BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
20
oktober 2013 AR ditangkap polisi karena membawa kabur kadek. 18 n0vember 2013
AR dijobloskan ke Rutan Medaeng, saat itu umurnya 14 tahun. 28 februari 2014
dipindahkan ke lapas anak di blitar. maret 2015 ia bebas dari hukuman. Mei 2015
AR mendatangi rumah kadek untuk meminta maaf, ia dilarang mendekati kadek lagi,
namun keduanya tetap berkomunikasi. 6 oktober 2016 AR menyuruh kadek kerumah
neneknya, ia kemudian menghabisi nyawa kadek dijalan kertajaya indah regency.
10 oktober 2016 AR ditangkap unit jatanras polrestabel Surabaya disebuah café
dikawasan jagir. Ia dijerat dengan pasal pembunuhan.
Pembunuhan
merupakan suatu aktifitas yang di lakukan oleh seseorang atau beberapa orang
yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang meninggal dunia. Apa bila
diperhatikan dari sifat perbuatan seseorang atau beberapa orang dalam melakukan
pembunuhan. Pembunuhan juga merupakan penghabisan atau memisahkan nyawa dari
badan orang lain dengan cara memotong, memukul, mencekik, meracuni,
menjatuhkan.
Dan
pada dasarnya, islam telah melarang kaum muslim melakukan pembunuhan tanpa ada
alas an yang di benarkan oleh syariat. Keharaman pembunuhan telah ditetapkan
al-qur’an dan sunnah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi pembagian pembunuhan
dan penyebab terjadinya pembunuhan ?
2. Bagaimana hukum sanksi pembunuhan di
dalam al-qur’an ?
3. Bagaimana sanksi hukum bagi pembunuh
?
4. Bagaimana dialektika hukum
pembunuhan dalam masyarakat dan Negara ?
dan bagaimana tuntutan sanksi moral hukum dalam masyarakat dan Negara ?
5. Bagaimana nilai moral dan
karakteristik pembunuhan dalam pendidikan ?
C. Tujuan
Kami
menulis makalah ini untuk mengetahui klasifikasi pembagian pembunuhan dan
penyebab terjadinya pembunuhan, hukum sanksi pembunuhan di dalam al-qur’an,
sanksi hukum bagi pembunuh, dialektika hukum pembunuhan di dalam masyarakat dan
Negara, tuntutan sanksi moral hukum dalam masyarakat dan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi Pembagian Pembunuhan Dan Penyebab Terjadinya Pembunuhan
1.
Pembunuhan
secara sengaja
Pembunuhan secara sengaja (amd) adalah pembunuhan yang di lakukan
oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat
yang di pandang layak untuk membunuh.
2.
Pembunuhan
tidak disengaja
Pembunuhan tidak disengaja (khata) adalah perbuatan yang di lakukan
oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia. Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa seseorang melakukan
penebangan pohon dan kemudian pohon yang di tebang itu, tibi-tiba tumbang dan
menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.
3.
Pembunuhan semi
sengaja
Pembunuhan semi sengaja (syibhu al-adm) adalah perbuatan yang
sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik.
Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa seseorang guru memukulkan penggaris
kepada kaki seorang muritnya, tiba-tiba muritnya yang dipukul itu meninggal
dunia, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan semi sengaja[1].
Penyebab terjadinya pembunuhan karena adanya balas dendam, gangguan
jiwa, cemburu, disuruh orang, perintah guru perguruan keilmuwan spiritual
tertentu, dan modus lainnya. Dari segi kejiwaan unsur unsur social dalam jiwa
pembunuh telah lemah. Unsur pemahaman (insight) atas adanya sanak saudara atau
anak cucu dari yang terbunuh tidak berfungsi dalam jiwa pelaku. Secara social,
perilaku ini akan membuat dendam yang sangat dalam dari orang tua, kakak atau
adek dan kerabat terdekat. Maka situasi kehidupan kerukunan lintas warga
masyarakat akan terusik dari akan konflik yang sulit di redakan. Dari segi
ajaran agama, yang longgar dalam jiwa pembunuh ini ialah pembunuh itu dilarang
dan dalam salah satu ajaran agama khususnya islam dinyatakan “pembunuh wajib di
bunuh”. Urat nadi sifat sabar yang di tekankan dalam agama telah putus dalam
jiwa pelakunya[2].
