Padahal ketika berbicara
pendidikan, ini tidak lepas dari nilai-nilai universal. Pendidikan adalah untuk
memberadabkan, memuliakan, mengagungkan, dan membangun budaya adil dan luhur.
Pendidikan adalah dari, untuk, dan oleh manusia. Pendidikan ditujukan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dan kualitas ini tidak semata ranah kognisi
saja tetapi afektif dan psikomutorik juga penting seperti dituangkan dalam
undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003.[4]
Merubah Wajah Sekolah
Paulo
Freire dalam perjalanan sejarah hidupnya yang sangat begitu peduli terhadap
pendidikan tidak hanya berhenti dalam menjelaskan pendidikan secara konseptula
dan praksisi tetapi dalam konteks sangat universal. Justru, ia memiliki
keingingan-keinginan besar agar pendidikan mampu menjadikan sekolah sebagai media
belajar-mengajar. Yang jelas Paulo Freire memberikan garis-garis pokok
bagaimana sekolah bisa diwujudkan dalam dunia yang baru. Secara tegas, bila
sekolah selama ini tidak pernah dan jarang memberikan sebuah pendidikan yang
kritis terhadap anak didiknya, maka ini akan menjadi alamat buruk bahwa sekolah
tersebut tidak pernah melahirkan anak didik yang cerdas dan paham terhadap
kondisi realitas dimana mereka berdomisili dan melakukan interaksi sosial
antara sesama.[5]
Reorientasi Kurikulum
Paulo
Freire di sisi lain jugak memiliki khendak yang sangat kuat untuk melakukan
reorientasi kurikulum secara pasif, tidak setengah-setengah sebagaimana terjadi
di Indonesia. Berdasarkan pengalaman yang telah di lakukan di Brazil, Paulo
Freire memperkenalkan besar mengenai perubahan kurikulum. Salah satu yang
sangat penting yang di lakukan adalah program pendidikan secara permanin,
karena dalam pandangan Paulo Freire suatu yang sangat penting dalam hal itu
para pendidik membutuhkan praktik mengajar pendidikan politik yang serius dan
kompeten yang merespon pandangan baru tentang sistem persekolahan. Ada enam
prinsip pelatihan pendidikan.
1.
Pendidikan adalah subyek dari pengajarannya
2.
Pelatihan pendidikan ini harus memberikan
alat-alat supaya mereka bisa di landasi oleh pemikiran atas rutinitas hari-hari
merekka
3.
Pendidikan harus mengikuti Pelatihan secara
konstan dan sistematis karena praktik pendidikan selalu berupa trans-formasi
4.
Praktik pendidikan itu mengisyaratkan pemahaman
tentang asal-usul pendidikan itu sendiri
5.
Pelatihan sebagai batu loncatan untuk reorientasi
kurikulum sekolah
6.
Pelatihan tentang sekolah akan memiliki
pandangan tentang sekolah, akan menyediakan komponen formatif dasar para
pendidik dalam bidang studi berbeda-beda.[6]
Trilogy Pendidikan Menurut Ki Hajar
Dewantara
Yang
dimaksud disini adalah bagaimana peran keluarga, sekolah dan masyarakat mampu
menjadi motor pembentukan karakter dan mentalitas anak. Mungkin sebagai
ilustrasi yang baik, maka perlu di berikan ulasan berikut. Diakui maupun tidak,
kalau kita sering membaca berita Koran maupun TV, di sana banyak tragedi
menyedihkan antara pelajar. Mereka melakukan tauran antara sesama baik satu
kelas, berbeda kelas, satu sekolah maupun lain sekolah, biasanya itu di latar
belakangi oleh perbedaan pendapat, ingin menang sendiri atau hal sepele lainya.
Mereka ingin menunjukan kehebatannya oleh karena itu anak-anak negeri ini sudah
kehilangan nalar berpikir yang dewasa, semua persoalan selalu diselesaikan
dengan kekerasan. Hal ini harus di jelaskan satu-persatu
1.
Keluarga sangat berperan penting dalam membentuk
karakter seorang anak antar sesama orang tua akan mempengaruhi atas pola pikir
anak.
2.
