Dalam ekonomi islam, bisnis dan etika tidak
harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab bisnis merupakan
symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal
yang bersifat investasi akhirat. Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya
investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan
kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah
moral yang berlandaskan keimanan pada akhirat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bisnis dalam
kehidupan ini merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat dalam
menjalani kehidupan mereka. Sekarang ini bisnis banyak dilakukan dengan cara
yang tidak benar, tidak ada kejujuran dalam menjalani kegiatan tersebut. Banyak
kecurangan yang terjadi dalam dunia bisnis dan bagian-bagian yang berkaita
dengan bisnis tersebut. Contohnya, para pengusaha-pengusaha menjual produknya
dengan tipuan-tipuan iklan agar menarik pembeli, tetapi itu merupaka sebuah
penipuan dan bukan didunia bisnisnya saja, akan tetapi kegiatan-kegiatan yang
berkaitan atau tergantung oleh bisnis, seerti para pengusah tidak membayar
pajak, tetai dia membayar pada orang-orang dalam kantor perpajakan itu agar
tidak membayar pajak.
Oleh karena
itu dalam makalah ini kita akan membahas bisnis menurut cara pandang islam,
berbisnis seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, berbisnis dengan kejujuran
dana keadilan didalamnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etika islam tentang bisnis?
2. Bagaimana sejarah Rasulullah dalam
berbisnis?
3. Apa saja prinsip-prinsip berbisnis menurut
islam?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami etika islam
tentang bisnis.
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah
Rasulullah dalam berbisnis.
3. Untuk mengetahui dan memahami
prinsip-prinsip berbisnis menurut islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika Islam Tentang Bisnis
Dalam
kaitannya dengan paradigm islam tentang etika bisnis, maka landasan filosofis
yang harus dibangun dalam pribadi muslim adalah adanya konsepsi hubungan
manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan
tuhan-Nya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (Hablum Minallah
wa Hamblum Minannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim
yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran “pihak
ketiga” (Tuhan) disetiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian
integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam islam
tidak semata-mata orietasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas.
Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis
menjadi sorotan penting dalam ekonomi islam. [1]
Dalam
ekonomi islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang
bertentangan, sebab bisnis merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap
sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya,
jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan
merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya
harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan pada
akhirat. Bahkan dalam islam, pengertian bisnis itu sendiri teidak dibatasi
urusan dunia tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang
dibisniskan (Diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala
akhirat. Stetemen ini secara tegas disebut dalam salah satu ayat al-Qur’an
“Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu
perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab pedih..??? yaitu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan
hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.[2]
B. Sejarah Rasulullah SAW dalam Berbisnis
Sosok Rasulullah memeng banyak dikenal dan diperhatikan pasca
diangkatnya beliau oleh Allah menjadi Rasul yang terakhir dimuka bumi ini.
Orang meneladani semua aspek dalam dirinya, mulai dari sikap, pola piker,
keimanan dan lain-lain. Sedangkan yang tidak banyak diketahui oleh orang-orang
adalah bahwa rasulullah adalah sosok pembisnis luar biasa, yang hamper
sepanjang hidupnya tidak pernah mengalami kerugian.
Muhammad SAW, semenjak kecil telah di didik dan di kader dengan baik
untuk menjadi pembisnis handal. Dalam sejarah diceritakan bahwa sejak kecil
beliau mengembalakan ternak para peternak kambing. Jumlah ternaknyapun
terbilang tidak sedkit, ratusan. Digembalakan dipadang yang luas dengan ancaman
binatang buas yang senantiasa mengancam. Namun , beliau selalu mampu membewa
ternak tersebut pulang dengan selamat, utuh jumlahnya dan dalam keadaan kenyang.
Ini secara tidak langsung menjadi media pembelajaran pendidikan bisnis pertama
beliau, yaitu bagaimana mengorganisasi memanage, dan mengelola segala sesuatu yang
dipercayakan kepadanya. [3]
Sehingga beliau tumbuh menjadi pribadi yang kredibel, bertanggung jawab,
teliti, empati, terbuka, mandiri, berani, mudah beradaptasi, sabar, lugas,
fisioner, dan lain-lain dalam usia yang masih sangat muda. Beliau sekolah
disekolah alam atau universitas besar kehidupan.
Pendidikan level kedua dimulai ketika beliau berusia 12 tahun dan diajak
oleh pamannya, Abu Thalib untuk ikut dalam rombongan ekspedisi dagang
(eksportir) ke negeri Syam. Selain itu beliau juga kerap ikut dalam
lawatan-lawatan bisnis ke Negara-negara tetangga yang sekarang dikenal demngan
nama Irak, Yordania, Bahrain, Suriah, dan Yaman. Saat itulah pengamat muda
telah belajar bagaimana manjadai seorang eksportir handal sekaligus menyandang
posisi sebagai eksekutif muda dimasa itu.
Beranjak dewasa, Nabi Muhammad SAW kian mantap memilih karirnya sebagai
pembisnis. Apalagi ia sudah mengantongi bekal kepercayaan dan kredibilitas yang
dibangunnya sejak kecil. Ini tentu menjadi satu modal yang sangat mahal di
dunia bisnis. Karena adanya kepercayaan, kredibilitas dan profesionalitas
inilah hingga akhirnya Muhammad bisa memulai bisnisnya sekalipun tanpa modal.
