Motivasi adalah aspek-aspek psikologis yang
dimiliki oleh setiap individu. Motivasi merupakan suatu kekuatan (power),
tenaga (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set)
dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion,
motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Motivasi merupakan suatu kekuatan yang terpengaruh oleh faktor lain, seperti
pengalaman masa lalu, taraf inteligensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan,
cita-cita hidup, dan sebagainya. Gibson menyatakan dalam mempertimbangkan
motivasi, perlu diperhatikan faktor-faktor fisiologikal, psikologikal, dan
lingkungan (environmental) sebagai faktor-faktor yang penting. Pada
setiap individu, terdapat kecenderungan yang bersifat spontan. Dorongan ini
timbul dengan sendirinya dan tidak ditimbulkan oleh individu dengan sengaja,
bersifat alamiah, dan bekerja otomatis.[1]
Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar, para ahli sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan (1) arah perilaku; (2) kekuatan respon (yakni usaha) setelah belajar peserta didik memilih mengikuti tindakan tertentu; dan (3) ketahanan perilaku, atau beberapa lama seseorang itu terus menerus berperilaku menurut cara tertentu.[2]
Motivasi dapat memberikan energi postif terhadap perubahan seseorang ke arah yang lebih baik. Serta memberikan kekuatan untuk bisa berjuang dengan keras agar bisa mencapai apa yang diinginkan termasuk mencapai cita-citanya. Dengan motivasi, seseorang bisa bertahan terhadap apa yang sedang menimpa dirinya, baik itu suatu masalah ataupun kegagalan.
Manusia sebagai organisme mengalami proses perkembangan. Perkembangan ini berhubungan dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Abraham maslow, kebutuhan hidup manusia meliputi:
Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar, para ahli sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan (1) arah perilaku; (2) kekuatan respon (yakni usaha) setelah belajar peserta didik memilih mengikuti tindakan tertentu; dan (3) ketahanan perilaku, atau beberapa lama seseorang itu terus menerus berperilaku menurut cara tertentu.[2]
Motivasi dapat memberikan energi postif terhadap perubahan seseorang ke arah yang lebih baik. Serta memberikan kekuatan untuk bisa berjuang dengan keras agar bisa mencapai apa yang diinginkan termasuk mencapai cita-citanya. Dengan motivasi, seseorang bisa bertahan terhadap apa yang sedang menimpa dirinya, baik itu suatu masalah ataupun kegagalan.
Manusia sebagai organisme mengalami proses perkembangan. Perkembangan ini berhubungan dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Abraham maslow, kebutuhan hidup manusia meliputi:
- Physiological needs (kebutuhan fisik, sandang, pangan, dan papan).
- Safety needs (kebutuhan akan rasa aman).
- Belongingness needs (kebutuhan untuk dihargai).
- Self actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).[3]
Proses
perkembangan dan pemenuhan kebutuhan hidup sangat berkaitan sekali dengan
adanya motivasi, dengan motivasi seseorang akan berusaha supaya perkembangan
dirinya bisa menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi orang lain. Serta
kebutuhan hidupnya menuntut dirinya untuk bisa memenuhi segala kebutuhannya,
baik itu kebutuhan dari segi fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk
dihargai, dan sebagainya.
Banyak
para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut
pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu
pendorong yang mengubah energi dalam
diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Mc.
Donald mengatakan bahwa, motivation is a energy change within the person
characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions.
Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai
dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.[4]
Dalam bukunya Martinis Yamin, pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald
mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu
mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling dan
dirangsang karena adanya tujuan.[5]
Motivasi
akan menimbulkan suatu perubahan melalui rangsangan dari dalam individu guna
mencapai suatu tujuan yang ingin dicapainya.
Motivasi
adalah kekuatan diri dalam individu yang menggerakkan individu untuk berbuat.
Motivasi dibedakan antara dorongan dan kebutuhan. Dorongan adalah keadaan ketidakseimbangan
dalam diri individu karena pengaruh dari dalam dan dari luar individu yang
mengarahkan perbuatan individu dalam rangka mencapai keseimbangan kembali atau
adaptasi. Dalam diri manusia terdapat dorongan makan, minum, menghindarkan diri
dari bahaya, bekerja dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan adalah dorongan yang
telah ditentukan secara personal sosial dan kultur. Kebutuhan manusia yang
terpenting adalah:[6]
1. Kebutuhan
untuk bersama orang lain
2. Kebutuhan
untuk berprestasi
3. Kebutuhan
afeksi
4. Kebutuhan
bebas dari rasa takut
5. Kebutuhan
bebas dari rasa bersalah
6. Kebutuhan
untuk turut serta dalam mengambil keputusan mengenai persolan-persoalan yang
menyangkut dirinya
7. Kebutuhan
akan kepastian ekonomi, dan
8. Kebutuhan
akan terintegrasinya sikap, keyakinan dan nilai-nilai.