Karena anak-anak akan menghabiskan waktunya di
luar rumah ketimbang di rumahnya sendiri, maka sekolah sebagai rumah kedua bagi
mereka sangat menentukan pola hidup dan kehidupan anak dalam melakukan interaksi sosial.[7]
Tut Wuri Handayani
Ajaran
kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, yang sangat populer di kalangan masyarakat
adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Mhangun Karso, Tut Wuri Handayani. Secara
tegas dalam pengertian tersebut, seorang pemimpin harus mempunyai ketiga sifat
tersebut agar menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya. Ing Ngarso Sun
tolodo memiliki arti Ing ngarso itu didepan/dimuka, Sun berasal dari kata
Ingsun yang berarti saya, Tolodo yang berarti tauladan. Jadi artinya seorang
pemimpin harus memberikan suri tauladan bagi bawahan atau anak buahnya.[8]
Pendidikan Berbasis Moral
Belakangan
ini persoalan demi persoalan selalu menghiasi wajah dunia kita. Persoalan itu
muncul karena lemahnya kometmen pemerintah dalam mengelola sistem pendidikan
yang benar-benar memberikan perubahan terhadap tingkah laku dan kepribadian
bagi anak didik disekolah. Tidak jarang bila sering terjadi tawuran antar
pelajar yang menyebabkan kerugian mendasar bagi dunia pendidikan yang pada
hakikatnya mempunyi tanggung jawab untuk membina anak didik agar menjadi
generasi potensial dan berkepribadian yang luhur.[9]
Pengertian Esensi Pendidikan
Pengertian
pendidikan secara umum mengacu pada dua sumber pendidikan islam yaitu: Al-Quran
dan Al-Hadis yang memuat kata-kata rabba dari kata kerja tarbiyah,
'alama kata kerja dari ta'lim, dan adabah dari kata kerja ta'tib.
Ketiga istilah itu mengandung arti amat mendalam karena pendidikan adalah
tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya manusia seutuhnya
(insane kamil).[10]
Fungsi Pendidikan
Dalam
dunia pendidikan terdapat berbagai macam fungsi yang melandasi proses
kependidikan dalam membentuk manusia seutuhnya. Fungsi pendidikan secara
faktual mempunyai relevansi dengan kebutuhan manusia dalam mengaplikasikan
segenap potensinya ke arah yang lebih menjanjikan. Begitulah sebenarnya
pendidikan secara berlangsung secara berkesinambungan tanpa terputus-putus tanpa
waktu dan tempat. Dari fungsi pendidikan ini ada tiga komponen yang harus
dikembangkan untuk mencapai cita-cita.
1.
Aspek kognitif
Aspek
ini berfungsi untuk mengembangkan wacana intelektual anak didik yang dilandasi
dengan pembentukan kecerdasan secara proporsional melalui reading,
listening, writing, and speaking. Dalam mendambakan berkualitas, aspek ini
sangat di perlukan upaya penumbuhan wacana berpikir dalam proses pendidikan.
2.
Aspek psikomutorik
Aspek
ini berarti kemampuan anak didik dalam mengembangkan potensi kreativitas dan
keterampilan yang dimilikinya sebagai latihan dalam mengasah kemampuan berkarya
nyata.
3.
Aspek afektif
Aspek
afektif merupakan salah satu komponen dalam dunia pendidikan yang sangat
determinan dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak didik. Ini
merupakan jawaban atas kegelisahan wajah pendidikan yang terlalu mengedepankan
pengembangan aspek koknitif dan psikomotorik, ketimbang pengembangan aspek
afektif yang berperan penting dalam menjaga mental dan prilaku anak didik.[11]
Persefektif Antropologi dan Sosiologis
Fungsi
pendidikan di atas kiranya telah cukup memberikan pemahaman kepada kita semua
bahwa integrasi kecerdasan, keterampilan, dan perubahan tingkah laku merupakan
perpaduan yang sangat sinergis dalam mencetak generasi berkualitas dan
berkepribadian yang luhur. Mengembangkan wawasan sebjek didik mengenai dirinya
sendiri dan alam sekitar sehingga dengan akal kita bisa membaca dan
berkreatifitas, melestarikan nilai-nilai insan yang akan menuntut jalan kehidupannya,
membuka ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi
keberlangsungan hidup individu dan sosial.[12]
Konsep Pendidikan Persepektif Islam
Wajah
buram pendidikan ini tidak terlepas dari pengaruh budaya global yang telah
merong-rong jiwa anak didik. Apalagi penanaman moral tidak lagi menjadi
prioritas dalam proses pembelajaran di sekolah sehingga menjadi catatan buruk
dalam upaya pengembangan dan pertumbuhan anak didik disekolah.
