BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman,
setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah
puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga
ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan
akhlak.
Untuk ini semua, perlu
diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum,
syarat-syarat, rukun puasanya dan lain sebagainya.
Makalah ini kami
sajikan sebagai suatu sumbangan kecil kepada para pembaca dengan maksud
tersebut di atas dengan harapan kita bisa mengambil faedahnya.
Tegur sapa, kritik dan
saran dalam usaha menyempurnakan makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga
Allah Swt. mengiringi kita semua dengan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Puasa?
2. Bagaimana dasar hukum pelaksanaan Puasa?
3. Kapan waktu pelaksanaan Puasa?
4. Apa saja syarat-syarat Puasa?
5. Apa saja rukun Puasa?
6. Bagaimana adab berpuasa?
7. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Puasa.
2. Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan Puasa.
3. Untuk mengethui waktu pelaksanaan
Puasa.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat Puasa.
5. Untuk mengetahui rukun Puasa.
6. Untuk mengetahui adab berpuasa.
7. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti
menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”
“Saumu” (puasa), menurut bahasa
Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan
berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang
membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil.
Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut
dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا
وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ
الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ
الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari
makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan
sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri
dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan
menurut syarat-syarat yang ditetapkan.
B.
Dasar
Hukum Pelaksanaan Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan kepada
tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu
ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a. Firman Allah Swt., :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ۰
Artinya : Wahai
mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan) sebagaimana
diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.(QS.
Al-Baqarah-183).
b. Sabda Nabi Saw., :
بُنِيَ اْلإِسْلَامُ عَلَي خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لآاِلهَ اِلَّا اللهُ٬
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ٬ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ٬ وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ٬ وَحَجِّ الْبَيْتِ۰
“Didirikan Islam atas
lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari
dan Muslim dari Ibnu Umar).
Berdasarkan ketetapan Alquran, ketetapan hadis tersebut, puasa diwajibkan
atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu
menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu
bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan
bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik
laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal,
baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak
beriman ada pula yang mengerjakan puasa sekarang dalam rangka terapi pengobatan.
Meskipun mereka tidak beriman namun mereka mendapat manfaat juga dari puasanya
yaitu manfaat jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu
kesehatan ada orang yang berpuasa untuk kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa
sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam, namun mereka puasanya tanpa
niat ibadah kepada Allah yaitu dengan niat berpuasa esok hari karena Allah dan
mengharapkan ridho-Nya, maka puasanya adalah puasa sekuler. Orang ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi tidak
mendapat manfaat rohaniah.
C.
Waktu
Pelaksanaan Puasa Ramadlan
Puasa Ramadhan lamanya
sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit
matahari hingga terbenam matahari.
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
a. Melihat bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal 29 (akhir) Sya’ban.
b. Penetapan Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan
saksi, sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
c. Penetapan awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) ;
a. Apabila bulan tidak terlihat, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. ; b.
Keterangan orang yang dapat dipercaya kebenarannya oleh penerima berita, bahwa
ia melihat bulan Ramadhan.
d. Dengan hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ
الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا
عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬ مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬
يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali
dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan ayat-ayat-Nya bagi
semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).
Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا٬ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ
عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari ‘Umar
ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah
berpuasa dan apabila kamu melihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka
jika tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari
dalam satu bulan”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).
D.
Syarat-syarat
Puasa
Adapun syarat-syarat puasa terbagi menjadi dua yaitu syarat sah puasa dan
syarat wajib puasa. Syarat sah secara garis besar merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk sahnya puasa Ramadhan adalah:
1. Tetap dalam islam sepanjang hari
Apabila seseorang
kafir, baik asli atau kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya.
Apabila seorang muslim yang berpuasa menjadi murtad karena mencela agama islam,
atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang diijma’I oleh ummat atau dia
mengerjakan sesuatu yang merupakan penghinaan bagi al-Quran atau memaki seorang
Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan puasanya batal.
2. Suci dari haid, nifas dan wiladah (bersalin)
Puasa wanita yang
mendapat haid, nifas dan ataupun bersalin (wiladah), pada saat darah keluar
baik banyak, ataupun sedikit, baik anak yang lahir itu sempurna, ataupun yang
dilahirkan itu segumpal darah atau daging.
3. Tam-yiz
Tam-yiz yaitu dapat
membedakan antara yang baik dan yang tidak baik.