Dorongan itu timbul karena pengaruh dari dalam
diri individu dan dari luar diri individu, sedangkan kebutuhan itu berasal dari
individu secara fitrah manusia, seperti kebutuhan terhadap orang lain karena
manusia itu tidak bisa hidup dengan sendiri.
A.
Teori-teori Motivasi
Berikut ini adalah macam-macam teori motivasi
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, yaitu:[7]
1. Teori
insting, menurut teori ini tindakan setiap diri
manusia diasumsikan seperti tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu
dikatakan selalu berkait dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan resons
terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari.
2. Teori
fisiologis, teori ini juga disebutnya “Behaviour theories”. Menurut teori ini semua tindakan manusia itu
berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk
kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang
makanan, minuman, udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh
seseorang. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk
mempertahankan hidup, struggle for survival.
3. Teori
psikoanalitik, teori ini mirip dengan teori insting, tetapi
lebih ditekankan pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa
setiap tindakan manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan
go.
Adapun
fungsi motivasi di antaranya adalah sebagai berikut:[8]
1. Sebagai
energi atau motor penggerak bagi manusia, seperti halnya bahan bakar pada
kendaraan.
2. Untuk
mengatur dalam memilih alternatif di antara dua atau lebih kegiatan yang
bertentangan.
3. Meruakan
pengatur atau arah tujuan dalam melakukan aktivitas.
Dalam
proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak
menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum
tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan
kebutuhannya.
Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan
yang dilakukan yang terlepas dari faktor lain. Aktivitas belajar merupakan
kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga. Belajar tak akan pernah dilakukan
tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam yang lebih utama maupun dari
luar sebagai upaya lain yang tak kalah pentingnya.
Motivasi
mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada
seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada
kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip
motivasi dalam belajar tidak hanya sekadar diketahui, tetapi harus diterangkan
dalam aktivitas belajar mengajar.
B.
Prinsip
Motivasi
Ada
beberapa prinsip motivasi dalam belajar seperti dalam uraian berikut:
1. Motivasi
sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar
2. Motivasi
intrinsik lebih utama dari pada motivasi ekstrinsik dalam belajar
3. Motivasi
berupa pujian lebih baik dari pada hukuman
4. Motivasi
berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar
5. Motivasi
dapat memupuk optimisme dalam belajar
6. Motivasi
melahirkan prestasi dalam belajar
Meskipun
motivasi itu merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah merupakan suatu substansi
yang dapat kita amati. Yang dapat kita lakukan ialah mengidentifikasi beberapa
indikatornya dalam term-term tertentu, antara lain:[9]
1. Durasinya
kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan).
2. Ketabahan,
keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan
dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
3. Devasi (pengabdian)
dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran bahkan jiwanya atau nyawanya)
untuk mencapai tujuan.
4. Arah
sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau
negatif).
C.
Jenis-jenis dan Karakteristik Motivasi Belajar
Ditinjau
dari intensitasnya, motivasi terdiri dari berbagai jenis, yaitu sebagai
berikut:[10]
1. Motivasi
Primer
Motivasi
Primer adalah motivasi yang didasarkan pada motiv-motiv dasar, yang umumnya
berasal dari segi biologis dan jasmani manusia. Manusia adalah makhluk
berjasmani sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting. Sedangkan insting
mempunyai empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber. Tekanan adalah
kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah laku. Semakin besar energi
dalam insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar. Objek insting adalah hal-hal yang memuaskan
insting. Adapun sumber insting adalah keadaan jasmaniyah individu.
2. Motivasi
Sosial atau Motivasi Sekunder
Sangat
penting dan memegang peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Motivasi
sekunder sebagaimana yang dinyatakan oleh Mc Clean terdiri dari:
a) Berprestasi
dalam bekerja dan kaulitas produksi tinggi
b) Memperoleh
kasih sayang
c) Memperoleh
kekuasaan
Sementara
itu, berdasarkan asalnya ada dua jenis motivasi yang dapat dikaitkan dengan
kegiatan belajar, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.[11]
1. Motivasi
Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dengan tujuan memperoleh
sesuatu yang lain (sebagai alat mencapai tujuan akhir). Motivasi ekstrinsik
biasanya dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti hadiah dan hukuman.
Contoh: seorang siswa belajar dengan keras untuk ujian agar dapat memperoleh
nilai bagus di sekolah.
