Hai sahabat pembaca! Apa kabar? Post ini
adalah kelanjutan dari artikel Pandangan Agama Islam Terhadap Pendidikan
Multikultural. Dan judul artikel dibawah ini adalah Konsep dan Metode dalam
Pendidikan Islam
Pluralis-Multikultural, semoga dengan dipostingya artikel ini akan menjadi manfaat
buat sahabat pembaca semua. Selamat membaca!
Konsep
dan Metode dalam Pendidikan Islam
Pluralis-Multikultural
1. Konsep
pendidikan pluralis-multikultural
Ada
dua hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan Islam pluralis multikultural. Kedua hal ini
bersipat konseptual dan metodologis, yang nanti bisa dikembangkan dan
diturunkan menjadi langkah-langkah praktis, yaitu:
a. Birokrat
pendidikan, guru, dan siswa harus mampu mengakses informasi tentang isu-isu
multikultural, baik dari media massa maupun lewat forum diskusi, sehingga
mereka tumbuh menjadi seorang figur multikultural. Mereka harus aktif membaca
buku dan mengikuti perkembangan informasi lewat media massa. Ketika birokrat
pendidikan menjadi seorang figur multikultural, maka kebijakan pendidikan,
termasuk produk hukum pun akan mendukung multikultural. Begitupun guru dan
siswa. Ketika mereka tumbuh menjadi figur multikultural, maka proses pengaran
dan pembelajaran pun akan memuat nilai-nilai multikultural.
b. Kegiatan
multikultural adalah bagian dari nilai spiritual. Oleh karena itu, siswa harus
diberikan penjelasan tentang nilai-nilai spiritual dari kegiatan yang mereka
lakukan tersebut. Sehingga setiap saat mereka akan dihadapkan pada kesadaran
spiritual. Sebagai contoh guru mengajak diskusi tentang pentingnya membersihkan
lingkungan, menghormati orang yang berbeda agama. Guru mengajak siswa menonton
film atau acara-acara televisi yang memuat wawasan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Ia menjelaskan bahwa ketiga hal tersebut merupakan. bagian dari nilai-nilai
multikultural dan refleksi dari ibadah kepada Tuhan.[1]
Semangat multikulturalisme ini ternyata dijunjung
tinggi oleh Islam. Sebuah potret sejarah perjuangan dakwah Islam bisa dijadikan
buktinya. Sejak awal, Islam datang tidak membawa pedang atau senapan. Islam
datang dengan damai. Para wali yang menyebarkan Islam di Jawa mengadopsi
beberapa peninggalan Hindu seperti wayang untuk kepentingan penyebaran agama.
Sunan kalijaga juga tidak sungkan membakar kemenyan untuk kepentingan pengharum
ruangan meski kemenyan tidak diidentik dengan agama Islam.[2]
Sebagai bukti juga di kudus terdapat bangunan Menara
Masjid Kudus yang memadukan unsur Hindu dan Islam yang bagus dipandang. Serta
sunan kudus juga melarang orang-orang Islam menyembelih sapi untuk untuk
menghormati pemeluk Hindu, karena sappi merupakan hewan yang disucukan oleh
pemeluk Hindu.
Para founding
father Indonesia juga member contoh nyata dalam menjungjung tinggi semangat
multikulturalisme. Para founding father Muslim
tidak bersikeras memperjuangkan negara Indonesia menjadi negara Islam untuk
menghormati pemeluk agama lain di Indonesia Timur. Mereka dengan ikhlas
mencoret tujuh kata dalam piagam Jakarta yang dianggap menganakemaskan Islam.
Kenyataan menarik ini juga memperlihatkan kepada
kita bahwa para founding father tidak
alergi dengan symbol-simbol agama lain dan menghormati symbol-simbol seperti
menghormati symbol-simbol agama sendiri. Maka dari itu, kita sebagai pemeluk
agama Islam yang berada dalam negara yang notabene-gnya
beragam agama harus menghormati apa yang menjadi budaya-budaya masing-masing
agama, karena Islam sendiri mewajibkan kita untuk saling menghormati satu sama lain.
Ada
beberapa aspek yang dapat dikembangkan dari konsep pendidikan Islam
pluralis-multikultural, antara lain:
a. Pendidikan
Islam pluralis-multikultural adalah pendidikan yang menghargai dan merangkul
segala bentuk keragaman. Dengan demikian, diharapkan akan tumbuh kearifan dalam
melihat segala bentuk keragaman yang ada.
b. Pendidikan
Islam pluralis-multikultural merupakan sebuah usaha sistematis untuk membangun
pengertian, pemahaman, dan kesadaran anak didik terhadap realitas
pluralis-multikultural. Hal ini penting dilakukan karena tanpa adanya usaha
secara sistematis, realitas keagamaan akan dipahami secara sporadis,
fragmentaris, atau bahkan memunculkan eksklusivitas yang ekstrem.pada titik
ini, keragaman dinilai dan dilihat secara inferior. Bahkan tumbuh keinginan
untuk melakukan penguasaan dan ambisi menaklukkan mereka yang berbeda.
c. Pendidikan
Islam pluralis-multikultural tidak memaksa atau menolak anak didik karena
persoalan identitas suku, agama, ras, atau golongan. Dalam kondisi semacam ini,
tidak ada yang lebih unggul antara satu anak didik dengan anak didik yang lain.
