Selamat Datang di Blog Kami. Blog ini meyediakan berbagai macam informasi seputar Pendidikan, Karya Tulis Ilmiah,Dan lain-lain. Membangun Indonesia Melalui Pendidikan

Makalah Radikalisme Islam Kontemporer dalam Lingkup Kajian Sejarah Pemikiran Modern

Untuk Mendapatkan File Makalah atau Artikel dibawah ini, Silahkan Klik Download! download
Label radikalisme bagi gerakan islam yang menentang barat dan sekutu-kutunya dengan sengaja dijadikan komiditi politik. Gerakan perlawanan rakyat pelistina, revolusi islam iran, partai FIS Al-jazair, perilaku  anti-AS yang dipertunjukkan ayatullah khomeini, muammar ghadafi ataupun saddam hussein, gerakan islam di manado selatan, sudah yang anti-AS merabaknya solidaritas muslim indonesia terhadap saudara-saudara yang terlindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media barat dalam mekampanyekan label radikalisme islam.



BAB I
PENDAHULUAN
     A.    Latar Belakang
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme islam merupakan fenomena yang menjadi tantangan bagi muslim untuk menjawabnya. Isu ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional, radikalisme sebagai fenomena historis sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memilki potensi basar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. Banyak label-label yang diberikan oleh kalangan Eropa barat dan amerika serikat untuk menyebut gerakan islam radikal, dari sebutan kelompok garis besar, ekstrimis, militan, islam kanan, fundamentalis sampai terrorisme.
Bahkan di negara-negara barat pasca hancurnya ideologi komunisme memandang islam sebagai sebuah gerakan dari petradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebuh ditakuti melebuhi bangkitnya gerakan islam yang mereka memberinya label sebagai radikalisme islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda baarat atas islam sebagai agama yang menompang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan islam yang menentang barat dan sekutu-kutunya dengan sengaja dijadikan komiditi politik. Gerakan perlawanan rakyat pelistina, revolusi islam iran, partai FIS Al-jazair, perilaku  anti-AS yang dipertunjukkan ayatullah khomeini, muammar ghadafi ataupun saddam hussein, gerakan islam di manado selatan, sudah yang anti-AS merabaknya solidaritas muslim indonesia terhadap saudara-saudara yang terlindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media barat dalam mekampanyekan label radikalisme islam.
Praktek-praktek kekerasan yang dilakukan sekelompok islam dengan membawa simbol-simbol agama telah dimanfaatkan oleh oarang-orang barat dengan memanfaatkan media massa sebagai alat utama dalam memegang tampuk wacana peradaban, sehingga islam terus menerus dipojokkan oleh publik, barangkali masyarakat berat telah tertipu oleh muslihat peradabannya sendiri dalam mengekspoitasi madia yang diciptakannya.
Ketergesa-gesaan dalam generalisasi menyebabkan mereka tidak mampu memandang fenomena historis-historis umat islam secara obyektif. Tetapi hal ini tidak berarti pembenaran terhadap praktek radikalisme yang dilakukan oleh agama dan moralitas manapun.
Akan tetapi apa yang perlu dilihat adalah bahwa islam sebagai agama damai sama sekali tidak pernah mengajarkan praktek radikalisme sebagaimana terminologi di barat. Islam tidak memiliki keterkaitan dengan gerakan radiakal, bahkan tidak ada pesan moral islam yang menunjuk kepada ajaran radikalisme baik dari sisi normatif maupun historis kenbian.
Walaupun demikian mamang ada sekelompok dari umat islam yang melakukan praktek radikalisme dan kekerasan dengan berbagai dalih seperti jihad melawan kekufuran, pejuang memberantas histiris sosiologis semacam ini dapat terjadi di sebabkan sentimen emosional keagamaan yang dalam perasaan sebagian umat islam dan sama sekali bukan dari ajaran dasar islam.
      B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud radikalisme dan islam kontemporer ?
2.      Bagaimana Karakteristik radikalisme ?
3.      Bagaimana Implikasi pemikiran radikalisme ?

      C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian radikalisme dan islam kontemporer.
2.      Untuk mengetahui karakteristik radikalisme.
3.      Untuk mengetahui implikasi pemikiran radikalisme.



BAB II
PEMBAHASAN
      A.    Pengertian radikalisme
Yang dimaksud denagan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kono dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka.[1]
Ada juga yang bependapat Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis
Maka dapt kami simpulkan bahwa radikalisme yaitu aliran yang ekstrem (sangat keras dan teguh, fanatik ) fundamental, atau mengakar.