B.
Dasar Hukum Sanksi Pembunuhan Didalam Al-Qur’an
Dalil hukum yang mengatur tentang
sanksi hukum pembunuhan di antaranya sebagai berikut.
1.
Al-qur’an surat
Al-baqarah ayat 178
Yang artinya “ hai orang orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang
mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampau batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”.[3]
2.
Al-qur’an surat
an-nisaa’ ayat 93
Yang artinya “dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya adalah jahannam, kekal ia didalamnya dan allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”.
3.
Al-qur’an surat
al-maidah ayat 45
Yang artinya “dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalmanya
(at-taurat) bahwasanya jiwa di balas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun)
ada qishashnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishash) nya, maka melepaskan
hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barang siapa memutuskan perkara menurut
apa yang di turunkan allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. [4]
C.
Sanksi Hukum Bagi Pembunuh
Berdasarkan ayat-ayat al-qur’an yang
dikutip di atas, dapat di pahami bahwa sanksi hukum atas delik pembunuhan
adalah sebagai berikut.
1.
Pelaku
pembunuhan yang di sengaja, pihan keluarga korban dapat memutuskan salah satu dari
tiga pilihan, yaitu (1) qishash, yaitu hukuman pembalasan setimpal dengan
penderitaan korbannya, (2) diat yaitu pembunuh harus membanyar denda sejumlah
100 ekor unta, atau 200 ekor sapi atau 1.000 ekor kambing, atau bentu lain
seperti uang yang senilai harganya. Diat tersebut diserahkan kepada pihak keluarga
korban, (3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat atau tanpa
syarat.[5]
2.
Pelaku
pembunuhan dengan tidak sengaja, pihak keluarga diberikan pilihan, yaitu (1)
pelaku membayar diat, (2) membayar kifarah (memerdekakan budak mukmin), (3)
jika tidak makmu pelaku pembunuhan di beri hukuman moral, yaitu brpuasa selama
dua bulan berturut-turut.[6]
Taubat pembunuhan pihak pertama mengatakan bahwa taubat pembunuhan
bisa saja diterima. Mereka beralasan bahwa pembunuhan merupakan hak adami yang
tidak bisa diselesaikan di dunia, namun tidak termasuk disini pembunuhan dengan
kezaliman, karena itu haruslah harus di penuhi dialam akhirat.
Mereka berkata: penuntutan tebusan yang dilakukan ahli waris kepada
pembunuhan merupakan hak palimg asasi yang telah di berika oleh allah. Artinya,
ahli waris berhak memilih antara menuntut tebusan atau memberikan maaf atas
perbuatan pembunuhan. Lantas maaf apa yang didapatkan oleh korban pembunuhan
kalau ahli warinya meminta tebusan dan apa pula yang bisa mengobati kezaliman dari
pembunuhan kalau ahli waris menuntut tebusan dengan penuh.
Ini adalah pendapat yang paling sahih dari dua pendapat. Artinya,
hak korban tidak akan tergantikan dengan ahli waris menuntut tebusan secara
penuh. Dalam hal ini ada dua pendapat dikalangan pengikut ahmad dna al-syafi’I
serta selain keduanya.
Allah menerima taubat orang-orang kafir yang telah membunuh nabi
mereka, dan bahkan menjadikan mereka sebagai hambanya yang terpilih. Dia
menyerukan kepada orang-orang yang membakar para walinya dan memfitnah untuk
segera memasuki agamanya dan bertaubat. [7]
D. Dialektika Hukum Pembunuhan Dalam
Masyarakat Dan Negara. Dan Tuntutan Sanksi Moral Hukum Dalam Masyarakat Dan Negara
Antara
hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah roma yang
mengatakan “quid leges sine moribus”, yang maknanya apa artinya undang-undang
kalau tidak di sertai moralitas, dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa
dijiwai moralitas, dan hukum akan kosong tanpa moralitas. Disisi lain moral
juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja.
Meskipun
hubungan hukum dan moral sangat erat, namun hukum dan moral tetap berbeda,
sebab dalam kenyataannya “mungkin “ ada
hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang
berarti terdapat ketidak cocokan antara hukum dengan moral. K Bertens
menyatakan bahwa selain itu ada empat perbedaan antara hukum dan moral.[8]
1. Hukum lebih dikodifikasi dari pada
moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan.