Masing-masing memiliki posisi yang sama dan harus memperoleh perlakuan yang
sama.
d. Pendidikan
Islam pluralis-multikultural memberikan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembangannya sense of self kepada
setiap anak didik. Ini untuk membangun kepercayaan diri, terutama bagi anak
didik yang berasal dari kalangan ekonomi kurang beruntung, atau kelompok yang relatif
terisolasi.[3]
Dengan
demikian, Pendidikan Islam pluralis-multikultural ini bisa dikatakan terinspirasi oleh gagasan Islam
tranformatif. Islam transpormatif berarti Islam yang selalu beorientasi pada
upaya untuk mewujudkan cita-cita Islam, yakni membentuk dan mengubah keadaan
masyarakat kepada cita-cita Islam, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.
Dengan mengacu kepada tujuan ini, Pendidikan Islam pluralis-multikultural
bertujuan untuk menciptakan sebuah masyarakat damai, toleran, dan saling
mengahargai dengan berlandaskan kepada nilai-nilai keTuhanan.
Untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam pluralis-multikultural ini maka yang menjadi
ujung tombaknya adalah pendidik. Tugas pendidik adalah memilih metode dan
strategi yang tepat dalam mengawetkan, memelihara, melanggengkan, serta
mewariskan ilmu pengetahuan, kebenaran, dan tradisi yang diyakini sekaligus
juga menyadari sepenuhnya keberadaan tradisi lain. Tujuan pendidikan Islam
pluralis-multikultural bukan untuk membuat suatu kesamaan pandangan, apalagi
keseragaman, karena ini adalah sesuatu yang absurd
dan agak mengkhianati tradisi suatu agama.
2. Metode pendidikan Islam
pluralis-multikultural
Adapun
metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam pluralis-multikultural
cukup beragam, antara lain sebagai berikut:
a. Metode
dialog
Metode dialog
ini sangat efektif, apalagi dalam proses belajar mengajar yang sifatnya kajian
perbandingan agama dan budaya. Sebab, dengan dialog memungkinkan setiap
komunitas yang notabene-nya memiliki
latar belakang agama yang berbeda dapat mengemukakan pendapatnya secara
argumentatif. Dalam prose inilah natinya diharapkan adanya sikap lending and borrowing serta saling
mengenal antartradisi dari setiap agama yang dipeluk oleh masing-masing anak
didik. Sehingga bentuk-bentuk truth claim
dan salvation claim dapat
diminimalkan bahkan dihilangkan.
Metode dialog
ini pada akhirnya akan dapat memuaskan semua pihak, sebab metodenya telah
mensyaratkan setiap pemeluk agama untuk bersikap terbuka (open minded). Di samping juga untuk bersikap objektif dan subjektif
sekaligus.
b. Metode
belajar aktif (collaborative learnig)
Belajar aktif
adalah belajar dengan memperbanyak aktivitas peserta didik dalam mengakses
berbagai informasi dari berbagai sumber, buku teks, perpustakaan, internet,
atau sumber-sumber belajar lainnya, untuk mereka bahas dalam prose pembelajaran
di kelas. Dengan demikian, mereka akan meperoleh berbagai pengalaman yang tidak
saja menambah kompetensi pengetahuan mereka, tetapi juga akan menambah
kemampuan mereka untuk melakukan analisis, sintesis, dan menilai informasi yang
relevan untuk dijadikan sebagai nilai baru dalam hidupnya yang kemudian
diimitasi dan dibiasakan dalam kehidupannya. Belajar dengan model ini bisa
disebut dengan self discovery learning, yaitu
belajar dari penemuan mereka sendiri.
Pada model ini
belajar semacam ini, tugas guru adalah harus mampu menjelaskan tugas apa yang
harus dilakukan oleh peserta didik, tujuannya apa, kemana mereka harus mencari
informasi, bagaimana mengolah informasi tersebut dan membahasnya dalam kelas,
sampai mereka memiliki kesimpulan dalam kelompoknya masing-masing. Dalam proses
inilah guru harus terus memberikan bimbingan dan arahan.
Sedangkan collaborative learning adalah proses
pembelajran yang dilakukan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik.
Pada posisi ini, guru adalah pembelajar senior yang harus mentransformasikan
pengalaman belajarnya kepada peserta didik. Guru harus dapat membantu berbagai
kesulitan yang dihadapi peserta didik. Demikian pula diantara sesama peserta
didik.
c. Metode
ceramah
Metode ceramah
ini efektif dalam menyampaikan pengetahuan dan informasi yang beragam, namun
memiliki keterbatasan waktu. Metode ini lebih efektif dengan dibangunnya iklim
yang kondusif bagi Tanya jawab. Strategi ini penting dilakukan, karena dapat
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan peserta didik.[4]
Metode merupakan
sarana yang penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran yang
bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai pluralis-multikultural, metode-metode
sebagai diuraikan di atas dapat menjadi pilihan bagi guru dalam proses
pembelajaran, sekaligus membuka peluang bagi
guru untuk mengembangkan metode lain yang diyakini dapat mencapai
tujuan. Sebab, pada dasarnya tidak ada metode yang sempurna. Disinilah tugas
guru memilih metode yang tepat sehingga bisa sangat menentukan keberhasilan
mencapai tujuan pembelajaran.
No comments:
Post a Comment