Kita mengambil contah bahwa agama dalam
pandangan masyarakat Barat adalah hanya sekedar luapan perasaan dan emosi
semata, karenanya konsep pendidikan agamanya hanya sekedar menggugah kesadaran
mencari ilmu tanpa batas. Mereka juga sering kali mengunggkapkan dengan bahasa
bias bersayap dan jauh dari logika berpikir ilmiah dan berakal sehat. Oleh
sebab itulah, agama dalam masyarakat Barat hanyalah fenumina sosial semata, bukan
menjadi pertimbangan awal untuk menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak yang
berlaku dalam pribadi anak didik.[13]
Pendidikan Murah
Pendidikan sebagai upaya membangun
masyarakat munuju kondisi terbaik merupakan harapan semua orang. Semua orang
ingin meningkat potensinya dengan pendidikan. Oleh karena itulah berbagai usaha
yang di lakukan untuk mengikuti proses pendidikan. Para orang tua perusaha agar
anak-anaknya mengikuti proses pendidikan sejak tingkatan rendah hingga
tingkatan tinggi. Mereka memperdulikan kondisi keluarga, yang terpenting
anak-anaknya mengikuti proses pendidikan. Bagi mereka, jika anak-anaknya
mendapat kesempatan untuk mengikuti proses pendidikan, hal tersebut mereupakan
anugrah yang tiada taranya. Selanjudnya, hal tersebut merupakan gambaran bagi
masa depan mereka. Pendidikan mimang menjadi manara air bagi semua orang.
Menara yang akan menghilangkan kehausan dalam perjalanan hidup.[14]
Pendidikan untuk Orang Miskin
Orang
miskin mimang yang selalu menjadi masalah dalam bangsa ini, karena mayoritas
penduduk kita orang miskin. Kita harus mengakui bahwa walaupun Negara ini
dikatakan kaya raya, kenyataanya yang
ada masih banyak masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan kondisi
seperti ini, perlu penanganan yang utuh. Artinya kita tidak hanya mendirikan
banyak sekolah, yang tepenting adalah bagaimana agar anak-anak usia sekolah
yang berasal dari keluarga miskin dapat mengikuti proses secara maksimal.[15]
Sekolah Perlu Memfasilitasi
Masyarakat
sudah menjadikan sekolah sebagai institusi formal yang menyelenggarakan proses
pendidikan di sekolah. Kondisi ini tentunya kondisi yang umum yang kita hadapi setiap
tahun. Tetapi kondisi itu sangat memperhatinkan ketika memdapati kenyataan
bahwa banyak anak keluarga miskin gagal masuk hanya karena tidak mampu menutup
dana pendidikan. Mereka tersingkir secara otmatis ketika harus daftar ulang
dengan menyerahkan uang sekian ratus, bahkan sampai sekian juta. Oleh karena
itu sekolah harus mempunyai kebijakan khusus pada kondisi, terutama kepada
orang tua yang di tuntut membayar dana pendidikan, jika di kembalikan pada
konsep dasar penyelenggaraan sekolah, setidaknya kita ada salah satu aspek
yaitu aspek sosial. Artinya sekolah memberikan pelayanan sosial bagi masyarakat
untuk dapat mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan kebijkan yang
diberikan oleh sekolah, keran keadilan dalam kesempatan berpendidikan dapat
terbuka untuk semua.[16]
Pentingnya Pendidikan Bagi
Orang Miskin
Pendidikan adalah investasi
diri untuk masa depan lebih baik. Pendidikan adalah citra diri agar kehidupan
di masyarakat lebih bermartabat serta eksis. Sebagai invertasi masa depan,
proses pendidikan merupakan pengharapan utama agar kehidupan dimasa depan tidak
mengalami kesulitan dan dapat mencapai kebahagiaan maksimal. Dengan pendidikan
yang baik, kita dapat menjadikannya sebagai bekal untuk mencapai kondisi
kehidupan yang baik.[17]
Pendidikan Berkualitas
Pendidikan berkualitas
adalah tuntutan yang tidak dapat dielakkan oleh pegiat pendidikan. Mereka harus
menyelenggarakan proses pendidikan yang berkualitas. Dengan pendidikan yang
berkualitas setidaknya tujuan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dapat dicapai dalam waktu secepatnya. Itu adalah tanggung jawab dunia
pendidikan. Maka, para pegiat pendidikan harus berusaha sekuat tenaga untuk
mengupayakan perbaikann kualitas pendidikan.