4. Berpuasa pada waktunya
Berpuasa harus
dilakukan pada waktunya yang tepat. Karenanya tidak sah puasa jika dikerjakan
diwaktu-waktu yang tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri,
Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Syarat –syarat diatas berlaku pula untuk puasa-puasa lain, baik fardlu,
maupun puasa qadla, nazar, ataupun puasa sunnah, seperti puasa ‘Arafah, ‘Asyura
dan lain-lain.
Adapun syarat wajib
puasa sebagai berikut:
1. Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa,
2. Balig (umur 15 tahun ke atas ) atau tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib
puasa
Sabda Rasulullah saw: “ tiga orang yang
terlepas dari hukum:
a. Orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
b. orang gila sampai ia sembuh,
c. kanak-kanak sampai ia baligh. “ ( Riwayat Abu Dawud dan Nasaih)
3. Kuat berpuasa, orang yang tidak
kuat, misalnya karna sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
E. Rukun Puasa
1. Niat
Kedudukan niat dalam ajaran islam penting sekali, karena ia menyangkut
dengan kemauan. Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan:
Artinya :“
sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap
manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya.”
Banayak terjadi salah
pengertian tentang niat dalam berpuasa ini. Kata niat itu sebenarnya berarti
kehendak atau maksud untuk mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja. Tetapi
banyak orang mengartikan seoalah-olah niat itu berarti mengucapkan atau melafalkan
serangkaian kata-kata yang menjelaskan
bahwa yang bersangkutan akan berbuat ini atau itu.
Niat bermakna gerak
kemauan yang timbul dari hati nurani. Gerak kemauan inilah yang dinilai dan
merupakan cerminan asli dari hati seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk berpuasa adalah
orang yang mulai mengarahkan hatinya dengan tekad akan
melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam puasa, baik yang bersifat anjuran maupun
yang bersifat larangan untuk mendapat ridha-Nya. Karena itu maka yang berniat
itu adalah hati. Hal ini tidak berarti bahwa melafalkan niat tidak boleh,
tetapi yang dinilai adalah niat yang ada didalam hati tiap-tiap hambanya.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari.
F. Adab Berpuasa
Adab-adab dalam melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:
1. Makan sahur
Para ulama bersepakat bahwa makan sahur adalah sunnah (tidak wajib tetapi
dianjurkan) bagi oaring yang akan berpuasa. Al-Bukhari dan Muslim merawikan
dari Anas r.a bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “bersahurlah kamu, sebab didalam
makanan sahur terkandung berkah (yakni kebaikan yang banyak).
Sahur dapat dilaksanakan dengan makan atau minum, sedikit atau banyak
(meskipun hanya seteguk air); waktunya mulai pertengahan malam sampai terbitnya
fajar (yakni masuknya waktu untuk shalat subuh).
Walaupun demikian, sebaiknya ber-ihtiyath ( bersikap hati-hati)
dengan berhenti dari makan dan minum kira-kira sepuluh menit sebelum masuk
waktu subuh, yaitu pada waktu yang biasa disebut ‘waktu imsak’.
2. Menyegerakan Buka Puasa
Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk berbuka, segera setelah meyakini
terbenamnya matahari. Tentang hal ini, Bukhari dan Muslim merawikan dari Sahl
bin Sa’ad, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ Manusia masih dalam keadaan
baik sepanjang mereka masih menyegerakan buka puasa.”
Dianjurkan pula untuk berbuka dengan satu atau tiga butir kurma, atau boleh
juga dengan sesuatu yang manis, atau air walaupun hanya seteguk. Kemudian
heendaknya melaksanakan shalat maghrib sebelum makan malamnya. Kecuali jika
makan malamnya telah tesedia, maka tak ada salahnya mendahulukannya sebelum
shalat magrib.
Telah dirawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw, biasa berbuka dengan beberapa
butir rutbab (kurma yang setengah masak) sebelum shalat. Kalau tidak
ada, dengan kurma biasa, dan kalau tidak ada juga, dengan minum air beberapa
teguk. (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
3. Doa setelah Berbuka
Dianjurkan bagi orang yang sedang berpuasa agar memperbanyak bacaa zikir
dan doa sepanjang hari, terutama setelah berbuka.
Diriwayatkan oleh tirmidzi, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ tiga orang
takan tertolak doanya: seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, penguasa
negri yang adil, dan seoarang Mazhlum ( yakni yang tertimpa
kedzaliman).” Diantara doa-doa yang dianjurkan membacanya berulang-ulang,
terutama disore hari menjelang saat berbuka.