2. Motivasi
Intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah keterlibatan motivasi internal dari individu untuk melakukan
sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri. Contoh: seorang siwa belajar keras
untuk ujian karena dia menyukai pelajarannya.
Motivasi
ekstrinsik dan motivasi intrinsik sangat berkaitan sekali dengan proses
perkembangan pribadi seseorang dengan baik. Motivasi ekstrinsik itu berasal
dari luar pribadi seseorang, seperti dorongan dari orang tua maupun lingkungan
sekitar, sedangkan motivasi intrinsik berasal dari dalam pribadi seseorang,
seperti kemauannya untuk mencapai keinginannya.
D.
Kajian Tentang Pendidikan
1.
Pengertian pendidikan
Pendidikan
sangat terkait dengan aktivitas mulia manusia yang tugas utamanya adalah
membantu pengembangan humanitas manusia untuk menjadi manusia yang
berkepribadian mulia dan utama menurut karakteristik idealitas manusia yang
diinginkan. Hal ini sangat diperlukan mengingat manusia memiliki
potensi-potensi dalam taraf kodrat human dignity (martabat manusia) yang
memiliki kesadaran diri yang mendorongnya untuk merealisasikan berbagai
potensinya, sehingga berkembang dengan baik menjadi self realization (realisasi
diri) yang akan menentukan bagi penunjukan jati dirinya yang ideal, agar dapat
berfungsi dan bermanfaat bagi hidup dan
kehidupannya secara individu maupun sosial kemasyarakat.[12]
Pendidikan
itu sangat penting bagi semua orang untuk melanjutkan keberlangsungan hidup ke
taraf yang lebih baik lagi. Menuntut ilmu hukumnya wajib, dengan menuntut ilmu
akan menghilangkan kebodohan serta akan mendapatkan pengalaman baru berupa
pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Maka dari itu melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itu sangatlah penting.
Sedemikian
berartinya pendidikan bagi proses kemajuan masyarakat, maka semestinyalah
pendidikan ditata dan dipersiapkan sebaik-baiknya sehingga cita-cita luhurnya
sebagai “pemanusiaan” dapat diwujudkan sejatinya. Perbaikan-perbaikan dalam
sektor kehidupan sebagai bukti nyata adanya aktivitas pendidikan. Oleh karena
itu, pendidikan sebagai lembaga pembinaan dan penanaman nilai-nilai humanitas
memang memiliki korelasi yang positif dengan proses modernisasi dan transformasi
dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendidikan merupakan sarana penting yang
sangat diperlukan dalam proses perubahan sistem sosial budaya, ekonomi, dan
politik.
Apabila
dilihat dari pengertiannya, pendidikan berasal dari kata “didik” mendapat
awalan pe– dan akhiran –an menjadi pendidikan yang mengandung arti perbuatan
(hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa
Yunani, paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan
diterjemahkan dari kata education, yang berarti pengembangan atau
bimbingan. Dalam bahasa Arab, pendidikan diterjemahkan dari kata tarbiyah.[13]
Pendidikan
adalah proses membimbing manusia menjadi manusia yang berilmu, berakhlak baik,
mengenal Tuhannya, menjadi anak yang patuh kepada kedua orang tuanya, memiliki
solidaritas yang tinggi dan mampu bersosial dengan lingkungan disekitarnya.
Jadi tujuan pendidikan itu memanusiakan manusia.
Pengertian
pendidikan telah menjadi bahasan para tokoh pendidikan yang mempunyai daya
tekan yang berbeda. Dari beberapa definisi pendidikan ini, ada titik temu dalam
hal tujuan pendidikan. Secara sederhana, pendidikan berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang
dewasa. Menurut Imam Barnadib, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok
orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang
lebih tinggi dalam arti mental. Menurut
Zuhairini, pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani peserta didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Definisi lain dijelaskan dalam ensiklopedi
pendidikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar memfasilitasi orang
sebagai pribadi yang utuh sehingga teraktualisasi dan terkembangkan potensinya
mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki melalui belajar. [14]
Sementara
itu, pendidikan dalam konteks islam lebih dikenal dengan istilah tarbiyyah,
ta’lim, dan ta’dib. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna
yang berbeda-beda sesuai dengan teks dan konteksnya, meskipun memiliki makna
yang sama dalam aspek tertentu.[15]
Kata tarbiyyah
dapat dirujuk dari tiga akar kata, yaitu:
1. Kata raba,
yarbu, tarbiyah yang berarti berkembang. Dari akar kata ini, pendidikan
islam dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkembangkan potensi yang ada pada
anak didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual.