      B.     Pengertian islam kontemporer
Kontemporer artinya dari masa ke masa atau dari waktu ke waktu. Sejarah islam kontemporer, yaitu suatu ilmu yang mempelajari kebudayaan islam pada masa lampau dari waktu ke waktu yang di mulai pada masa rasulullah. Menurut bahasa (etimologi) islam kontemporer adalah agama yang di ajarkan oleh nabi muhammad saw. Pada masa lampau dan berkembang hingga sekarang.[2]
Menurut istilah (terminologi) islam kontemporer adalah gagagsan untuk mengkaji islam sebagai nilai alternatif baik dalam perspektif interpretasi tektual maupun kajian kontektual mengenai kemampuan islam memberikan solusi baru kepada temuan-temuan disemua dimensi kehidupan dari masa lampau hingga sekarang.[3]

      C.    Faktor-faktor penyebab munculnya radikalisme
gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah :
Pertama, faktor-faktor sosial-politik. Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra[4]. bahwa memburuknya posisi negara-negara muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong utama munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-politik.
Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan mengggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis. Karena dilihatnya terjadi banyak penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan komunitas muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.
Kedua, faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama, jihad dan mati stahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.
Ketiga, faktor kultural ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari[5] bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggab sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bummi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan budaya muslim. Peradaban barat sekarang in imerupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia.
Barat telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi selurh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Barat, dengan sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-budaya bangsa Timur dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar dari keberlangsungan moralitas Islam.
Keempat, faktor ideologis anti westernisme. Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan muslim dalam mengapplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syarri’at Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.
Kelima, faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintahn di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri-negeri muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat.
Disamping itu, faktor media massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. Propaganda-propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas muslim.

      D.    Karakteristik radikalisme
Tanda-tanda perilaku ekstrim menurut Yusuf Qardhawi, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut[6]:
1.      Fanatik pada satu pendapat dan menutup diri dari yang lain
2.      Mewajibkan sesuatu yang sebenarnya tidak wajib
3.      Memperberat yang tidak pada tempatnya
4.      Sikap kasar dan keras
5.      Sikap Buruk Sangka. Sikap ini membuat seseorang untuk mencurigai terhadap kelompok atau penganut agama lain, yang mengakibatkan tuduhan bahwa suatu umat dari agama lain melahirkan kecurangan dan menyebarkan misi agama. Hal ini menjadi peluang bagi kelompok yang memiliki kecurigaan untuk menanggapinya melalui cara-cara yang mengarah kepada kekerasan.
6.      Saling mengkafirkan. Akibat berpedoman secara fanatik kepada satu pendapat sehingga memudahkan untuk memandang kelompok lain yang tidak sejalan dianggap kafir. Sikap ini adalah merupakan ciri dari kaum khawarij, yang mudah mengkafirkan seseorang yang tidak segolongan dengan mereka, meskipun orang tersebut adalah orang Islam. Beranggapan bahwa Islam yang benar adalah yang nereka amalkan dan pahami, mengajak mereka yang kafir untuk kembali ke Islam yang sebenarnya seperti yang mereka pahami dan amalkan, mengangkat imam dari golonganya sendiri, karena mereka yang tidak segolongan adalah kafir, tidak segan-segan melakukan kekerasan dan pembunuhan untuk mecapai tujuan mereka.
Ciri-ciri lain tentang radikalisme :
1.      dalam memahami ajaran Islam (Alquran dan As-Sunnah) berdasarkan kepentingan kelompok atau golongannya. Sehingga, simbol-simbol agama dijadikan sebagai ’alat politik’ untuk mendapatkan dukungan dan simpati masyarakat. Tidak menutup kemungkinan pula, akibat dari pemahaman yang literal, mementingkan kelompoknya sendiri, dan sikap-sikap yang radikal itu, menyebabkan mereka menjadi kelompok Muslim yang marjinal (eksklusif), dan bahkan bisa memunculkan aliran-aliran sesat.
2.      faktor ”Barat”. Kemunculan radikalisme dalam pemikiran Islam pada masa modern dan kontemporer sekarang ini tidak lepas dari faktor ”Barat” pada umumnya. Faktor inilah yang ikut mendorong bagi upaya-upaya pembaruan di kalangan kaum muslimin, yang pada gilirannya muncul dalam bentuk ”modernisme” dan ”reformisme”. Bagi kaum reformis dan modernis, bahwa untuk mengangkat kaum muslimin dari kemunduran dan keterbelakangan, dalam segi-segi tertentu, perlu dilakukan adopsi pemikiran dan kelembagaan Barat. Namun sebaliknya, bagi kaum radikal dan ekstrim, justru Barat menjadi faktor kemunduran umat Islam. Bagi mereka, Barat tidak hanya menjajah wilayah muslim (dar-al-Islam), tetapi juga telah merusak dan menghancurkan sistem nilai, budaya, sosial, ekonomi, dan intelektualitas Islam. Mana mungkin mengikuti kaum Barat yang secara keimanan dan moral telah mengalami kebobrokan.