2. Meski hukum dan moral mengatur
tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah
saja, sedangkat moral mencangkup juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum
berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan
akhirnya atas kehendak Negara. [9]
Sedangkan
gunawan setiardja membedakan hukum dan moral, pertama, dilihat dari dasarnya,
hukum memiliki dasar yuridis, consensus, dan hukum alam, sedangkan moral
berdasarkan hukum alam. Kedua, dilihat dari otonominya, hukum bersifat
hetoronom yaitu datang dari luar diri manusia, sedangkan moral bersifat otonom
datang dari diri sendiri. Ketiga, dilihat dari pelaksanaan, hukum secara
lahiriah dapat di paksakan, sedangkan moral secara lahiriah dan terutama
batiniah tidak dapat dipaksakan. Keempat, dilihat dari tujuannya, hukum
mengatur kehidupan manusian dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur
kehidupan manusia sebagai manusia. Kelima, dilihat dari waktu dan tempat, hukum
tergantung pada wktu dan tempat, sedangkan moral secar aobjektif tidak
tergantung pada tempat dan waktu.[10]
Tuntutan
dan sanksi moral, norma, hukum dalam masyarakat dan Negara. Sebagaimana
diketahui bahwa manusia adalah makhluk social, yakni makhluk yang selalu
berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Hal ini disebabkan
karena adanya kebutuhan atau kepentingan yang berbeda satu sama lain.
Petunjuk
atau pedoman yang di sebut dengan norma atau kaidah social memberikan informasi
kepada setiap orang sebagai anggota masyarakat tentang apa yang seharusnya
dilakukan dan tidak dilakukan terhadap orang lain. Norma atau kaidah social itu
bukan hanya sekedar petunjuk-petunjuk yang mati, melaikan harus dilaksanakan
oleh setiap anggota masyarakat agar ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat
dapat terealisasi.
Tingkat
kepatuhan masyarakat terhadap norma atau kaidah social tersebut merupakan
barometer dari tingkat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Norma atau kaidah
sosial yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam masyarakat ada
bermacam-macam, yaitu.[11]
1. Norma/Kaidah Agama
Merupakan serangkaian petunjuk hidup
yang berisi pedoman-pedoman perilaku manusia yang datangnya dari tuhan yang
memuat tentang perintah-perintah,
larangan-larangan, dan anjuran-anjuran. Norma/kaidah agama ini bertujuan
untuk membentuk manusia (insan kamil) yaitu manusia yang baik hubungannya
dengan tuhan, dengan sesame manusia, dan dengan alam sekitarnya. Pelanggaran
terhadap norma/kaidah agama dikenakan sanksi yang datangnya dari tuhan dan
pelaksanaan sanksi tersebut dilakukan besok didalam akhirat.
Oleh karena itu tingkat kepatuhan
seseoran trhadap norma/kaidah agama tergantung pada tebat tipisnya keimanan
orang tersebut. Artinya makin tebal tingkat imanya makin tinggi kepatuhannya
terhadap norma/kaidah agama, sebaliknya makin tipis imannya makin rendah pula
tingkat kepatuhannya. Bahkan adea pula yang sama sekali tidak beriman kepada
tuhan, sehingga mereka tidak merasa terikat oleh norma/kaidah agama tersebut.
2. Norma/kaidah kesusilaan
Merupakan serangkaian petunjuk yang berisi
pedoman perilaku manusia dalam masyarakat yang berasal dari bisikan kalbu atau
hati nurani manusia, yang di akui dan diinsyafi oleh setiap manusia sebagai
pedoman dalam sikap dan perbuatannya. Suara manusia berbisikan
petbuatan-perbuatan mana yang baik dan mana perbuatan yang buruk, sehingga
tidak boleh di lakukan oleh manusia dalam masyarakat.
Dengan demikian bisikan hati nurani
itu akan mengatakan hal yang sebenarnya (objektif) dan memuat unsur-unsur yang
ideal saja tanpa menghiraukan kenyataan dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap
norma/kaidah kesusilaan ini pun ada sanksinya, yaitu sanki yang datangnya dari
hati nurani itu sendiri.