Untuk
dapat menyelenggarakan proses pendidikan yang berkualitas, kita perlu memahami
dan lantas mengkondisikan beberapa hal. Hal-hal tersebut merupakan prasyarat
agar proses pendidikan yang kita selenggarakan benar-benar berkualitas meliputi personal, sarana dan
proses.
- Personal
Personal yang kita maksud
disini bukan hanya terbatas kepada guru dan anak didik. Selama ini, jika kita
berbicara mengenai proses pendidikan, yang menjadi objek sekaligus subjek adalah
guru dan anak didik. Padahal, yang kita harapkan bukan hanya itu. Di dalam
proses pendidikan yang di maksud personal adalah orang-orang yang terkait
secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pendidikan.
Personal inilah yang
berjibaku tanpa mengenal lelah dan waktu mengabdikan dirinya dalam proses
pendidikan. Ada banyak personal yang sebenarnya sangat menentukan keberhasilan
di dalam proses pendidikan seperti guru, anak didik, orang tua, dan pemerintah.
Untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan, semua elemen harus bekerja sama
untuk mencapai tujuan pendidikan.
- Sarana
Setiap proses pasti
membutuhkan sarana untuk mendukung kelancarannya. Dengan sarana yang sesuai,
proses pendidikan dan pembelajaran diyakini dapat berlangsung dengan maksimal
dan efektif.[18] Dalam
konsep pendidikan, kebutuhan sarana telah dijadikan sebagai salah satu standar
pelaksanaan pendidikan. Sarana dijadikan salah satu prasyarat untuk
penyelenggaraan proses pendidikan. Jika sebuah sekolah tidak mempunyai sarana
pendidikan dan pembelajaran, kondisinya pasti tidak akan bagus. Sarana adalah
alat untuk menyelenggarakan proses, jika tidak ada, tentunya akan menyebabkan
gangguan bahkan tidak terlaksananya proses pendidikan tersebut.
- Proses
Untuk mendapatkan kompetensi
sebagaimana tujuan pendidikan, setiap orang harus melalui, pendidikan
dilaksanakan secara betahap sehingga anak didik tidak mengalami kesulitan. Hal
tersebut sangat penting sesab kemampuan manusia relatif terbatas. Pada sisi
lainnya, pembelajaran berkesinambungan dan bertahap adalah memeperhatikan
kesulitan materi yang di pelajari. Bahwa, materi itu diawali dari yang termudah
dan dilanjudkan pada materi dengan tingkat lebih tinggi. Oleh karena itu, seorang
guru dituntut untuk dapat menyusun program pendidikan dan pembelajaran sehingga
setiap aspek yang dibutuhkan dapat diberikan secara baik kepada anak didik.[19]
Urgensi Pendidikan Berkualitas
Prasyarat
peningkatan kualitas pendidikan harus diperhatikan agar kita mempunyai
gambaran-gambaran jelas mengenai hal-hal yang harus dilakukan bersama. Setiap
proses pendidikan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Hal ini sangat singkron dengan tujuan para orang tua. Masyarakat
miskin berharap agar setelah mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran,
anka-anak mereka dapat menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Pendidikan
sudah menjadi tuntutan yang tidak dapat di abaikan, sebagai sebuah proses
perubahan, maka dunia pendidikan harus melakukannya secara baik, walaupun belum
dapat secara ideal. Di sebabkan mayoritas masyarakat kita adalah masyarakat
miskin, setidaknya jika mereka menjadi komunitas yang berkualitas, kondisi
bangsa ini-pun akan meningkat. Tidak ada lagi anak jalanan, pengemis,
gelandangan, dan semacamnya.[20]
Pentingnya Kesadaran Pendidikan
Ketika
kita berbicara masa depan dan kehidupan yang lebih layak, kita akan menyadari
bahwa semangat oarng-orang miskin untuk melakukan perubahan kondisi sangatlah
hebat, karena kenapa? Karena mereka tidak ingin selalu berada dalam keadaan
yang seperti di alami sekarang. Pendidikan adalah jembatan penghubung yang akan
mengantarkan kehidupan kesisi lebih baik. Jembatan inilah yang diharapkan. Kita
harus mengakui bahwa pendidikan menjadi salah satu energi khusus yang mampu
mendorong peningkatan kualitas SDM bangsa, hal ini diakui secara internasional
bahwa pendidikan merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan oleh orang
agar kehidupannnya berkualitas.[21]
- Kesadaran Individu
Kesadaran ini merupakan
bentuk kesadaran yang tumbuh dan berkembang dalam hati masing-masing personal.