      E.     Implikasi pemikiran radikalisme islam
Awal dalam pemikiran Islam yang muncul pada saat terjadinya pertentangan politik (imamah) antara pengikut Mu’awiyah dan pengikut Ali, yang kemudian berujung dengan digelarnya upaya perdamaian (Majlis Tahkim). Yang dipertentangkan itu adalah tentang siapakah yang berhak menggantikan khalifah setelah khalifah Utsman bin Affan meninggal. Dua aliran lainnya adalah aliran Murji’ah dan Syi’ah. Aliran Syi’ah adalah gerakan politik dan pemikiran yang setia terhadap Ali bin Abi Thalib, yang memiliki pandangan teologis bahwa ”yang berhak menggantikan kursi kekhalifahan setelah Rasul wafat adalah Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya”. Sedangkan, aliran Murj’iah adalah gerakan pemikiran dan politik yang memiliki sikap dan pandangan yang moderat. Yang dimaksud kemoderatan di sini adalah bahwa mereka tidak memihak kepada kelompok Ali maupun Muawiyah, sehingga tidak memutuskan siapa yang ”benar” dan ”salah”, semuanya diserahkan kepada keputusan Allah. Adapun aliran Khawarij adalah gerakan pemikiran dan politik yang menentang adanya majlis tahkim termasuk semua hasil yang diputuskannya. Mereka menganggap, bahwa orang-orang yang mengikuti bahkan menyepakati hasil majlis tahkim itu telah menyimpamg dari ajaran Islam (dosa besar), dan bahkan dihukumkan kafir. Sebenarnya, para pengikut Khawarij adalah pengikut setia Ali bin Abi thalib. ”Mereka keluar” (khawarij) dari barisan Ali, karena persoalan majlis tahkim itu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kemunculan aliran Khawarij dengan segala gerakan, sikap, dan pandangannya menjadi tanda atau indikasi kemunculan radikalisme pemikiran dalam Islam yang diakibatkan oleh faktor politik, fanatisme, dan pemahaman yang liberal terhadap ajaran Islam.


BAB II
PENUTUP
      A.    Kesimpulan
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
islam kontemporer adalah gagagsan untuk mengkaji islam sebagai nilai alternatif baik dalam perspektif interpretasi tektual maupun kajian kontektual mengenai kemampuan islam memberikan solusi baru kepada temuan-temuan disemua dimensi kehidupan dari masa lampau hingga sekarang.
Faktor-faktor penyebab munculnya pemikirab radikalisme : Pertama, faktor-faktor sosial-politik. Kedua, faktor emosi keagamaan. Ketiga, faktor kultural ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Keempat, faktor ideologis anti westernisme. Kelima, faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintahn di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar.
Karakteristik radikalisme : (a) Fanatik pada satu pendapat dan menutup diri dari yang lain. (b)Mewajibkan sesuatu yang sebenarnya tidak wajib. (c) Memperberat yang tidak pada tempatnya. (d) Sikap kasar dan keras. (e) Sikap Buruk Sangka. Sikap ini membuat seseorang untuk mencurigai terhadap kelompok atau penganut agama lain. (f) Saling mengkafirkan.



DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Paramadina, Jakarta, 1996.
Asy’arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-qur’an, LESFI, Yogyakarta, 1992.
Nasution. Harun. islam rasional. Mizan. Bandung. 1995.
Tim penyusun kamus. kamus bahasa indonesia. Jakarta. balai pustaka. 1989.
Zuhairi. sejarah pendidikan islam. Jakarta. bumi aksara. 1995


[1] Harun, nasution, islam rasional, Mizan, Bandung, 1995, Hal. 124
[2] Zuhairi, sejarah pendidikan islam, (jakarta:bumi aksara, 1995), hlm 1
[3] Tim penyusun kamus, kamus bahasa indonesia, (jakarta: balai pustaka, 1989), hlm 458
[4]  Azyumardi Azra, Pergolakan politik Islam, Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Paramadina, Jakarta, 1996,hlm.18.
[5] Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-qur’an, LESFI, Yogyakarta, 1992, hlm.95.