Suatu contoh: orang yang melakukan
pembunuhan kepada orang lain, walaupun ia dapat melepaskan diri dari
jerat-jerat hukum, namun hati nuraninya pasti mengatakanbahwa perbuatan
pembunuhan itu merupakan perbuatan yang tercela. Jika hati nuraninya orang itu
peka, ia akan merasa selalu bersalah yang selalu menganggu jiwanya sehingga
dalam dirinya tidak ada lagi ketentraman dan kedamaian dalam hidupnya. [12]
3. Norma/kaidah hukum
Berbeda dengan norma/kaidah agama,
dan kesusilaan yang hanya pertumpu pada unsur idealnya atau kenyataannya saja,
maka pada norma/kaidah hukum selain memperhatika unsur idealnya juga
memperhatikan unsur kenyataan. Ciri yang menonjol dari hukum mulai tanpak pada
penciptaan norma hukum yang murni, yaitu yang dibuat dengan sengaja oleh suatu
badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus di tugasi untuk menjalankan
penciptaan atau perbuatan hukum itu.
Dilihat dari segi ini, norma hukum
merupakan serangkaian petunjuk yang berisi pedoman-pedoman perilaku manusia
dalam masyarakat yang sengaja di buat oleh badan perlengkapan masyarakat yang
ditugasi untuk itu, dengan tujuan menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
Disamping itu norma hukum tidak
boleh sama sekali melupakan unsur kenyataan yang ada dalam masyarakat, sebab
norma hukum bukanlah semata-mata merupakan ketentuan-ketntuan yang mati,
melainkan ia harus benar-benar hidup dalam arti ketentuan-ketentuan norma hukum
tersebut benar-banar dilaksanakan oleh semua anggota masyarakat dalam suatu masyarakat
tertentu (berlaku secara sosiologis). [13]
Dari uraian diatas, dijelaskan bahwa
norma hukum dapat meramuk kedua unsur tersebut, yaitu unsur ideal dan unsur
kenyataan secara seimbang, artinya norma hukum itu jang terlalu ideal sehinga
sulit untuk diterapakan dalam masyarakat, juga jangan terlalu menyampingkan
unsur ideal, sehinga tidak menciptakan ketertiban dan ketentraman dalam
masyarakat.
Sanksi norma hukum tegas dan dapat
dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah social yang terakhir diharapkan dapat
dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. [14]
E. Nilai Moral Dan Karakteristik
Pembunuhan Dalam Masyarakat
Pengartian
pendidikan budi pekerti, pendidikan nialai, pendidikan moral, dan pendidikan
karakter sering kali membingungkan dan mengaburkan satu sama lain.
Pengertian
budi pekerti mengacu pada pada pengertian dalam bahasa inggris, yang
diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian
antara lain: 1. Adat istiadat, 2. Sopan santun dan, 3. Perilaku.namun
pengertian secara hakiki adalah perilaku. Sementara itu menurut draft kurikulum
berbasis kompetensi (2001) budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia
yang diukur menurut kebaikan dan keburukannyamelalui norma agama, norma hukum,
tata krama dan sopan santun.
Untuk
menghindari kerancuan pendidikan budi pekerti denagn jenis pendidikan nilai,
pendidikan moral, dan pendidikan karakter maka perlu dikemukakan pengertian
masing-masing, antara lain:[15]
a. Pendidikan Nilai-Nilai
Pengembangan pribadi seseorang
tentang pola kenyakinan yang terdapat dalam system kenyakinansuatu masyarakat
tentang hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk serta pengaturan perilaku.
Nilai-nilai hidup dala masyarakat sangat banyak jumlahnya sehinga pendidik
berusaha membantu mengenali, memilih, dan menetapkan nilai-nilai sehingga dapat
digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku secara
konsisten dan menjadi kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.[16]
b. Pendidikan Moral
Berusaha untuk mengembangkan pola
perilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini mewujud
moralitas atau kesulitan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada
dalam masyarakat. Karena menyangkut dua aspek, yaitu (a) nilai-nilai, dan (b)
kehidupan nyata.
c. Pendidikan Karakter
Sering disamakan dengan pendididkan
budi pekerti, seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah
berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang di kehendaki masyarakat serta
digunakan sebagai kekuatan moral dalam kehidupan.