2. Kata raba,
yarbu, tarbiyah yang berarti tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau
dewasa. Dari kata ini pendidikan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk
menumbuhkan dan mendewasakan anak didik, baik secara fisik, psikis, sosial
maupun spiritual. Pendidikan dimaksudkan untuk menumbuhkan kedewasaan pola pikir, sikap dan emosinya, serta tindakan
perbuatannya.
3. Kata raba,
yarbu, tarbiyah yang berarti memperbaiki, merawat, memelihara, memperindah,
memberi makan, mengasuh, memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian dan eksistensinya. Dari kata ini,
pendidikan islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam merawat,
memlihara, mengasuh, mengatur anak didik untuk mencapai kedewasaannya, agar ia
dapat survive lebih baik dalam kehidupannya.
Meskipun
demikian, ketiga istilah tersebut meletakkan penanaman sikap, perilaku dan
akhlak menjadi titik tekan dan itu tergambar dari derivasi masing-masing
istilah di atas, meskipun dua kata pertama, yaitu ta’lim dan tarbiyah
menyebutkan secara implisit penanaman akhlak yang terpuji, sedangkan istilah
terakhir yaitu ta’dib mencantumkan secara eksplisit hal tersebut.
2.
Kelembagaan Pendidikan
Pendidikan
nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk
sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar.
Berdasarkan
UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kelembagaan
pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan dan program serta
pengelolaan pendidikan.[16]
a. Jalur
Pendidikan
Penyelenggaraan
sisdiknas melalui dua jalur yaitu, jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan
luar sekolah yang sering disingkat dengan PLS.
1) Jalur
Pendidikan Sekolah
Jalur
pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan (pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya formal, diatur
berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah, dan mempunyai keseragaman pola yang
bersifat nasional.
2) Jalur
Pendidikan Luar Sekolah
Jalur
pendidikan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan
yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang
tidak berjenjang dan tidak bersinambungan, seperti kepramukaan, berbagai
kursus, dan lain-lain. PLS memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural
seperti bahasa dan kesenian, keagamaan dan keterampilan yang dapat dimanfaatkan
oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan dirinya dan membangun
masyarakatnya.
Pendidikan
luar sekolah sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola yang
bersifat nasional. Modelnya sangat beragam. Dalam hubungan ini pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga yang fungsi utamanya menanamkan keyakinan agama,
nilai budaya dan moral, seta keterampilan praktis.
b. Jenjang
Pendidikan
Jenjang
pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman
bahan pengajaran (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 Ayat 5).
Jalur
pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan
untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut
pendidikan prasekolah (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V, Pasal 2). Pendidikan
prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan
kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga
dengan sekolah.
1) Jenjang
Pendidikan Dasar
Pendidikan
dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperluakan untuk hidup
dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar.
Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Oleh karena itu pendidikan
dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh
pendidikan yang bersifat dasar, dan tiap-tiap warga Negara diwajibkan menempuh
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
2) Jenjang
Pendidikan Menengah
Pendidikan
menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, diselengaarakan di
SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat.
Pendidikan menengah dalam hubungan kebawah befungsi sebagai lanjutan dan
perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan,
dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan
pendidikan menengah keagamaan.
3) Jenjang
Pendidikan Tinggi
Pendidikan
tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akdemik dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Untuk
dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi
“Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai
kesatuan wilayah pendidikan nasional.
Pendidikan
tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan
kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan
kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti
perkembangan kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk diambil manfaatnya
bagi perkembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai tujuan
dan kebebasan akdemik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi
berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam
pengelolaan lembaganya.
[1]Didin Kurniadin & Imam Machali, Manajemen
Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) hlm.331
[2]Martinis Yamin, Paradigma Baru Pendidikan,
(Jakarta: Gaung Persada (GP) Press Jakarta, 2011) hlm. 216
[3]Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,
(Jakarta: Kencana, 2011) hlm.64
[4]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011) hlm.148
[5]Martinis Yamin, Paradigma Baru Pendidikan,
hlm.216
[6]Moh. Padil dan Triyo Suprayitno, Sosiologi
Pendidikan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010) hlm.83-84
[8]Didin Kurniadin & Imam Machali, Manajemen
Pendidikan, hlm.336
[9]Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi
Kependidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hlm.40
[10]Muchlis Solichin, Psikologi Belajar, (Surabaya:
Pena Salsabila, 2013) hlm.172
[11]Ibid, hlm.173
[12]Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hlm.36-37
[13]Moh. Padil dan Triyo Suprayitno, Sosiologi
Pendidikan, hlm.3
[14]Ibid, hlm.4
[15]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan
Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2015) hlm.11-12
[16]Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) hlm.263-267