4. Banyak bersedekah dan tadarus Al-Quran
Banyak bersedekah dan mendaras (membaca bersama-sama atau
sendiri-sendiri) serta mempelajari
Al-Quran adalah perbuatan yang sangat dianjurkan pada setiap saat. Namun lebih
dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan. Telah dirawikan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa
Rasulullah Saw. Adalah yang paling dermawan diantara semua dermawan.
Lebih-lebih lagi pada bulan Ramadhan, ketika jibril menemuinya pada setiap
malam, lalu mendaras Al-Quran bersama beliau. (HR Bukhari).
5. Bersungguh –sungguh dalam beribadat dan beramal shaleh
Telah disebutkan sebelum hal ini, bahwa ibadah dan amal kebaikan pada bulan
Ramadhan memperoleh pahala berlipat ganda disbanding pada bulan-bulan lainnya.
Karenanya, dianjurkan untuk menggunakan kesempatan ini sebaik-baikya., dengan
memperbanyak ibadah dan amal shaleh, baik disiang hari maupun dimalam hari
Ramadhan, terlebih lagi pada sepuluh malam terakhir.
Bukhari dan muslim merawikan dari Aisyah r.a bahwa “ telah menjadi
kebiasaan Nabi Saw apabila berada disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan,
menghidupkan malam-malamnya (dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah), sambil
membangunkan istrinya(agar beribadah bersamanya).”
6. Menjauhkan diri dari perbuatan dan ucapan tidak senonoh
Puasa adalah ibadah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, dan
melatih jiwa agar selalu bertakwa kepada-Nya. Oleh sebab itu, seorang yang
sedang berpuasa hendaknya tidak hanya menahan dirinya dari makan, minum serta
perbuatan terlarang lainnya, tetapi harus pula mencangkup perbaikan jiwa dengan
akhlak mulia dan menjauh dari segala perbuatan tercela. Sabda Nabi Saw: “ puasa
bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi harus pula menahan diri
dari perbutan sia-sia dan ucapan tidak senonoh. Maka apabila orang lain
menunjukan cercaan atau keajaiban terhadapmu, janganlah membalasnya dengan
perbuatan seperti itu, tetapi katakanlah: “ Aku sedang berpuasa; aku sedang
berpuasa!” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban
dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
“ Barangsiapa tidak
meninggalkan ucapan dan perbuatan keji, maka tak ada sedikitpun kehendak Allah
untuk menerima puasanya dari makan dan minum.” (HR Al-Jama’ah kecuali Muslim).
G. Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum.
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan
sengaja. Kalu tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.sebagaimana
sabda Rasulullah Saw: “ Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa,
kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena
sesungguhnya Allah-lah yang memberinya maka dan minum.”( Riwayat Bukhari dan
Muslim).
Memasukkan seuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang
telinga, hidung, dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan
minum; artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan Qias,
diqiaskan (disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa
hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum.
Menurut pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan
puasa, begitu juga memasukan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik,
dan sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakn
makan dan minum.
2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam.
Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw: “ Dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw telah berkata,”
barangsiapa terpasksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya;dan barang siapa
yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu
Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Hibban)
3. Bersetubuh
Firman Allah Swt:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
istri-istrimu.” (Al-Baqarah: 187).
Laki-laki membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan
Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
4. Keluar darah Haid (kotoran atau nifas (darah sehabis melahirkan). Dari
Aisyah. Ia berkata,” kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan
tidak disuruhnya untuk mengqada salat.”
5. Gila. Jika gila itu datang waktu siang hari, maka puasanya batal.
6. Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan /istri atau
lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada
persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani
karena bermimpi tidak membatalkan puasa.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Puasa adalah terjemahan
dari Ash Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam
pengertian tidak terbatas. “Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah
“menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara
yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama
Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya,
mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa
syarat.
Berdasarkan ketetapan
Alquran surat Al-Baqarah ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan
diatas, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang
terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan
sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat
menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu
puasa di bulan Ramadhan adalah wajib
dikerjakan.
Yang diwajibkan
berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan
(untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak
dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Puasa Ramadhan lamanya
sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi
hingga terbenam matahari.
B.
Saran
Dalam penyusunan karya tulis ini tentu terdapat berbagai kekeliruan
dan kekurangan sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa.
Oleh karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi
pembaca sekalian untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa
mendatang.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahreisj, Hussein, Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.
Latif, M. Djamil, Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2001.
Rifa’i, Moh., Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha
Putra, 1978.
Rasjid, Sulaiman., Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2012.
Sabiq, Sayyid., Fikih Sunnah 3. Bandung: Al- Ma’arif, 1993.