Kesadaran ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang mempunyai kepentingan
yang bebeda. Satu orang memusisikan kesadaran berpendidikan sebagai harga mati,
tetapi ada yang memusisikan sebagai sesuatu yang remeh sehingga berpendidikan
ataupun tidak, dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Mereka tidak berusaha sama
sekali untuk memperbaiki kualias hidup sebab mereka berpendapat bahwa kehidupan
sangat tergantung kepada taqdir. Hal ini sangat penting sebab hakikat kehidupan
adalah bagaimana kita menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang
ada.
- Kesadaran Kolektif
Rendahnya kualitas sumber
daya manusia sangat terkait dengan kesadaran terhadap proses pendidikan.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia menyebabkan tertinggalnya bangsa kita
dalam beberpa aspek kehidupan. Bangsa kita tertinggal sehingga harus menempuh
pendidikan di banyak Negara lain. Banyak mahasiswa, bahkan yang baru tingkat
menengah saja sudah banyak yang bersekolah di Negara tetangga, misalnya
Malaysia dan Singapura. Yang dulunya Negara itu mengirim anak didik ke negeri
kita, malah ini sebaliknya. Dan keterbelakangan pendidikan di negeri kita
menyebabkan rendahnya kualitas SDM, khususnya tenaga kerja dimana Negara kita
terkenal paling banyak mengirim tenaga kerja.
Bentuk-bentuk kesadaran pendidikan ada dua:
- Jam wajib belajar
- Program lingkungan berbasis pendidikan
- Program beasiswa prestasif[22]
Membuka Keran Keadilan Berpendidikan
Semua
anak bangsa mempunyai hak yang sama dalam mengikuti proses pendidikan dalam
pembelajaran. Hal ini karena pendidikan dan pembelajaran sudah menjadi
kebutuhan pokok yang harus di penuhi oleh setiap orang. Maka dari itu, kita
harus dan mengikuti prosesnya untuk mengikuti proses yang dapat diikuti ada
beberapa ragam, setidaknya ada tiga ragam, yaitu informal, formal, dan non
formal. Ketiga ragam pendidikan inilah yang mempunyai peranan dalam menentukan
kondisi kehidupan kita di masyarakat.[23]
Pendidikan adalah Air yang Mengalir
Pendidikan
seperti air yang mengalir dari posisi tinggi ke posisi rendah. Pendidikan
berproses untuk melakkan perubahan pada kompetensi setiap orang sehingga
terjadi transfer ilmu pengetahuan serta keterampilan. Kita dapat mengasumsi
ilmu sebagai cairan yang mengalir dan menuju ke setiap bagian kehidupan. Ketika
air mengalir maka setiap bagian yang
dilewati akan mengalami proses yang sama. Tidak ada bagian yang terlewati dari proses perubahan. Lubang kecil apapun
dapat ditembus air sehingga menerobos ke segala arah dan tempat.[24]
Eran Pendidikan, Jangan Mampet
Sistem pendidikan yang kita
terapkan dalam kehidupan seperti sistematika sebuah rangkaian keran. Pendidikan
di selenggarakan oleh setiap satuan pendidikan dengan harapan agar dapat
memberikan kontribusi secara lengkap atas kebutuhan masyarakat. Permasalahan
yang sering terjadi muncul dan berkembangan terkait dengan proses pendidikan
adalah adanya ketik merataan proses. Hal ini dapat kita terima sebagai sesuatu
yang wajar kita memperhatikan posisi geogrfis. [25]
Perbaikan Intansi Pendidikan
Proses
pendidikan yang diselenggarakan di negari kita pada dasarnya secara hirarki
sudah jelas tugas pokok masing-masing bagian (tupoksi). Tuboksi ini adalah
suatu bagian yang akan mempermudah penanganan setiap kebutuhan dan permasalahan
yang timbul. Dengan demikian, kesaahan semakin kecil kemungkinan kesalahan
penanganan terhadap setiap kondisi. Oleh karena itulah, pengelola sekolah sudah
seharusnya lebih mengefektifkan setiap langkah prosesnya.[26]
Membuka Keran Keadilan dalam Pendidikan
Keadilan
pendidikan harus diangkat sebagai isu utama dalam upaya mencerdaskan hehidupan
bangsa. Hal ini kenyataanya masih banyak anak bangsa yang sudah berumur sekolah
masih belum mendapatkan kesempatan sekolah yang layak. Seperti kita ketahui,
mayoritas masyarakat kita adalah masyarakat kelas ekonumi menengah bawah.