Dia memulainya dengan menjadi seorang manager perdagangan yang mengolah modal
investor dengan system bagi hasil. Dan memang berkat kepiawaian dan didikan
bisnis semenjak kecil, para investor selalu merasa puas akan hasi yang dicapai
oleh Nabi Muhammas SAW.
Hal ini menarik perhatian seorang investor besar di kota Mekkah, Siti
Khodijah (yang nantinya kelah akan menjadi isri baginda Rasul). Khadijah pun
mempercayakan Nabi Muhammad SAW untuk memimpin ekspedisi perdagangan ke Syiria,
Jorash, dan Bahrain. [4]
Kesuksesannya ini semakin nyata terlihat manakala beliau melamar Siti
Khodijah dengan mahar 20 Unta terbaik dimasa itu. Kalau dianalogikan unta
dimasa itu sama dengan kendaraan terbaik dan termewah yang pernah ada. Apalagi
bila jenisnya adalah Unta terbaik.
Jadi itulah masa-masa dimana Nabi Muhammad SAW meletakkan satu pondasi
etika bisnis dan gaya managemen yang luar biasa kepada bangsa arab. Hingga
akhiranya pada usia 40 tahun (tahun dimana beliau diangkat menjadi Rasul),
system bisnis yang dibangunnya sudah tertata sedemikian rupa, hingga tanpa
kehadiran dirinyapun bisnis tetap berjalan baik.
C.
Dasar Hukum
1.
Al Baqarah : 282
Yang artinya: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli,
hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.[5]
2.
An Nisa' : 29
Yang artinya :Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang
lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat
merupakan suatu kesatuan.
3.
At Taubah : 24
Yang artinya: Katakanlah:
"Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari
Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.
4.
An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang.
5.
As Shaff : 10
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari
azab yang pedih?.
D. Prinsip-prinsip Dalam Berbisnis Menurur
Islam
1. Kejujuran
Sifat jujur atau dapat dipercaya merupakan
sifat terpuji yang disenangii Allah, walaupun disadari sulit menemukan orang
yang dapat dipercaya. Kejujuran adalah barang mmahal. Lawan dari kejujuran
adalah penipuan. Kejujuran pelaku bisnis untuk tidak mengambil keuntungan hanya
untuk dirinya sendiri dengan cara menyuap, menimbun barang, berbuat curang
menipu, tidak memanipulasi barang dari segi kualitas dan kuantitasnya. Sesuai
dengan firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 119 yang artinya sebagai
berikut:
“ hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang jujur”.
2. Keadilan
Islam sangat menganjurkan untuk berbuat
adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim.
Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang
yang berbuat curang, yaitu orang-orang yanga apabila menerima takaran dari
orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalu menakar atau menimbang untuk
orang lain selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran
bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Allah
brfirman dalam surah al-Isra’ ayat 35 yang artinya sebaai berikut:
“dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih baik utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”.
3. Keterbukaan
Kesedihan pelaku bisnis untuk menerima
pendapat orang lain yang lebih baik dan lebih benar, serta menghidupkan potensi
dan inisiatif yang konstruktif, kreatif dan positif.
4. Kebersamaan
Kebersamaan pelaku bisnis dalam membagi dan
memikul beban sesuai dengan kemampuan masing-masing, kebersamaan dalam memikul
tanggung jawab sesuai dengan beban tugas, dan kebersamaan dalam menikmati hasil
bisnis secara proporsional. Tidak ada diskriminasi diantara pelaku bisnis atas
dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin, atau agama. Dalam berbagi
tugas (membagi dalam divisi-divisi), haruslah menyerahkannya kepada ahlinya,
bukan kepada sembarang orang, sekalipun keluarga sendiri.
Rasulullah SAW bersabda, “jika suatu urusan diserahkan
kepada (orang) yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya”.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Paradigm islam tentang etika bisnis, maka
landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi muslim adalah adanya konsepsi
hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia
dengan tuhan-Nya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (Hablum
Minallah wa Hamblum Minannas).
2. Dalam ekonomi islam, bisnis dan etika tidak
harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab bisnis merupakan
symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal
yang bersifat investasi akhirat
3. Muhammad SAW, semenjak kecil telah di didik
dan di kader dengan baik untuk menjadi pembisnis handal.
4. Sehingga beliau tumbuh menjadi pribadi yang
kredibel, bertanggung jawab, teliti, empati, terbuka, mandiri, berani, mudah
beradaptasi, sabar, lugas, fisioner, dan lain-lain dalam usia yang masih sangat
muda. Beliau sekolah disekolah alam atau universitas besar kehidupan.
5. Pendidikan level kedua dimulai ketika
beliau berusia 12 tahun dan diajak oleh pamannya, Abu Thalib untuk ikut dalam
rombongan ekspedisi dagang (eksportir) ke negeri Syam.
6. Adapun prinsip-prinsip dalam berbisnis
menurut islam adalah kejujuran keadilan, keterbukaan, dan kebersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Djakfar, Muhammad, Agama, Etika dan
Ekonomi, Malang: UIN-Malang Press, 2007.
Jabir, Al-Alwani,
Taha, Bisnis Islam, Yogyakarta: AK Group, 2005.
Shihab,
Muhammad, Rahasia Bisnis Rasulullah, Jakart: Gramedia, 2001
No comments:
Post a Comment