Dan karakter ini juga berkaitan
dengan pembunuhan dikarenakan jika seseorang tidak mempunyai karakter maka
orang tersebut akan melakukan hal yang tidak ia duga seperti membunuh orang
lain tanpa aa alasan yang jelas.[17]
Kerugian seseorang memiliki akhlak
tercela
1. Dimurkai dan di benci oleh allah swt
Seseorang yang memiliki akhlak
tercelaakan terbiasa akan segala bentuk kedurhakaaan dan kemaksiatan terhadap
allah.
2. Dibenci dan dijauhi oleh manusia
Seseorang yang terbiasa dengan
akhlak yang buruk, ia akan selalu membuan ked0liman, aniaya, dan merugikan orang
lain.
3. Mendapatkan penderitaan dan kehinaan
dunia akhiran. [18]
Factor-faktor yang mempengaruhi akhlak tercela.
Yaitu seseorang memiliki akhlak tercela karena dalam diri manusia
terdapat nufsu yang mengaja manusia memilikiakhlak tercela. [19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
ini kita bisa mengetahui bagaimana klasifikasi pembunuhan dan penyebabnya,
hukum sanksi pembunuhan didalam al-qur’an, sanksi hukum bagi pembunuh, dialektika hukum pembunuhan dalam masyarakat
dan Negara. Dan tuntutan sanksi moral hukum dalam masyarakat dan Negara,
dan nilai moral serta karakteristik
pembunuhan dalam masyarakat
Dan
setelah selesainya makalah ini kita bisa mengetahu dan memahami bagaimana
sanksi hukum bagi sipembunuh.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, diharapkan bagi
mahasiswa khususnya bagi sipenulis sendiri agar lebih mudah memahami secara
mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang saya susun ini. Saya
sendiri menyadari bahwa dalam makalah yang saya susun ini masih banyak kekuranagan
dan kehilapan oleh Karena itu, kepada para pembaca dan para pakar utama penulis
mengharapkan mohon dimaafkan jika ada kesalahan yang sengaja maupun tidak
sengaja.
Kepada semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing
yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini, terutama
kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR RUJUKAN
Ø Zainuddi, Haji. Hukum Pidana
Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2007
Ø Tumanggor, Rusmin. Ilmu Jiwa
Agama. Jakarta: Kencana. 2014
Ø Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu.
Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati. Yogyakarta: Mantra Pustaka. 2006
Ø Salamah, Umi. Ilmu Sosial Dan
Budaya Dasar. Malang: Intimedia. 2014
Ø Zuriah, Nurul. Pendidikan Moran
Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2007
Ø Muchlis Solichin, Mohammad. Upaya
Sang Sufi Menuju Allah. Surabaya: Buku Pena Salsabila, 2014.
[1]
Dr.H.Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 2007).
Hlm.24
[2] Dr.
Rusmin Tumanggor. Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kencana, 2014). Hlm. 134
[3] Dr.H.Zainuddin
Ali. Hukum Pidana Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hlm. 25
[4] Dr.H.Zainuddin
Ali. Hukum Pidana Islam, Hlm. 26-27
[5] Dr.H.Zainuddin
Ali. Hukum Pidana Islam, Hlm. 36
[6] Dr.H.Zainuddin
Ali. Hukum Pidana Islam, Hlm. 35
[7]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006), Hlm. 441-442
[8]
Umi Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Malang: Intimedia, 2014),
Hlm. 208
[9] Umi
Salamah. Ilmu sosial dan budaya dasar, Hlm. 209
[10] Umi
Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 210
[11] Umi
Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 210
[12] Umi
Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 213
[13] Umi
Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 215
[14] Umi
salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 217
[15] Nurul
Zuriah. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2007), Hlm. 17
[16] Nurul
Zuriah. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan,
Hlm. 19
[17] Nurul
Zuriah. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan,
Hlm. 19
[18]
Mohammat Muchlis Solichin. Upaya Sang Sufi Menuju Allah(Surabaya: Buku
Pena Salsabila, 2014). Hlm. 112
[19] Mohammat
Muchlis Solichin. Upaya Sang Sufi Menuju Allah.Hlm.109
No comments:
Post a Comment