Mereka harus berjuang sekuat tenaga, membanting tulang untuk menghadapi kehidupan
yang baik bahkan, harus menyisih keperluan lain agar anak-anaknya mengikuti
proses pendidikan dan pembelajaran.
Sungguh ironis instansi pendidikan di negeri
kita ini. Sekolah negeri, yang notabene sekolah dengan pembiayaan dari
pemerintah, ternyata justru menjadi sekolah yang mahal bagi anak bangsanya.
Sementara untuk uruain infrastruktur pemerintah tidak tinggal diam.
Ternyata, masyarakat tetap harus merogoh
kantong cukup dalam agar anak-anaknya dapat mengikuti proses pendidikan di
sekolah negeri.[27]
Daftar Rujukan
Moh. Yamin, Ideologi Kebijakan
Pendidikan, Malang: Madani, 2013.
Muhammad Takdir Ilahi, Retalisasi
Pendidikan Berbasis Moral, Jogyakarta: Ar-ruzz Media,
2012.
Muhammad Saroni, Pendidikan
untuk Orang Miskin, Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2013.
Rohiat, Manajemen
Sekolah, Bandung: PT. Refika Aditama, 2012.
Abdul Aziz, Pengantar
Manajemen Sumber Daya Manusia, Surabaya: CV. Penasalsabila, 2015.
Sebuah catatan Dunia Pendidikan yang
terjadi di Indonesia, yang kurang di perhatikan oleh pemerintah. Ini
merupakan cacatan sebuah harapan besar untuk anak-anak bangsa, bagaimana agar
cita-cita itu akan menjadi nyata seperti halnya ingin menjadi orang SARJANA.
Tetapi kini harapan itu hanya di angan-angan saja mereka tidak bisa dengan ke
adaan yang mereka alami.
[1] Moh.
Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang: Madani,
2013), hlm. 111-112.
[2] Ibid.,
hlm. 113.
[3] Moh.
Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang: Madani,
2013), hlm. 122-123.
[4]Moh.
Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang: Madani,
2013), hlm. 125-126.
[5] Moh.
Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang: Madani,
2013), hlm. 142
[6]
Moh. Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang:
Madani, 2013), hlm. 146-147.
[7] Moh.
Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang: Madani,
2013), hlm. 176-178.
[8] Moh.
Yamin, Ideologi Kebijakan Pendidikan, (Malang: Madani,
2013), hlm. 185.
[9] Muhammad
Takdir Ilahi, Retalisasi Pendidikan Berbasis Moral,
(Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 15.
[10] Muhammad
Takdir Ilahi, Retalisasi Pendidikan Berbasis Moral,
(Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 25.
[11] Muhammad
Takdir Ilahi, Retalisasi Pendidikan Berbasis Moral,
(Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 30-31.
[12] Muhammad
Takdir Ilahi, Retalisasi Pendidikan Berbasis Moral,
(Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 33-34.
[13] Muhammad
Takdir Ilahi, Retalisasi Pendidikan Berbasis Moral,
(Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm 129-130.
[14] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 24-25.
[15] Muhammad Saroni, Pendidikan untuk
Orang Miskin, (Jogyakarta: Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 30.
[16] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 35.
[17] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 59.
[18] Rohiat, Manajemen
Sekolah, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 26.
[19] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 10-118.
[20] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 122.
[21] Abdul
Aziz, Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia, (Surabaya: CV.
Penasalsabila, 2015), hlm. 38-39.
[22] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 203-217.
[23] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 239.
[24] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 241.
[25] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 245.
[26] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm.249.
[27] Muhammad
Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Jogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2013), hlm.253.